Pengendali

1 0 0
                                    

Malam tiba dimana semua yang telah berkumpul di depan tenda masing-masing untuk melakukan jamuan api unggun, momen ketika puncak-puncaknya sebuah perkemahan terjadi.

Disaat semua berbondong-bondong datang menuju ke lapangan disaat itulah Randu membawa gitarnya dan juga Danu, sebuah persembahan demi persembahan dari setiap kelas masing-masing diberikan suprise tersendiri setelah rangkaian acara semua usai.

"To, nanti aku minta tolong ya videoin."
"Siap, bro. Pakai hp tapi, secara juga yang lebih mahal dari punya gue."

Rindu yang tiba-tiba saja dipanggil pendamping menanyakan persiapan persembahan perwakilan dari kelasnya itupun tak lepas dari sebuah pandangan berkaca-kaca Danu, mungkin kala sore tidak diperbolehkan ikut mendampingi dan malah justru sebaliknya.

"Rin, nanti perwakilan dari kelasmu siapa?"
"Cowok."
"Aku harap jaga mata untuk aku."
"Iya, mas. Mas mau nyanyi?"
"Ada deh, pokoknya aku mau nanti waktu selesai persembahan baik diakhir atau diawal Rindu orang yang melakukan tepuk tangan yang paling seru dan keras ya."
"Siap, mas Danu."

Rindu yang berjalan menuju ke rombongan kelasnya mencoba duduk di sebelah kiri Randu tiba-tiba saja Putri menyela-nyela diantara mereka, akhirnya berpindah sebelah kanan.

Tito yang juga disebelah kanan Rindu itu sangatlah berharap bisa mengobrol lebih dekat, sementara Jono di depan selalu mengganggu sebuah momen diantara mereka berdua.

Sulutan api telah menyala terang, pemancar bara yang membara, desau angin semripit menemani kelam, gelap menyelinap dan merayap, dibalik sebuah drama penyaji ramuan cinta para gadis maupun pejaka remaja.

Nyanyi-nyanyian bola api diiringi gitar maupun kecapi, rasa merona singkirkan rasa membenci, tanpa sekat dan malah menjadi rasa yang mengikat kuat, malu-malu tapi berharap bisa ucapkan i love you, bukan mendapatkan cinta baru malah salah memilih lagu, dasar cinta palsu.

Danu yang diberikan sebuah sambutan mencoba meluangkan isi hatinya selama ini, tentu saja sudah terlihat dari mata batin Randu yang menatap tajam.

"Lagu ini saya lantunkan untuk orang yang saya sayangi selama dan sejauh ini."

Aransemen gitar telah membuat sebuah tepuk tangan cukup meriah hanya saja Randu enggan memberikan apresiasi sekecil apapun itu, dirinya yang malah justru menjilat cincinnya mencoba mengendalikab Danu dari kejauhan.

Sebuah lagu yang seharusnya romantis malah justru menjadi sebuah suasana sepi dan menjadi misteri, iringan maupun pembawaan lingsir wengi itu menjadikan beberapa ketakutan.

Danu yang tak tahu akan apa terjadi itupun mengira jika dirinya menyanyikan sebuah lagu romantis bukan mistis, dengan tanpa lama akhirnya dihentikan temannya.

"Senior aneh, aransemennya aja romantis awal-awalan eh... malah lagunya jadi horror begitu." Ketus Randu yang menyengirkan bibirnya.
"Tumben kak Danu bisa melakukan lagu jawa, dulu waktu SMP perasaan gak bisa. Apa ini yang dinamakan usaha cinta?" Batin Rindu.
"Bagus banget." Jono yang terus tepuk tangan itupun tetap kagum akan Danu.
"Itu gak salah tadi? Masak iya sih, lagu romantis jadi begitu. Kan aneh, secara semuanya tadi sudah tepuk tangan dan tentu saja berharap kalau misalkan pembawaannya itu akan sesuai akan apa yang sama diawalnya. Hem, kita semua sudah diberikan pemberian harapan palsu alias php." Saut Randu.
"Bener itu, bro. Kesannya kok malah menjadi ngawur gak jelas."
"Sudah-sudah, kalian tidak perlu menjatuhkan orang lain. Ingat, karma itu masih ada terus pada diri kita masing-masing. Paham?" Rindu yang menasihati temannya itupun tak di gubris sedikitpun oleh Randu, bahkan malah justru membalas dengan bibir manyun.
"Dasar sok bijak, udah sok-sokan jadi orang penting dan motivator." Putri yang menyeplos langsung seketika semua terdiam.

