13. NL : Want to stay. But, how?

991 104 26
                                    

Ada yang nungguin??????

























"In the end, I couldn't ask you to stay."
-Exo, Stay.


"Guanlin tidak ikut ayah?" tanya Jaemin sambil membantu ayahnya packing untuk pulang besok hari.

"Sepertinya tidak. Andai dia niat ikut pasti sudah packing juga sekarang,"

"bagaimana kalau kau saja yang ikut?"

Ide yang bagus, tapi tidak mungkin.
"Ingin, sih. Tapi tahu sendiri, kan? Ibu dan kakek pasti tidak akan memberi izin. Kalau ayah mau membantuku hingga mendapat izin, aku mungkin bisa ikut."

"Oh, tidak! Terima kasih. Ayah sedang malas berdebat." Tuan Lai langsung menolak saran si-sulung.

"Omong-omong, apa ibumu memang sering lama tidak pulang ke rumah?" Setelah membiarkan hening beberapa saat Tuan Lai bertanya. Bukan hanya sekedar membuat suasana untuk tidak hening, tapi ia memang penasaran. Takutnya, sang istri tidak pulang karena ada dirinya di rumah sementara rumah sangat sepi karena selain tuan rumah, pelayan yang bekerja dan menetap tidak banyak.

"Iya," jawab Jaemin lesu. Membahas ibunya membuat mood Jaemin down.

"Bahkan ketika kamu di rumah sakit?"

Jaemin mengangguk, "Dia selalu merasa dirinya yang paling berperan besar untukku, tapi sebenarnya selama ini aku merasa tidak mendapat support apapun darinya,"ungkap Jaemin.

"Nana... Ibu mu..."

"Kau jangan membela dia! Aku muak mendengar alasan yang hampir sama untuk meyakinkanku tentangnya." Jaemin segera memotong ucapan sang ayah. Persetan dengan sopan santun. Ia menduga pasti ayahnya itu akan menenangkan dengan kalimat-kalimat positif tentang ibunya.

Tuan Lai bangkit dan membawa Jaemin ke rangkulannya, lalu menuntun anak itu menuju kasur. Packing-nya belum selesai. Tetapi tidak apa, biar nanti subuh ia lanjutkan.

"Kita tidur bersama, ya, malam ini," tawar Tuan Lai, membuka selimut dan memberi gestur agar anaknya masuk dalam selimut itu.

Jaemin menurut, sudah lama tidak ada yang menemaninya tidur dan sekarang ia akan ditemani oleh sang ayah yang Jaemin lupa kapan terakhir kali ayahnya itu tidur dengannya.

"Sudah minum obat, kan?" tanya Tuan Lai dan Jaemin hanya mengangguk.

"Kalau begitu, tidur, ya?"

***

"Kau tidak jadi ikut?" Jaemin bertanya pada adiknya yang sedang berenang di kolam besar rumahnya, pertanyaan basa-basi sebenarnya karena ia sudah tahu jawabannya.

"Pesawat Ayah sudah take off dan kau liat aku ada di sini sekarang. Jadi, menurutmu?"

Jaemin menghela napas atas jawaban bernada ketus adiknya.
"Kenapa tidak ikut?" Yang kali ini adalah pertanyaan yang benar-benar ingin Jaemin tanyakan.

"Aku akan menyusul ketika liburan musim panas," jawab Guanlin lalu melanjutkan aktivitas renangnya.

Sedang Jaemin tiba-tiba merasa kecewa karena jawaban adiknya itu.

Jadi, Guanlin bukan tidak jadi pergi? Tetapi hanya menunda kepergiannya???

Entah kenapa, Jaemin menjadi tidak rela kalau Guanlin pergi. Padahal sebelumnya ia sendiri yang bahkan terlihat sangat menginginkan adiknya untuk ikut ayah mereka.

Jaemin memang se-plin-plan itu. Maka, saat dirinya mengatakan 'pergi' , pergilah! Sebelum ia berubah pikiran.

***

Jaemin melihat adiknya berjalan dengan Tzuyu di koridor. Mereka berdua terlihat sangat akrab, bahkan ia melihat Guanlin tertawa.

Jaemin senang, adiknya punya teman juga, ternyata.

"Doorr... Tertangkap basah!" Seseorang tiba-tiba datang mengagetkan.

Jaemin mendesis kesal, "Tertangkap basah apa?"

"Memperhatikan Tzuyu, kau menyukainya?"

Jaemin memutar bola mata malas atas dugaan tidak mendasar siswa seumurannya itu. Menyukai Tzuyu? Yang benar saja! Yang dirinya perhatikan bukan gadis itu, tapi adiknya.

"Lee Jeno, daripada kau mengfitnah yang tidak-tidak, mending kita ke kantin bersama, lalu traktir aku, okay?"

Jaemin merangkul siswa yang ia sebut Lee Jeno itu dengan tangan kanannya yang ia letakkan di pundak lebar Jeno, kemudian dengan seperti itu ia menyeret Lee Jeno untuk mengikuti langkahnya.

Na Jaemin sudah hitungan bulan bersekolah di Daehang, jadi wajar dirinya sudah cukup akrab dengan siswa di sana. Terutama dengan Lee Jeno, teman sekelasnya yang pertama ia kenal setelah Tzuyu. Anak itu seru dan cocok berteman dengan Jaemin, ia juga sangat baik, bahkan membantu Jaemin beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Memperkenalkan Jaemin pada teman-teman yang lain dengan mengajaknya ikut bergabung jika sedang ada yang berkumpul membicarakan topik random di kelas.

***

"Jaemin-aa..." Suara lembut dokter Kim yang baru saja membaca laporan pemeriksaan memecah keheningan di ruangannya itu.

"Kau harus memberitahu orangtua atau keluargamu mengenai ini." Nada bicaranya sangat hati-hati, mengandung iba sekaligus perhatian tulus.

"Paman, bisa hanya memberikanku obat atau injeksi biasa saja?" kata Jaemin, dengan topik yang berbeda dengan dokter Kim. Pemuda itu tidak terlalu kaku lagi berinteraksi dengan dokternya, cukup lama ditangani dokter Kim membuat Jaemin akrab dan tidak sungkan hingga memanggil paman dokter Kim Heechul.

"Nana-ya, ini bukan sesuatu yang sangat besar jika kita tanggap meski tidak ada jaminan. Kita harus melakukannya lagi, Jaemin." Dokter Kim masih berusaha membujuk Jaemin.

"Tidak ada jaminan, ya?" gumam Jaemin masih terdengar di telinga dokternya.

"Tapi setidaknya ini bisa menghambat hingga mengurangi efek dari penyakitmu itu, Nana-ya."

Jaemin tersenyum menanggapi ekspresi penuh rasa khawatir Heechul, "Aku sudah bilang minggu lalu, aku tidak akan melakukan treatment yang sama lagi, paman."

"Aku juga sudah bilang jauh sebelumnya, bahwa metode itu tidak langsung memberi kesembuhan total, di beberapa khasus bahkan pasien harus melakukannya hingga berkali-kali."

"Bahkan ada yang melakukannya hingga mati tapi tidak sembuh-sembuh?" Jaemin melanjutkan dengan contoh khasus lain yang tidak dokter Kim sebutkan.


Jaemin berdiri dari duduknya, "Aku akan tetap pada pendirianku. Aku pamit, paman. Jika ada hal lain yang perlu disampaikan hubungi saja aku. Terima kasih untuk hari ini." Pemuda berusia belasan itu melangkah keluar dari ruangan dokter Kim, menyelesaikan secara sepihak konsultasinya hari ini.

"Your words, saying things'll get better some day.
To me, it's already deep inside.

The words I couldn't say in the end... stay."
-EXO, Stay.

TBC~

Terima kasih buat yang meninggalkan komentar yang cukup 'deep' di chapter sebelumnya. Sebenarnya belum memenuhi target vote, tapi karena target komentarnya udh lewat bgt, jadi yaudah ini hadiah buat kalian yg meninggalkan jejak lewat komentar.

Berharap chapter ini tidak mengecewakan kalian 💙

No Longer || Jaemin, Guanlin [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang