"Dia yang salah, atau aku yang terlalu baperan?"
~ Tasya K.A
_ Tasya POV
Hati ku hancur berkeping-keping, disaat mendengarkan sederet uraian kata dari seorang pemateri muda yang hebat tadi.
Dan mata ku juga, tak berhenti-hentinya menangis. Kala mengingat-ingat kejadian tadi. Terasa menancap begitu dalam kata-kata itu, di lubuk hatiku.
Flasback on!
"Menjadi seorang muda-mudi yang pantang terhadap kata pesimis. Itu bukanlah suatu hal yang mudah! Selain do'a dan usaha. Kita juga sebagai anak, sangat membutuhkan asupan dukungan dari orang-orang yang terdekat. Contohnya, orang tua!"
"Kita mungkin sudah tumbuh menjadi seorang anak dewasa, dengan beragam kepribadian yang berbeda. Namun, jangan salah. Kita tetap lah seorang bayi di hadapan orang tua kita. Kenapa? Karna se-dewasa apa pun kita, sehebat apa pun diri kita, kita tetaplah seorang anak yang membutuhkan kasih sayangnya. Jadi intinya, perhatian dari kedua orang tua, sangat berperan dalam proses masa depan yang sedang Kamu gali!" jelas pemuda itu tersenyum penuh percaya diri. Mengucapkan setiap kata yang berkaitan tentang orang tua, dengan lantangnya.
Berbeda dengan diriku, aku hanya mampu menatap nanar pemateri itu. Berpura-pura tersenyum. Walaupun di hati, aku tengah merasakan sakit!
Bagaimana tidak?
Ucapan yang baru saja ia katakan sangat bertentangan dengan hidup ku. Jangankan dukungan, raut wajah tersenyum dari mereka pun, sama sekali tak pernah menyapa diriku, batinku."Emm... Tapi, jangan berkecil hati dulu, ya teman-teman. Mungkin sebagian orang di sini, ada yang sudah ditinggal oleh orang tuanya, korban broken home, dan mungkin ada pula yang orang tuanya masih utuh semua. Tapi, tidak mendapatkan perlakuan yang adil dari mereka. Ada banyak kok kasus seperti itu!"
"Aku hanya ingin berpesan, tetap semangat untuk kalian! Kalian adalah orang-orang yang hebat! Kalian adalah orang yang berbeda dari yang lainnya. Kalian bisa tetap berdiri, meskipun tak ada satu pun orang yang mendukung." Tutur pemuda itu serius, sembari menggenggam erat telapak tangannya. Lalu mengacungkannya ke depan dengan penuh semangat yang tinggi.
"Ingat! Tak akan selamanya harus orang tua yang peduli dengan Kamu! Ada banyak orang di sekitaran Kamu yang ternyata menaruh rasa perhatian di dalam diri Kamu. Dan kalau pun, tak ada. Allah, adalah satu-satunya tuhan yang selalu peduli pada tiap-tiap hambanya. Jangan bersedih, hanya karena tak ada satu pun orang yang bersedia mendengarkan curhatan hatimu. Bukankah Allah maha mendengar?
Maka dari itu, dekatkanlah dirimu kepada Allah!
Curhat dan tuangkanlah apa yang ingin kau sampaikan pada-Nya.
Jadikan Ia, sebagai penawar luka di hati, dan sebagai seorang teman yang selalu mengerti," lanjut pria itu dengan bijaknya. Kata-kata yang ia ucapkan, telah rangkum menjadi satu kesimpulan yang sungguh baik."Ingat pesan saya. "Jangan hiraukan celaan dari orang-orang yang hanya bisa membuat dirimu melemah. Fokus saja terhadap impian Kamu! Masih banyak potensi-potensi yang harus Kamu gali! Masih banyak angan yang harus dijadikan nyata! Dan ingat, orang-orang hebat adalah orang yang tetap maju, meskipun dengan hambatan yang bertubi-tubi di depannya!" jelasnya, menatap berbinar netra para audiens. Dilengkapi seuntai kata kalimat motivasi, membuat para audiens pun, mengembangkan senyum semringahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suratan Takdir Seorang Insani (Hiatus)
Teen FictionBlurb: "Suratan Takdir Seorang Insani" Jika dirimu hanya dianggap benalu. Jika bicara mu hanya dianggap patung. Jika kau ada namun tak pernah dianggap. Jika kisah hidupmu hanya bercerita tentang luka. Bagaimana rasanya? Apakah hatimu takkan sakit? ...