Barulah semua pembawaan terakhir berada di pangkuan Randu, tentunya dengan histeris tidak karuan itupun melantun pada diri Putri.

Ia yang tanpa malu teriak-teriak dilihat teman-teman maupun kakak kelas, Randu yang justru menatap dalam ke arah Rindu itupun memulai bernyanyi. Tapi disaat petikan pertama membuat api unggun itu semakin besar hingga menyulut luar biasa.

Kegiatan api unggun yang tidak seperti biasanya itupun malah menjadi malam penuh di luar kendali manusia, secara tanpa lama-lama hujan telah datang dan semuanya berhamburan untuk bubar.

Randu yang mencoba menjilat-jilat cincin agar hujan itu mereda malah justru semakin deras, ia yang membawakan lagu untuk Rindu justru berbuah pahit. Kekesalannya nampak jelas.

"Cincin edan, kenapa kau gak menuruti kemauanku? Busuk!" Seketika itu juga dia mencoba melepaskan di bawah rinai hujan, tak ada satupun yang melihat kelakuan Randu itupun dia ditampar sebuah bayangan dirinya sendiri.

Kemarahan yang menjadi-jadi pada dirinya terus menghasilkan yang sama pada cincin tersebut, barulah sebuah teriakan dari jauh membuat semua berhenti.

"Ran, ayo berteduh!" Suara Rindu yang jelas itupun akhirnya bisa menyelesaikannya dan Randu masuk ke kelas.
"Maafkan aku."
"Kenapa, Ran?"
"Gak papa, aku gak bisa bawain lagu buat perwakilan kelas kita. Gara-gara cin...."
"Cin apa? Cinta hujan maksudnya?"
"Iya itu, hujan mah bikin seneng tapi semuanya malah jadi kayak begini deh."
"Udah gak papa, oh iya kamu ganti baju olahraga aja deh sekalian. Aku gak mau ya ketua kelas jadi masuk angin gara-gara cintanya terhadap hujan."
"Siap, aku ganti dulu. Lagi pula semuanya juga diminta segera tidur."
"Iya."

Rindu yang kembali ke kelas beserta teman-teman ke kelas masing-masing malah justru menjadikan Randu masih kesal akan perbuatan cincinnya yang macet, ketika suasana sudah sangatlah sepi masuklah ia ke kamar mandi.

"Dasar, maumu apa sih? Aku udah kasih semua yang kamu mau, tapi apa? Malah justru kamu mempermainkan ini semuanya."

Penunggu cincin merah delima itupun keluar dengan wujud asli yang cukup menyeramkan, yang dulu sempat telah berbeda dengan wujud jelmaan orang lain.

"Aku mau jadi kamu, dan sekarang mau jadi kamu untuk malam ini."
"Kau mau apa? Gak usah macem-macem, malah ribet entar jadinya tahu."
"Diam! Kau itu anak buahku, kau harus menurut kemauanku bukan malah justru membantahku."
"Baiklah, silakan. Aku tungguin di sini di kamar mandi busuk dan gelap ini."

Randu jelmaan itupun mencoba mengendalikan seorang kakak kelas dan berhasil telah menggibas tiga sekaligus, mereka yang tanpa sadar akan kelakuan sendiri membuntuti ke arah kamar mandi letaknya tidak jauh dari lapangan.

Suasana gelap semakin pekat menjadikan semakin terasa, dengan hanya sebuah tunjukkan tangan ke arah ketiga perempuan itu semua berani menuruti keinginan itu.

"Lepaskan rokmu, lepaskan!"
"Iya." Jawab perempuan serentak.
"Tidur sekarang dengan menghadap di aku."
"Iya."
"Jangan teriak."
"Iya."

Jelmaan Randu itupun menyetubuhi para perempuan satu persatu dengan secepat-cepatnya, mereka yang menangis seketika itupun langsung beranjak kegirangan tidak karuan akan yang tak pernah dirinya ketahui akan apa yang terjadi.

Mereka yang kembali digerakkan untuk tengkurap maupun jongkok diturutinya, semua yang secara berlama-lama akhirnya telah usai.

