Pembaca yang baik tidak akan lupa meninggalkan jejak untuk menghargai penulis ☺️.
"Good feels bad, bad feels good. The whole world upside down, i'm in trouble."
-EXO, Trouble
Akhir pekan telah tiba, tidak terasa Jaemin telah melewati tiga minggunya di Daehang High School. Tidak ada sesuatu yang berarti, kehidupan sekolahnya berjalan layaknya siswa pada umumnya.Hari ini adalah libur akhir pekan Jaemin yang ketiga, tetapi harus lagi-lagi ia lalui di tempat yang memuakkan.
"Kenapa kita harus ke rumah sakit setiap minggu? Kenapa bukan dokter Kim saja yang ke rumah? Ibu kan tau aku tidak suka dengan bau rumah sakit."
Jaemin terus berbicara di belakang ibunya yang saat ini sedang sibuk bertanya tentang dokter Kim dan check up Jaemin di pegawai administrasi rumah sakit.
"Jangan banyak bicara, ayo ikut ibu."
Nyonya Lai menarik tangan Jaemin
agar anaknya itu segera mengikutinya ke ruangan dokter Kim."Ibu... aku bukan anak kecil lagi, aku bisa jalan sendiri." Tapi Jaemin yang kesal dengan sang ibu, menghempaskan cengkraman nyonya Lai dari pergelangan tangannya.
"Na Jaemin, kalau kamu memang bukan anak kecil lagi, hentikan kebiasaan banyak bicaramu itu, dan turuti perintah ibu, ibu mengabaikan pekerjaan ibu demi kamu, kau seharusnya mengerti sedikit Na Jaemin!" Ibu Jaemin menatap anak nya, marah. Bukan tanpa alasan ia marah. Sejak tadi, bahkan sebelum mereka berangkat Jaemin terus-terusan mengutarakan protes, hingga nyonya Lai kini jengah dengan celotehan Jaemin yang tidak ada hentinya.
Melihat sang ibu marah, Jaemin sedikit terkejut. Selama ini sang ibu selalu lembut padanya, semenyebalkan apapun dirinya.
Nyonya Lai yang sadar akan reaksi Jaemin itu, menghembuskan nafas berat, lalu berbicara lebih lembut pada putra sulung nya. "Jaemin-aaa, maaf ibu membentak mu tadi, ibu tidak bermaksud. Maafkan ibu, hmm?"
Jaemin masih diam, tidak menanggapi perkataan ibunya, tatapannya sulit diartikan.
Nyonya Lai menghembuskan nafas beratnya lagi, lalu mulai berbicara kembali pada Jaemin yang betah membungkam di tempat.
"Nana-yaa, ayo kita ke ruangan dokter Kim sekarang." Nyonya Lai membujuk sambil berusaha meraih lengan Jaemin, tapi Jaemin menghindar dari gapaian tangan ibunya itu.
"Aku bisa melakukannya sendiri, aku bukan anak kecil lagi, kan? Jadi, pulanglah, aku akan bertemu dengan dokter Kim dan check up setiap minggunya sendirian mulai hari ini," ucap Jaemin sebelum pergi melewati ibunya begitu saja.
Sepertinya hormon remaja saat ini menyerang Jaemin, dia ingin bersikap dewasa. Namun jatuhnya malah kekanak-kanakan.
Setelah resmi release dari rumah sakit setelah perawatan berbulan-bulan, Jaemin selalu berusaha menunjukan sisi lain yang ia anggap adalah sisi dewasa. Tapi, nyatanya Ia belum begitu bisa membaca situasi, bahkan belum bisa membaca dirinya sendiri.
Jaemin merasa buruk disituasi yang baik, dan malah sebaliknya disituasi yang tidak baik. Hingga tindakannya selalu tidak sesuai, bahkan sampai berhasil membuat sosok yang tidak pernah membentaknya sebelumnya marah.
Tetapi bagi Jaemin apa yang ia lakukan adalah tindakan yang tepat. Jaemin sudah berjanji, bahwa dirinya akan tegas terhadap apapun dan siapapun. Dia bukan lagi anak kecil yang semua tentang hidupnya harus diatur orang lain. Sudah cukup, ia diremehkan, diragukan mengurus diri sendiri, dan dikasihani.
Jaemin ingin mandiri, ingin memutuskan hal-hal berkaitan dengannya melalui pertimbangannya sendiri, menanggung resiko dari apa yang ia perbuat.
Selama ini, Jaemin hidup dimudahkan oleh tangan orang lain. Di titik di mana ia bersalah pun, yang terkena imbas bukan dirinya, tapi orang lain. Na Jaemin sadar hal itu sejak lama, tetapi dirinya tidak punya keberanian untuk mengutarakan ketidaksukaannya atas cara orang sekitar melindunginya, sebab ia memang butuh semua perlindungan itu.
Namun, sekarang berbeda, Jaemin ingin berubah. Demi dirinya, demi Guanlin, demi menyadarkan keluarganya akan sesuatu yang luput dari perhatian mereka. Sekarang Jaemin sudah kuat--lebih tepatnya harus kuat untuk mengembalikan sesuatu yang ia renggut tanpa niat.
**No Longer**
"Guan-aaa, kau di mana?" Jaemin sedang menelpon di taman rumah sakit."..."
"Aku sedang di rumah sakit. Segeralah ke sini!" ucapnya membuat yang ia telpon panik.
"..."
"Aishh... Aku tidak apa-apa. Aku hanya ingin check up,"
"tapi tidak ada yang menemaniku."
Nada di kalimat terakhir Jaemin terdengar melemas."..."
Lalu tersenyum setelah membiarkan lawan bicaranya berbicara.
Masih dengan senyum yang terpatri di wajahnya, Jaemin menurunkan ponselnya dari telinga. Ia senang mendapat tanggapan positif dari Guanlin. Biasanya saudaranya itu akan banyak protes sebelum 'mengiyakan' Jaemin, tapi kali ini adiknya itu menurut hanya dengan satu jurus memelas.
Jaemin tidak benar-benar pergi menemui dokter Kim setelah menyuruh ibunya pulang. Ia tidak tahu bagaimana cara bertemu dengan dokter yang bertanggungjawab atas pengontrolan pasca transplantasinya-dokter yang sama dengan yang merawatnya sejak terapi kanker dengan menggunakan metode kemo. Jaemin tadi sudah sampai di depan ruangan dokter Kim tetapi ketika ia mengetuk pintu ruangan dokternya itu tidak ada respon sama sekali, mencoba membuka pintunya pun tidak bisa. Hingga akhirnya ia memutuskan untuk jalan-jalan dan berakhir di taman rumah sakit. Tak sampai 10 menit di sana, Jaemin jenuh. Ingin kembali menuju ruangan dokter Kim pun ragu, buang-buang tenaga kembali ke sana jika ternyata dokter Kim masih belum ada.
**No Longer**
"Kenapa malah ke taman padahal sudah konsultasi di resepsionis?" Guanlin yang berjalan beriringan dengan Jaemin di koridor rumah sakit bertanya kesal.
"Aku kan sudah bilang kalau aku sudah datang ke ruangan dokter Kim tapi ia tidak ada di sana." Jaemin membalas tidak kalah kesalnya, ia sudah menjelaskan berkali-kali alasan kenapa dirinya berakhir menunggu di taman rumah sakit, tetapi Guanlin terus saja menanyakan hal yang sama.
"Makanya telpon dokter Kim, bodoh!" Walau matanya tidak menaruh atensi pada Jaemin, Guanlin tetap berujar penuh penekanan.
"Aku tidak punya nomor telponnya Lai Guanlin." Jika Guanlin terdengar tegas disetiap kalimatnya, Jaemin berbeda. Nada bicara Jaemin bergetar disetiap pembelaan yang ia lontarkan, persis seperti seorang anak kecil yang membela diri ketika disalahkan--merasa tidak bersalah, tetapi sedikit gentar ketika bersuara.
Guanlin hanya menghembuskan napas kasar kali ini. Ingin marah-marah lagi tidak mungkin, mereka sisa tinggal tiga langkah dari ruangan dokter Kim yang sekarang pintunya terbuka lebar.
Bersambung~
Hellow...
NaLai is back!!! Ada yang rindu???Sorry for very slow update 🙏, hwuhwu 😭.
Tinggalkan vote dan komen untuk dua kesayangan kita, biar mereka berdua rajin muncul 😂.
Oh iya, Selamat tahun baru islam ya buat umat muslim 😀.
Thanks, and see u 🤗.
KAMU SEDANG MEMBACA
No Longer || Jaemin, Guanlin [On Going]
FanficMengapa ia hidup sebagai bayangan kakaknya? Mengapa harus ia yang bertindak melindungi kakaknya? Mengapa harus ia yang bertugas menjaga kakaknya? Kenapa harus Guanlin yang berkorban demi sang kakak--Na Jaemin? ____ Namun, benarkah Lai Guanlin hidup...