Kasus Pertama

1 0 0
                                    

Papa Dandi yang sudah melihatkan berubah akan sikapnya justru membuat mama Widya biasa saja akan kejadian tersebut karena suami sering mengalami perubahan yang juga terkadang diluar kendali pikirannya, tetapi tidak sesuai kenyataan bahwa Randu tak semudah begitu saja akan perubahan papanya itu.

Malam itu sekitar pukul tujuh malam lewat Randu sedang berkumpul di gang tempat Tito juga nongkrong bersama kawan-kawannya, dan juga kawan lama sekolah. Ada seorang tante-tante dengan molek menawan banyak yang memanggilnya tante girang, karena tak pernah dilewatkan pertengkaran di rumahnya.

"Lo yakin mau gebet itu tante-tante, kayak gak ada yang bohai aja."
"Tahu itu anak, Randu emang begitu. Playboy kelakuannya gak pernah tobat sejak SMP, lagian juga pacarnya yang sekolah di luar kota tanpa kabar aja gak dipedulikan. Apalagi pacar barunya, eh belum kelar itu ada cewek ni geulis pisan."
"Kenalin buat ane, ya siapa tahu aja buat senang-senang."
"Janganlah, ngawur."

Tito dan teman-temannya juga melihat betapa usaha Randu untuk merayu tante girang tersebut, karena sebuah ajiannya dengan menjilat-jilat cincin miliknya dia berhasil meminta kontak tersebut.

Randu yang juga masuk ke dalam mobil bersama temannya memberikan sebuah respon melambaikan tangan ke temannya dan terbalas mengacungkan jempol, dia yang berjalan menuju hotel ternama memakirkan mobilnya dengan wibawa dewasa.

Di dalam hotel dirinya telah check in atas nama papa Dandi, tetapi hal itu ditolak lantaran memiliki nama yang sama. Tentunya dengan ajian sedikit membuat penjaga resepsionis itu juga luluh, akhirnya mereka bisa berpuas diri di kamar.

"Manggilnya tante atau siapa ni?" Tanya Randu dengan manja.
"Bebas, beb. Asalkan bisa begitu."
"Kan belum tahu namanya, kalau aku Randu Wisanggeni."
"Kalau aku panggil aja Agnez, udah janda anak satu."
"(wah mantap punya anak satu, berharap anaknya cantik dan bisa sekalian aku giblas.) Cowok berarti ganteng anaknya, secara mamanya cantik banget begini. Kenalin atuh."
"Orang anaknya cewek, cantik kayak ibunya."
"(Akhirnya, bisa aku pakai nanti dianya. Mantap.) Ya sudah kita senang-senang malam ini."

Randu yang merasa capek mencoba berbaring di ranjang panjang itu, sementara tante Agnes telah merasakan tubuhnya bekeringat dan memutuskan untuk mandi.

Randu: Berhasil, bro. Secara aku ajak demenan di hotel mau dia.
Tito: Gila bener, semua cewek lo gibas. Lah aku kebagian sama siapa coba? Itu kamu sama teman lain gak kebagian.
Randu: Gak peduli aku, yang penting happy. Kalau nyokap telepon jangan bilang aku di sini. Bilang aja sama kamu.
Tito: Enteng amat bicaranya, aku yang dilibatkan.
Randu: Iyalah, secara juga aku harapannya kamu tetap jadi sahabatnya aku.

Randu yang menutup telepon dengan sahabatnya itu lalu melanjutkan bersama tante Agnes, mereka yang berlama di hotel hingga pagi itu ia tak sengaja melihat mobil yang sama dengan papa Dandi.

Dia yang mengantar di depan gang tante Agnes langsung melanjutkan perjalanan dan pulang, mama Widya yang khawatir dari semalam memikirkan dirinya maupun anaknya tetap dianggap santai.

Pukul lima pagi itu membuat Randu sangatlah terlalu kelelahan hingga membuatnya merasa kantuk berlebih setelah senang-senang maupun meneguk beberapa aroma manis dan keras, berulang kali dirinya terjatuh ketika menaiki anak tangga mama Widya terus saja membantu membangunkan hingga ke kamar lalu menyelimutinya.

"Kenapa, semenjak ini papa dan kamu sudah seakan tak peduli dengan mama. Padahal hari ini adalah ulang tahun mama yang ke tiga puluh enam, kenapa malah justru diperlihatkan seperti ini?"