Randu jelmaan itupun akhirnya menyudahi dan meminta para perempuan untuk kembali ke kelas lagi, sementara dirinya sendiri kembali masuk tanpa berbicara akan yang terjadi.

Ponsel bergetar sebagai tanda ada pesan singkat masuk telah dibaca Randu selesai berganti pakaian, Putri yang terbangun mencarinya itupun menaruh kangen.

Putri: Sayangku di mana?
Randu: Gak bisa tidur jadi ya keluar, lagian habis ganti baju.
Putri: Kangen aku, aku ke situ ya?
Randu: Emang tahu di mana?
Putri: Ya enggaklah, makanya nanya tadi di awal. Sayangku di mana?
Randu: Oh iya lupa, aku di kamar mandi dekat lapangan paling ujung. Oh iya ya, kamu pakai rok aja biar enak nanti.
Putri: Oke

Randu yang bersiap untuk memuaskan diri kembali itupun kembali melepas busana, Putri yang mengetuk pintu satu demi satu akhirnya ketemu.

Disaat semua itu hasrat mereka melakukan kegiatan berbau negatif setiap bertemu, tapi kejadian tersebut belum terendus sama sekali hingga kini.

Pukul dua belas malam disaat mereka sedang asyik berduaan memadu kasih tiba-tiba saja suara pintu terbuka dan tertutup di ruang sebelah menjadikan terhenti seketika, dengan bergegas menghentikan.

"Siapa sih yang ganggu? Udah tahu juga lagi berduaan dan mesra-mesraan, eh malah ada yang gangguin. Gak seru amat sih."
"Coba cek, Put."
"Gak berani, sayang."
"Kalau enggak kita putus."
"Ih... kok gitu? Jangan ya, aku udah sayang sama kamu. Gak mau putus sama sayangku."
"Ya udah makanya lihat, kalau ketahuan juga repot akunya."

Dengan sedikit keraguan nampak terlihat dari Putri yang selalu menggigit jari, suara buka pintu tersebut terus menerus membuat tak menentu dan menegang.

"Gak ada siapapun, terus siapa yang mainan pintu kamar mandi? Secara juga aneh, tengah malam kayak begini mana hujan gak mungkin juga tiba-tiba ada orang menyelinap hanya mainan pintu. Kalau enggak manusia ya setan."

Pintu yang langsung terdiam diri itupun telah membuat Putri masuk kembali ke dalam, dia yang menutup pintu tiba saja kembali bersuara berulang-ulang.

Randu yang kesal memastikan sendiri keluar dan dibuntut Putri menyelinap di balik tubuh, pintu dengan posisi tertutup itu dibukanya perlahan-lahan.

Desahan seorang lelaki dan perempuan tentunya juga membuahkan rasa ingin tahu pada diri mereka, pintu yang sangat sulit dibuka mencoba cara lain.

"Sekarang kamu naik di pundak aku, nanti kamu sendiri yang bakalan melihat keadaan suasana di dalam kamar mandi. Ingat perhatikan baik-baik, secara biar tahu siapa yang mengganggu kita."
"Iya, aku naik pelan-pelan di pundak kamu."

Putri yang perlahan naik di pundak Randu sempat tergelincir dan jatuh bersama, usaha demi usaha tentunya tak dapat membuat menyerah begitu saja.

"Bisa gak sih?"
"Sabar sayang."
"Buruan napa, jadi cewek lembek amat kamu itu."
"Iya-iya, aku paham. Bentar ini juga usaha."

Ketika Randu mencoba berdiri mengangkat Putri di pundaknya itu belum sampai benar-benar tegak celana yang dikenakan melorot sendiri, tentunya membuat mereka terjatuh.

"Aduh, kenapa sayang jatuhin aku sih? Sakit tahu, lihat ini sekarang benjolkan?"
"Bawel banget sih kamu itu, dasar cewek lembek. Apa gak lihat ini celana melorot? Buta atau pura-pura gak tahu? Nerocos melulu kerjaannya, dasar gila."
"Maaf, terus sekarang gimana?"
"Aku aja yang ngintip di lubang ini, kamu awasin dari luar."
"Oke, sayang."

Randu yang mencoba melihat pelan-pelan terlihat ada seorang lelaki tua bersama perempuan sama usianya, mereka yang melakukan tindakan sesonoh langsung membuatnya semakin betah melihatnya.

Putri yang melihat ada laki-laki penjaga sekolah hendak mengecek kondisi keliling sekolahan, Randu yang ditarik itupun sempat marah besar.

"Ngapain tarik-tarik sih?"
"Itu ada penjaga sekolah, kalau ketahuan gimana?"
"Ya gak usah tarik juga."
"Maaf, gak ada maksud lain"

Penjaga sekolah yang keliling itu dicoba dikendalikan oleh Randu dengan jilatannya, teenyata Putri pun ikut terlena akan kejadian tersebut.

"Aku mau kamu melakukan yang sama dengan penjaga sekolah."

Seketika itu juga semua adegan telah dilakukan dan Randu mencoba membatin salah satu nama berhasil juga ia kendalikan, mereka berdua yang menikmati sebuah kepuasan membuat banjir darah di dinding kamar mandi.

Kesakitan perempuan yang dibatin oleh Randu itupun berbuah tangisan, tentunya ia tidak menyadari bahwa nafsu mengalahkan segalanya.

"Aku masih makin lama di dalam, sudah jangan menangis. Aku tanggung jawab kalau sampai hamil."
"Sakit, kak. Udah sampai berdarah banyak dipunya kakak."

Tamparan demi tamparan terjadi malah justru membuat gerakkan klasik itu merajai seluruh tubuhnya hingga si putih menyebar ke mana-mana, dirinya yang tak memedulikan menjadikan banjir air kembali.

"Sekarang darah campur beningnya akan aku jilat habis."
"Ah... perih, sakit."
"Udah gak papa."

Mereka yang mengusaikan itu Randu mencoba tukar posisi dengan Putri, kejadian tersebut tentunya membuat mereka kembali memuaskan diri dengan waktu cukup lama.

Hingga berganti dua jam barulah suara bisikkan tangis kian mengeras di samping pintu kamar mandi, penghentian itupun selesai.

Penjaga sekolah dan perempuan yang dibatin Randu itupun kembali ke tempat masing-masing, perlahan tapi pasti Putri dan Randu melakukan hal yabg sama.

"Kalau ditanya kamu habis buang air besar."
"Iya."

Putri yang sudah kembali ke kelas sementara Randu masih ingin melihat sebuah aksi di kamar mandi, dia yang cukup lama tersebut beralih mencari mangsa lain untuk dijadikan cemilan.

Akhirnya dia mendapati penciuman daging mentah di dapur milik kelas lain, dengan perlahan semua telah dikendalikan agar tertidur sangatlah pulas dan beraksi memakan daging mentah sebaskom besar.

"Uh, empuk banget. Lagian ini juga malah dapat plus-plus banyak ayamnya, nikmat banget duh enak."

Dia yang menyantap begitu lahap dan habis belum cukup puas, akhirnya dirinya mencoba ke kelas lain dan mendapatkan yang Randu mau.

Kepuasan tidak berhenti ketika ada ayam setengah matang yang juga termakannya secara utuh, dengan perut super kenyang Randu kembali ke kelas.

"Dari mana, dik?"

Randu yang menoleh ketakutan akan terjadi mencoba menjilat cincin untuk dikendalikan nyatanya sangat berhasil, seorang penanya itu malah justru dibuatnya telanjang bulat.

Sebuah suara panggilan untuk berjaga malam membuatnya bergegas ke kelas bahkan semua telah bersiap diri, Randu yang bersigap telah di balik pintu.

"Bangsat kau, Jon."
"Lihat-lihat aku pikir belum bangun."
"Makanya pakai itu mata, udah tahu pakai enam mata masih aja lalai. Ganti mata teri aja."
"Kok ada enam? Mana aja emang?"
"Di mata kau ada empat, di kakinya kau ada dua. Semuanya jadi ada enam, paham?"
"Paham kok bebebnya orang, gemes deh kocaknya kebangetan."

Suara gaduh dari ruangan kelas sebelah membuat semua pendamping tiap-tiap kelas langsung berlarian, Randu dan Jono langsung menarik Tito yang masih menguap mengantuk.

Randu yang menjulurkan lidahnya merasakan kepuasan tersendiri ketika semua telah berhasil memberikan tipu daya, tak ada satupun kejelasan malah menjadikan sebuah hukuman telah berpihak tawanya.

LATHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang