"Bagaimana kabarmu Jay?" Tanya Alvaro kepada anaknya yang ada dihadapannya ini.
Jay membeku, mengamati wajah Alvaro yang ketampanannya tak kunjung luntur walaupun umurnya sudah tidak lagi terbilang muda.
"Jay!" Tegur Alvaro melambaikan salah satu tangannya didepan wajah Jay.
Jay mengerjap. "Baik, bagaimana denganmu?" Balas Jay yang membuat senyuman Alvaro luntur.
Alvaro terkekeh. "Bagaimana denganmu? Kabar Daddy baik."
Jay tersenyum kikuk. Dirinya tak biasa memanggil Daddy karena Tyler selalu melarangnya.
"Tak apa. Daddy tidak memaksamu." Sambung Alvaro. Alvaro mengambil kedua tangan Jay.
"Maafkan Daddy." Lirih Alvaro menundukkan kepalanya.
"Daddy tau selama ini kalian hidup dalam kesusahan. Maafkan daddy." Parau Alvaro menatap anak sulungnya.
Jay menatap Alvaro datar, ingin sekali dirinya tersenyum menatap sang Ayah yang sudah lama tidak ia lihat. "Tak apa." Balas Jay, menempatkan tangannya diatas tangan Alvaro seraya mengelusnya secara perlahan.
Tentu saja itu semua membuat Alvaro senang bukan kepayang.
"Tak apa. Kau tidak perlu merasa bersalah, yang lalu biarlah berlalu. Sekarang kau sudah melihat kami bukan? Dan seperti yang kau lihat; kami baik-baik saja." Jelas Jay.
"Terima kasih. Hanya kau yang mau menerima maaf dari daddy walaupun kesalahan daddy besar." Ujar Alvaro tersenyum haru.
Jay menghela nafasnya kasar. "Aku tau kau tidak sepenuhnya salah, dan pasti ada alasan tersendiri kau melakukan itu bukan? Aku hanya menunggu kau menjelaskannya padaku agar aku bisa melihat, apakah tindakan-ku ini salah atau tidak. Seperti apa yang dibilang Tyler selama beberapa tahun belakangan ini." Jelas Jay, menatap Alvaro penuh harap.
Baru saja Alvaro ingin membalas perkataan Jay serta menjelaskan sesuai yang di inginkan Jay, ponsel Jay berbunyi. Alhasil Alvaro mengurungkan niatnya untuk menjelaskan semuanya kepada Jay.
Hallo Winxel, ada apa?
Kau dimana? Bukankah kau sudah janji akan ikut bersama-ku dan Fiona?
(Jay diam sejenak, memerika jam yang ada di ponsel-nya)
Bukankah masih lama? Fiona bilang bukannya jam 5? Ini masih jam 3 sore.
Hemm, bantu aku mencari Tyler. Dia tidak ada setelah mengantarkanku pulang. Tyler juga mencari-mu tadi. Kau kemana emang?!
Aku sedang mengerjakan tugas sekolah di caffe. Aku akan segera pulang. Tunggu disana saja mengerti?
Iya aku tau, cepat pulang dan jangan lupa belikan aku steak di tepat yang biasa.
Oke.
Setelah itu, Jay menutup sambungannya dan kembali menatap Alvaro yang tengah menatapnya.
"Ada apa Winxel menelepon-mu?" Tanya Alvaro.
"Menyuruhku pulang." Jawab Jay yang membuat hembusan nafas Alvaro keluar.
"Maafkan aku. Aku harus pulang sekarang." Sesal Jay, mau tak mau Alvaro menganggukkan kepalanya.
"Tak apa, kembalilah. Jaga Mommy serta adik-mu." Peringat Alvaro yang
Jay mengangguk mengerti, bangkit dari duduknya lalu pamit pergi kepada Alvaro.
"Ada apa?" Tanya Jay dengan kerutan di kening ketika Alvaro memegang pergelangan tangannya, disaat dirinya ingin pergi.
"Bisakah aku mengantar-mu?" Pinta Alvaro dengan tatapan memohon.
Jay bimbang saat ini. Sebenarnya ia sangat mau menerima ajakan serta tawaran Alvaro. Ia sudah lama tidak satu mobil dengan daddy-nya. Tapi, kalau sampai Tyler melihat? Bisa terjadi masalah.
"Maafkan aku. Bukannya aku tidak mau di antar oleh-mu. Tapi aku tidak mau Tyler marah ketika melihat dirimu disana." Tolak Jay selembut mungkin. Ia tidak mau mengambil tindakan yang salah saat ini.
Helaan nafas keluar dari mulut Alvaro. "Baiklah aku mengerti. Mungkin ini belum saatnya. Tapi aku berjanji akan sepenuhnya membuat Tyler berubah dan mau menerima-ku kembali." Ujar Alvaro yang membuat Jay menatapnya kasihan.
Tyler itu tipe orang yang kalau udah benci? Akan susah di luluhkan. Dia juga tipe orang yang kalau udah benci? Jangankan lihat muka orang itu, melewati depan rumah orang yang ia benci juga ia tidak sudi.
Maka dari itu Jay menatap Alvaro penuh kasihan. Sepertinya usaha yang akan dilalui Alvaro sangat berat dan akan sangat lama untuk meluluhkan hati seorang Tyler Clauren Miller.
"Jay, are you okey?" Tanya Alvaro penuh selidik.
Jay yang tengah melamun pun tersentak. Menggelengkan kepalanya lalu tersenyun. "Aku baik-baik saja." Balas Jay.
"Kalau begitu aku pergi." Pamit Jay lagi lalu pergi meninggalkan Alvaro.
Jay terus melangkahkan kakinya keluar kedai. Hingga disaat dirinya keluar, ia terkejut karena dihadapannya sudah ada seseorang yang sangat ia kenal.
"Tyler?" Ucap Jay dengan terpatah.
Tyler menatap Jay dengan amarah yang memuncak. Ditatapnya Jay, seolah Jay adalah musuhnya saat ini juga.
"Masuk!" Titah Tyler dengan penuh penekanan, seolah tidak ingin di bantah.
Jay menghela nafasnya secara kasar, masuk kedalam mobil dengan langkah pasrah. Dirinya pasti akan dimarahi oleh adiknya ini.
Setelah Jay masuk, Tyler langsung ikut masuk kedalam mobil. Duduk dikursi kemudi lalu pergi meninggalkan Caffe.
Didalam mobil, mereka berdua hening. Tyler yang tengah menahan amarahnya agar tidak bersikap kurang ajar terhadap kakaknya. Serta Jay yang diam, menyusun kata agar Tyler tidak salah paham lalu marah terhadap dirinya dan juga Alvaro.
Sampai dikediaman Miller, Tyler langsung masuk dengan detuman pintu yang ia tutup sangat keras, sampai Winxel yang tengah bermain playstation pun tersentak kaget dan langsung menyusuli sumber suara.
Jay tentu tidak diam. Ia segera menyusul Tyler, menjelaskan semuanya yang terjadi agar adiknya ini tidak salah paham.
"Tyler, tunggu aku dulu! Biar aku yang menjelaskan semuanya!" Pinta Jay yang terus diabaikan oleh Tyler.
"Kau mau kemana? Jay memanggil-mu." Tanya Winxel, mencegah Tyler yang ingin masuk.
Tyler mengatur emosinya agar tidak melampiaskan amarahnya kepada adik bungsu yang ia sayang.
"Winxel minggir." Pinta Tyler kepada Winxel yang terus menghalangi langkahnya.
"Tyler, biar aku--" ucapan Jay terpotong karena Tyler menyentakan tangan Jay dari pergelangan tangannya dalam satu kali hentakan.
"Aku sedang emosi saat ini. Lebih baik kau diam!" Pinta Tyler kepada Jay saat ini.
"Tapi Tyler. Kamu--"
"Kalian bertengkar?" Tanya Winxel mengintrupsi mereka berdua, menatap Jay dan Tyler secara bergantian.
"Winxel, bisakah kau masuk kamar terlebih dahulu? Aku ingin bicara dengan Tyler." Pinta Jay.
"Tidak perlu. Bukankah aku sudah bilang kalau aku tidak ingin berbicara pada-mu saat ini. Aku sedang emosi dan sangat marah dengan-mu saat ini. Untuk menghormati dirimu sebagai kakak, serta tidak mau berkata kasar kepada-mu lebih--"
"Aku tidak perduli! Kau harus mendengarkan-ku saat ini! Turuti perintah-ku sebagai kakak!" Potong Jay, menatap Tyler dengan wajah datar dan dinginnya.
Tyler diam? Tentu saja tidak! Ia menatap balik tatapan Jay yang mengintimidasinya.
Winxel yang melihat tatapan mereka berdua pun meneguk salivahnya secara kasar.
Winxel sudah hapal sekali tatapan mereka berdua, tatapan yang tidak ingin dibantah satu sama lain. Kalau mereka berdua tidak mau mengalah atau menuruti salah satu-nya? Winxel yakin seratus persen, mereka akan bertengkar sampai ada seseorang yang memisahkan mereka.
'Aku harus apa?' Batin Winxel bingung.