🌈 Happy Reading 🌈
.
.
."Aku tak tahu kenapa perasaan ini bisa hadir? Mengapa hati ini selalu bergetar, kala ku sebut namanya? Mengapa aku tak bisa berhenti memikirkan dirinya di setiap malam? Walau sebenarnya mata ini, sudah lama sekali tak berjumpa dengan dia."
"Aku memang bodoh. Sangat bodoh. Kenapa aku harus jatuh hati pada satu orang, seperti yang sepupu ku cintai pula! Seolah-olah, tak ada perempuan lain lagi di bumi ini."
"Aku ingin melupakannya. Tapi tak bisa! Sekeras apa pun aku memaksa, pikiran ini tetap terpusat pada dirinya. Aku hanya bisa berdoa, dan berharap. Jika Dia, adalah takdir, yang telah Allah gariskan untukku!"
~ Zaidan.
***
Tak dapat dipungkiri lagi, Zaidan sudah benar-benar jatuh terperangkap dalam kaset memori cinta segitiga. Perasaannya begitu dalam pada Tasya. Terbukti, dari serangkaian kalimat yang ia tulis, melalui aplikasi di ponsel pintarnya. Berharap dirinya lah, yang akan menjadi pemenang hati gadis itu. Akan tetapi, sebesar apa pun, ia menaruh harap. Sekeras apa pun ia berusaha. Dan sebanyak apa pun doanya. Semua akan tetap kembali pada keputusan mutlak Sang Illahi.
Dua pasang mata, tak henti-hentinya berjaga. Senantiasa mematroli seorang gadis, yang sampai saat ini, masih larut dalam keadaan tertidur. Tidak salah satu pun dari mereka, memasang niat untuk meninggalkan gadis itu. Demikian juga dengan rasa kantuk, rela mereka lawan. Hanya untuk tetap menjaga Tasya, sampai ia terbangun. Karena ketahuilah, kedua insan itu tengah bersaing secara diam, demi memenangkan satu hati. Baik Bagas ataupun Zaidan, sama sekali tak mau ketinggalan satu detik saja, tentang keadaan seseorang, yang nyaris membuat hati mereka hancur.
Bagas menjaga Tasya, di sisi ranjang tidurnya. Sambil terus menguap, karena rasa kantuk yang tak bisa diajak kompromi. Sementara dengan Zaidan, ia meronda dari kursi yang ada di dalam ruangan. Keduanya persis seperti pengawal yang setia.
"Gas, temenin aku cari makan, yuk! Bentarrr aja," pinta Mentari, penuh harap. Netranya sudah jengah melihat sebegitu perhatiannya Bagas pada gadis itu.
"Maaf, Tar. Aku gak bisa, Kamu sendiri aja, ya. Atau kalau nggak, Kamu temuin Bunda, terus minta temenin Bunda," jawab Bagas semaunya saja. Membuat Mentari, harus benar-benar bersabar, untuk ke sekian kalinya.
"Kenapa? Karena gadis itu, ya?" tanya Mentari, mengarahkan pandangannya pada Tasya.
Pemuda itu mengembuskan napas berat. Lalu mengangguk. Mengiyakan pertanyaan dari wanita itu. Dugannya benar. Bagas tak ingin meninggalkan Tasya sendiri. Padahal di sini, masih ada satu orang lagi. Sejenak, Mentari menatap Bagas kecewa, lalu beringsut pergi. Tanpa hendak mengatakan sepatah kata pun.
Tak lama menit berselang, tubuh Tasya mulai menunjukkan refleks bentuk kesadaran. Jari-jemarinya bergerak secara perlahan. Ia pun terbangun. Melihat di sekelilingnya dengan mata menyipit. Ternyata dirinya masih berada dalam atap rumah sakit. Ia mengangkat kepalanya pelan-pelan. Tak pernah menyangka, jika ada seseorang yang sedang tertidur, di sisi ranjangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suratan Takdir Seorang Insani (Hiatus)
Teen FictionBlurb: "Suratan Takdir Seorang Insani" Jika dirimu hanya dianggap benalu. Jika bicara mu hanya dianggap patung. Jika kau ada namun tak pernah dianggap. Jika kisah hidupmu hanya bercerita tentang luka. Bagaimana rasanya? Apakah hatimu takkan sakit? ...