"Disaat sabarku menjadi sadar,
Peduliku menjadi diam,
Kamu bebas sekarang."–Aqila Queenaratuarez–
Jam pelajaran telah dimulai sekitar Lima belas menit yang lalu, Qila sedari tadi hanya menunduk karena menatap Penutup Luka pemberian Daniel. Daniel yang duduk disamping Qila karena mereka sebangku melirik Qila, melihat wajah gadis itu yang tengah senyam-senyum tidak jelas. Tatapan Daniel teralih menatap penutup luka pemberiannya, karena cuma masalah itu? Qila menjadi senyam-senyum tidak jelas? Pikirnya heran.
"DANIEL! QILA!" Kedua pemuda itu tersentak kaget saat Guru Killer mereka memanggil nama mereka.
"SAYA LAGI NERANGIN DAN KALIAN MALAH ASIK PACARAN? KELUAR! HORMAT BENDERA! SE-KA-RANG!" Bentaknya membuat seluruh nurid kelas menatap kearah mereka berdua.
"Tapi Pak, saya ngga–" Ucapan Qila terhenti saat Pak Agus kembali berteriak.
"KELUAR KALIAN!"
Daniel bediri, memasukkan tangannya kedalama saku celananya, berjalan santai keluar kelas seolah tidak ada beban. Berbeda dengan Qila yang menunduk karena malu, berjalan cepat mengikuti Daniel.
"Perasaan kita berdua ngga salah deh? Ngobrol engga, ribut engga, diem iya." Cerocos Qila. "Terus salah kita dimana cobak?" Tanya Qila kepada Daniel.
Daniel hanya diam, membuat Qila menatapnya tajam. "Daniel! Gue tuh lagi ngo–eh, lo mau kemana? Lapangannya disana, Daniel!" Teriak Qila saat Daniel bukan memasuki lapangan melainkan berbelok menuju kantin.
Qila menghela nafas panjang, kakinya pun berjalan malas menuju Lapangan itu. Mendongak, menatap sinar natahari yang begitu panas. Tengah hari disiang bolong ia pun mau tak mau harus hormat kepada bendera yang terpasang di tiang sekolah.
"Pak Agus ngga tau apa ini tuh tengah hari? Panas banget Pak!" Gerutu Qila dengan tangan yang masih ia angkat untuk hormat.
Tiga Puluh Menit berlalu, Qila mengibaskan tangannya saat keringat mulai menbanjiri wajahnya. Dirinya benar-benar tidak sanggup, mengingat ucapan sang Dokter yang tidak boleh dirinya berdiri terlalu lama diatas trik sinar matahari karena tubuhnya yang lemah. Qila menggelengkan kepalanya perlahan karena pusing mulai menghantan kepalanya.
Qila tersentak kaget saat sebuah benda dingin menempel di Pipinya. Qila mengambil botol yang berisi minuman dingin dari tangan Daniel.
"Makasih." Ucap Qila pelan. Qila memutar penutup botol itu lalu meminumnya hingga setengah.
"Lo dari kantin? Udah hampir Satu Jam lo dikantin. Seharusnya dari tadi lo itu disini, yang namanya hukuman itu harus dijalani. Lah ini malah kab–" Qila menghentikan ucapannya saat pusing dikepalanya semakin menjadi.
Daniel yang mendengar celotehan Qila terhenti pun melirik Qila, melihat Qila yang sedang memegang Kepalanya seraya meringis sakit.
"Eh," Daniel dengan sigap menahan tubuh Qila yang hampir saja jatuh ke lantai. Menggendong Qila ala bridal style menuju UKS. Jam istirahat baru saja tiba, seluruh murid SMA Smith pun menatap ke arah mereka berdua. Tak sedikit dari mereka pun mengabadikan momen itu.
Satu Jam berlalu, dan Qila belum juga terbangun dari pingsannya.
Karin yang berada disamping Qila matanya berbinar saat Qila menggerakkan tubuhnya seraya mengerjapkan Matanya perlahan. Qila memegang Kepalanya yang masih terasa pusing.
"Qila, lo ngga apa-apa 'kan? Ada yang sait ngga? Kepala lo kenapa? Pusing? Gue pijit–"
"Daniel mana?" Tanya Qila memotong pertanyaan beruntun Karin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Daniel | Akhir Yang Bahagia [On Going]
Teen Fiction[ DILARANG MEMPLAGIAT CERITA INI ! ] [ • Typo Bertebaran !!! • ] [ • Revisi jika sudah selesai • ] _______ Menceritakan seorang anak muda bernama Daniel yang harus menanggung ide gila Kedua Orang-tuanya kare...