Mama Widya yang keluar dan menutup kamar itupun menangis, tapi sekitar pukul setengah tujuh Randu terbangun dan mencoba untuk tetap sekolah tanpa ada paksaan sedikitpun.

Ponselnya yang berdering cukup keras meminta untuk dirinya bergegas pergi, Randu yang melupakan sarapan maupun berpamitan terus melajukan sepeda motor dengan kecepatan tinggi.

Dengan lemas dirinya mendapatkan kabar dari nomer yang tak dikenal menjelaskan jika Rindu telah mengalami kecelakaan dan angkotnya terperosok ke jurang, tentunya Randu sangat terkejut akan kabar itu da membuatnya pingsan.

Tito yang memberikan kabar terlambat dari Randu melalui sms itupun setelah pulang sekolah langsung menuju ke hutan untuk mencari, sementara Randu yang masih terbujur lemas di rumah sakit.

"Bagaiamana ini, dokter? Jarum infusnya terus menolak untuk dipasang."
"Baiklah, suster. Ada baiknya hubungi keluarganya saja, coba untuk cari di ponselnya."

Ketika suster hendak memeriksa di seluruh kantong milik Randu dirinya terkejut disaat pasiennya terbangun, tentunya hal yang akan dilakukan berhenti.

"Aku di mana?"
"Adik tadi pingsan, jadi ada salah satu warga telah membawa adik ke rumah sakit. Ada baiknya untuk di rawat di sini terlebih dahulu hingga keadaan adik membaik."

Randu yang menolak langsung terbangun dan menyelesaikan administrasi menggunakan kartu miliknya, dia yang tak memedulikan orang yang membantunya itu bergegas ke hutan untuk mencari Rindu.

Tak ada yang dipikirkannya saat itu, seorang perempuan berparas ramping dengan rambut yang sedikit pirang dan berkacamata itu telah meluluhkan Randu hingga tak memikirkan kondisinya yang lemah.

"Aku harus bisa menemukan Rindu, aku tidak peduli apapun yang akan terjadi. Intinya aku harus mendapatkannya, apapun itu."

Randu yang memiliki cukup uang dari papa Dandi, ia juga menyewa orang sekaligus beberapa rekan papanya untuk mencari keberadaan Rindu.

Sementara Tito mencari seorang diri dan dibantu oleh beberapa bantuan tim sar yang dikerahkan, tak lama berselang malah justru mereka bertemu dengan Danu yang sama melakukan pencarian.

"Lo itu yang sama Rindu, kan?"
"Iya, dia adik gue. Tadi gue jemput dianya nolak dan pengen berangkat naik angkot, gue pikir ini tak pernah gue pikirkan. Lo juga temannya si kucrut kan?"
"Iya, dia sahabatku. Namanya Randu Wisanggeni, dia itu juga jatuh cinta sama si Rindu. Memang itu anak playboy tapi gak tahu kenapa biasanya sama cewek-cewek dia resek, terus ketemu si Rindu malah jadi kebalikannya."
"Memang ya, Rindu itu dari adik kelas memanglah memikat banget di kalangan kakak kelas maupun teman sekelasnya. Buktinya terlihat dengan seperti ini, tak hanya kita melainkan para teman sekelas kalian."
"Ya bener, lebih baik kita mencar saja. Ya biae lebih cepat begitu, mas. Lagian aku juga dari Jawa biasa aja gak papa. Ini nomerku."
"Sip, disimpan. Saling kasih kabar."
"Nggih."

Hujan cukup deras mengguyur hutan tersebut, beberapa orang maupun tim penyelamat menghimbau untuk meninggalkan kawasan namun Randu maupun kedua orang tersebut masih keras kepala dalam proses pencarian.

Guyuran yang cukup tinggi berhasil membuat tanah itu melongsor, mereka bertiga yang ditarik paksa dan disuruh masuk ke tenda yang telah disediakan akhirnya bertemu.

"Ini gara-gara gue, kenapa juga gue tadi gak nganterin Rindu. Udah tahu begini tadi gak akan mungkin dia jadi kecelakaan." Danu yang terus menyalahkan sendiri terus memukul-mukul rahangynya."
"Ini juga salah gue, kenapa gak bisa jagain." Keluh Tito.
"Apalagi aku, tahu firasat buruk terjadi gak bakalan juga aku bertindak ceroboh. Ya meskipun juga gak tahu rumahnya di mana? siapa orang tuanya."

Mereka yang menyalahkan sendiri itupun berniat bersatu untuk menemukan Rindu, bahkan mengikat tali persahabatan.

LATHITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang