Dengan setelah mengikuti beberapa rangkaian ospek atau MOS dan penutupan yang berisikan dengan kemah tentunya setelahnya kegiatan belajar mengajar di sekolah, tak hanya itu saja perihal pemilihan ekstrakurikuler untuk persiapan ajang pentas seni kelas dua belas harus segera merekrut anggota baru untuk pengganti kelas sebelas yang akan mengikuti study tour ke Denpasar, Bali.
Kali ini Randu bangun sudah melihat papa dan mama sarapan di meja, tentu sebuah kehadiran mereka berdua membuat hatinya culup nyaman setelah tak ada angin kabar di ponsel maupun percakapan diantaranya. Dia yang sudah wangi benar itu malah dicap aneh oleh papa Dandi, pasalnya anaknya itu tak pernah mengenakan baju serapi dan sewangi itu paling-paling hanya wewangian deodoran maupun hanya baju yang keluar semua.
"Tumben, kamu rapi begini? Biasanya urusan sekolah pakai baju rapi maupun wangi urusan belakang."
"Biar saja toh, pa. Lagi pula anak segini biasanya juga masa-masa pubertas, kayak papa gak pernah begini saja."
"Udah pulang ternyata, papa sama mama. Pa... ma... tambahin dong uang jajannya masak iya segitu melulu, terus ya ganti dong hp aku biar keren dikit. Masak papanya kaya anaknya kayak pemulung gini?"
"Iya nanti papa transfer lima juta, kalau masih kurang nyusul entar. Ya udah papa mau berangkat sekarang, itu mama juga uangnya ada di loker kamar."
Papa Dandi yang memiliki sikap tenang telah membuat mama Widya bersyukur tetapi justru hal tersebut berlainan dengan Randu yang mengira bakal ada yang dimanfaatkan dalam sebuah jalan kesempatan. Dia yang mencoba berangkat pagi untuk memilih bangku yang tepat dan menjumpai Rindu lebih awal nampak. Sebuah ciuman tangan meminta restu agar jalannya kesempatan itu kembali hadir di hadapannya tetapi tangan Randu yang hendak bersalaman dengan mamanya justru tiba-tiba saja mendapatkan sebuah sengatan arus listrik dan membuatnya langsung berpamitan dan pergi.
Seperti biasanya dengan mengendarai sepeda motor ia mengemudi dengan seenaknya terlebih lagi kali ini mencoba suasana baru dengan mengenakan busana putih abu-abu, dengan gagah dia turun dari kendaraannya dan mencoba menyapa para perempuan yang duduk di setiap kelas maupun di parkir sekolah. Randu yang melihat sosok perempuan yang didambanya itu sudah berada di kelas, ketika dirinya hendak duduk di sebelahnya tiba-tiba saja Jono berlari lebih mendahului dibandingkan dirinya.
Putri yang langsung menarik Randu itupun lebih memilih untuk duduk sendiri, tak lama datanglah Danu memberikan seikat bunga yang membuat seisi kelas berisik tetapi membuat Rindu tersenyum. Tentunya tak lepas begitu saja datanglah Tito dengan penampilan biasa saja duduk di belakang Rindu dan sebangku dengan sahabatnya itu.
"Dasar anak cupu, udah tahu sayang Randu itu hanya milik Putri seorang. Belum juga dengan gayanya sok tebar pesona dengan kakak Danu, awas aja kalau ngerebut Randu, nyawa taruhannya." Ketus Putri yang memainkan bolpoin.
Jam pelajaran telah dimulai, tetapi sebelum pembelajaran jauh ada kalanya setiap guru maupun murid selalu mengenalkan diri pribadi maupun beserta hobi di depan kelas. Saat itulah Randu mencoba memberikan sebuah bakatnya dalam menyanyi, tetapi bukanlah semua tertarik malah justru membuatnya tak berkutik. Tetapi Putri justru terkesan kagum meskipun irama yang dibawakan tidak sama bahkan justru melenceng jauh.
Giliran Rindu semua para lelaki sangat bersemangat untuk menanyakan serinci mungkin bahkan juga menanyakan mengenai nomer ponsel miliknya, hal itu membuat Randu akan mendapatkan sebuah kesempatan emas agar dirinya bisa berdua maupun lebih mudah untuk melakukan sebuah kencan pertama dan aeterusnya. Ketika dia mendengarkan pendekte angka kontak tiba-tiba saja ponselnya ngehang dan tidak mau menyala, Putri yang kesal itu langsung menyerobot begitu saja.
"Apa-apaan sih, kamu?"
"Sayang, aku itu pacar kamu. Buat apa juga kamu simpan nomer dia, kamu itu udah milik aku."
