Nana meminum kopinya yang mulai dingin, lalu menyesap rokoknya yang tinggal separuh. Kembang api diatas sana masih saja tidak berhenti adu keindahan, semakin malam justru semakin banyak dan meriah.
Puluhan panggilan dan pesan dari teman-temannya juga masih tak ia gubris. Ponselnya masih tersimpan disebelahnya tanpa ia sentuh sama sekali.
"Na, kalo lo gak bales-bales. Gue sama anak-anak kesana deh."
Itu adalah pesan dari Mark yang muncul dibar notifikasinya.
"Tunggu bentar, ceritanya belum selesai. Kalian boleh dateng kalau ceritanya udah usai," batin Nana.
Nana hanya mengatakannya dalam hati tanpa berniat mengetiknya, seakan ia dan teman-temannya dapat berbicara melalui batin.
***
Nana benar-benar merelakan mimpinya tahun ini, lelaki itu masih berharap Tuhan akan mengabulkan keinginannya yang lain ketika satu dari mimpinya tak bisa ia raih.
Keenam temannya mendaftar dibangku kuliah tahun ini, Mark dan Chenle yang awalnya berniat untuk kuliah diluar kota tiba-tiba mengurungkan niat mereka dan mendaftar dikampus yang sama dengan yang lain.
Jisung yang awalnya merengek akan gap year dengan alasan membantu kakaknya mengelola kafe ditolak habis-habisan oleh Nana. Jelas ia tahu bahwa alasan Jisung adalah untuk menemaninya. Dan Nana juga jelas tahu mengapa teman-temannya tidak memilih kuliah diluar kota seperti keinginan mereka dulu. Karena mereka ingin menemani Nana.
Nana bekerja di kafe milik kakak Jisung, ia juga bekerja di studio foto milik ayah Chenle. Penghasilannya lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Juga ia sisihkan untuk biaya kuliahnya tahun depan.
Bagaimana dengan kabar Bapak? Nana tak tahu sama sekali. Tapi Ibu sudah menyiapkan surat perceraian yang siap ditandatangani oleh Bapak. Ibu mencoba menghubungi semua teman Bapak agar beliau segera menyelesaikan urusan perceraian.
Nana tak bisa apa-apa dengan keputusan Ibu, meskipun sangat berat dan masih tak percaya keluarganya hancur dalam sekejap, Nana memilih untuk tetap diam.
Meskipun Nana ingin sekali marah dan menangis kencang dihadapan Ibu bahwa ia tak terima dengan semua ini, tapi ia bisa apa? Nana tidak boleh lemah demi sang adik, Anna hanya punya dirinya. Maka dari itu, sesakit apapun hatinya. Nana harus tetap berdiri kokoh untuk memeluk sang adik yang rapuh.
"Besok Bapak bakal tanda tangan surat perceraian," ucap Ibu disuatu sore membuat Nana yang baru datang dari kafe tersentak.
"Ibu udah ketemu sama Bapak?" tanya Nana.
Ibu menggangguk. "Temennya bakal bawa pulang, setelah ini semuanya bakal selesai. Ibu bakal lega."
Nana menghembuskan nafas berat, ada perasaan tak rela yang berkecamuk didalam dadanya. Tapi melihat betapa menderitanya Ibu selama ini membuat Nana berusaha meyakinkan dirinya sendiri mungkin ini memang keputusan yang terbaik.
BRAK!!
Ibu dan Nana tersentak ketika pintu rumah dibanting dan menampilkan sosok Bapak yang masuk dengan wajah marah.
"SIAPA YANG MAU CERAI?" teriak Bapak murka.
"AKU. KENAPA?" jawab Ibu tak kalah murka.
![](https://img.wattpad.com/cover/250279658-288-k731992.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Kepada 2020 | Na Jaemin✔️
Fiksi PenggemarIni hanya sebuah utas, tentang Nana yang merayakan kehilangan dan kepiluan di 2020. Tentang tahun yang merenggut habis banyak tawa para anak bumi. "Semoga 2021 lebih baik dari 2020." Tidak akan Nana lontarkan kalimat itu seperti setahun yang lalu...