"Gak jelas banget sih kamu, tahu gak aku malu sama teman-teman. Kalau nyimpan semua nomer gak masalah kan? Lagi pula bukan urusan kamu kali, ini hak aku. Sana duduk lagi dibangku, ini terakhir kalinya aku lihat kamu berubah jadi anak-anak. Dan satu lagi, gak usah macam-macam lagi."
Putri yang langsung terdiam diri mengikuti arahan Randu itu seakan semuanya kacau, Randu yang kembali mengambil ponselnya mencoba meminta nomer kontak ke Rindu tetapi justru ditolaknya dan mencoba sedikit memaksa akhirnya diperbolehkan untuk diberikan begitu saja.
Bel berbunyi telah berlalu, ketika hendak ke kantin dirinya telah mencoba menghabiskan waktunya di kelas. Randu yang mencoba mengajaknya tetapi ditolak begitu saja, Danu yang tiba-tiba datang memberikan sebuah roti dengan balutan chessmis membuatnya nampak begitu senang dan sangat dihargai dengan dihabiskan bersama-sama.
"Sial, kenapa sih dia muncul terus? Udah tahu aku mau mencoba mendekati malah justru gagal melulu."
"Sabar, bro. Lagian juga Putri itu udah sayang sama lo, kenapa gak dia aja sih?"
"Enak aja kamu bicara, aku itu udah dandan rapi terus pakai minyak wangi termahal milik bokap masih aja sama gak ada perubahan. Aku itu usah ngerasain cinta pertama dengan Rindu, gak tahu deh."
"Coba aja cara lain lagi, oh ya nanti bakal ada seleksi organisasi coba aja ikut."
"Iya betul, aku mau nyaingi si kampret."
Sementara itu Rindu yang sedang mencoba menggambar dengan kebiasaannya di waktu luang dalam istirahat ataupun hanya sekadar membaca buku mata pelajaran maupun lainnya juga dicobai oleh Putri yang tiba-tiba saja menuang minuman es krimnya ke arah perwujudan gambar, rasa marah yang ditimbulkan Rindu masih ia coba tahan hingga datanglah Jono juga melakukan hal yang sama ke baju Putri.
Pertengkaran kecil itu tentunya membuat debat antara Putri dengan Jono, Rindu yang mencoba untuk memisahkan walaupun tiba-tiba saja ada guru lewat menjadikan sebuah pemberhentian.
"Awas saja kamu, Rin! Ini kedua kali kamu mempermainkan aku, akan kutunggu ketiga jika kamu masih kelewatan mengeyel gak segan-segan aku membuatmu celaka."
"Ada apa ini?" Tanya Randu dengan mata tatapan tajam membuat Putri langsung membungkam mulut Jono yang bisa saja menceploskannya.
"Gak papa, Ran. Semua biasa saja."
Bel kembali berbunyi untuk melanjutkan kegiatan selanjutnya, tetapi bukan guru melainkan para perwakilan anggota organisasi sekolah membuat bete Randu.
Dia yang tidak acuh akan tawaran masuk organisasi tiba-tiba saja mencetuskan sebuah kalimat yang membuatnya mendongakn, tanpa lama langsung mendaftarkan diri.
"Aku daftar pemainnya."
"Bisa lebih sopan?"
"Biasa saja, pokoknya daftar. Pengumpulan brosur masih besok kan? Bagi satu itu formulir."
"Adik kelas gak tahu sopan santun, udah tahu ada senior bukannya menghormati malah melawan dia."
Kesempatan mengenai sebuah pendaftaran ekstrakurikuler bola basket Randu meniru perempuan yang disayanginya, tetapi tiba. saja Rindu mengganti formulir untuk mengikuti seni tari.
"Aku ganti aja deh ikut seni tari juga."
"Gak bisalah, Ran. Seni tari cuman satu itu aja dan gak boleh double atau kecampur organisasi lain termasuk tiba-tiba kamu minta ganti, udah bagian aku juga kali."
"Tukar dong."
"Gak bisa, bro."
Kedua kalinya Randu gagal dalam mengambil sebuah kesempatan, dia yang pasrah begitu saja tidak bisa mencoba melakukan ritual.
"Udah gak papa, yang penting punya nomer kontaknya. Bersyukurlah."
"Hem."
KAMU SEDANG MEMBACA
LATHI
Horror(Kowe ra iso mlayu saka kesalahan, ajining diri ana ing lathi) "Kamu tidak bisa berlari meninggalkan sebuah kesalahan, harga diri seseorang terletak pada lidahnya." Seseorang yang melakukan sebuah kesalahan fatal berharap kekuatan, kewibawaan, kekay...