"Dia itu bukan anak aku!" ketus wanita itu begitu kejam. Melirik sesekali seorang bayi yang baru saja lahir, dari rahimnya sendiri dengan tatapan jahat.
Degup jantung seolah bergemuruh cepat. Perasaan hati mulai tak karuan. Mulut seakan-akan, dapat dengan lancarnya untuk mencaci, membantah tegas, ucapan tak terima dari mulut yang tak tahu diadab!
Ketika mendengar pengakuan tak terduga dari sosok wanita muda yang dikenal mempunyai sifat baik hati, namun ternyata berubah menjadi sosok yang asing bagi ibundanya sendiri.
"Bulan! Jaga ucapan Kamu!" jawab wanita paruh baya itu kesal, sekaligus tak percaya.
"Bukan!" tukasnya cepat. Bahkan sekali lagi, wanita muda itu dengan lantangnya menolak, bahwa anak yang tengah digendong ibundanya sendiri. Itu bukanlah anak bagi dirinya!
Sekali lagi, Si pemilik sifat durjana ini, berhasil menguras habis stok kesabaran, dalam diri seorang nenek yang berusaha menahan segala puncak ujian. Tak kenal tempat, tak kenal waktu, dan tak kenal rasa kasihan. Wanita muda itu, terus saja menolak, membantah tak terima. Suratan takdir yang telah tersiratkan untuknya.
"Anak itu lahir bukan karena keinginan aku dan Mas Arif! Anak itu, Anak sialan!" geramnya sangat marah. Sorot matanya membentuk aura kebencian yang begitu dalam. Secara cepat, ia memalingkan wajahnya. Bagai tak ingin lagi melihat bagaimana bentuk paras dari sang anak.
Cuaca tiba-tiba mendung. Rintik hujan secara perlahan, mulai membasahi jalanan di area rumah sakit. Diiringi suara halilintar di langit yang saling bersahutan hebat.
Wanita paruh baya itu terdiam sejenak. Memandangi dengan iba, seorang bayi yang kini telah menjadi cucunya. Butiran air bening meluncur begitu saja mengenai pipinya.
"Tega Kamu, Lan! Memperlakukan seorang bayi yang tidak berdosa dengan sejahat ini! Ibu ini juga seorang ibu. Dulu, di saat kamu lahir ke dunia, ibu dan bapak, menerima kehadiran Kamu dengan senang hati. Tapi, mengapa Kamu jadi seperti ini? Ibu kecewa sama Kamu, bener-bener kecewa!" ucap wanita tua itu dengan raut wajah yang memerah. Seorang anak yang telah ia rawat dan didik sejak masa kecil. Ternyata mempunyai sifat tersirat yang amat keji.
Tanpa berbasa-basi lagi, seorang wanita tua yang bernama Fatma itu. Segera beranjak keluar ruangan persalinan, meninggalkan sang anak yang masih terbaring lemah, itu sendiri.
Langkahnya tak bisa berhenti. Terus berjalan dengan cepat. Mengabaikan suasana rumah sakit yang semakin malam, semakin sepi penghuni.
Namun langkahnya tiba-tiba terhenti. Ketika sepasang mata bertemu dengan seorang pria berseragam rapi, yang kini tengah menatapnya datar.
"Anak itu udah lahir, ya? Syukur deh. Kalau begitu, Ibu urus ya nih anak! Aku gak mau lihat anak ini lagi!" ujarnya, dengan lakon bicara yang santai pada sang mertua. Sementara Fatma, hanya menatap menantunya itu sinis. Kemudian segera berlalu tanpa sepatah kata pun, dari hadapan orang yang tak mempunyai hati itu.
Hujan semakin deras. Berjatuhan beriringan dengan luruhnya derai air mata sang cucu dan dirinya.
Ia langsung masuk ke dalam mobil, menyuruh Pak sopir untuk segera menancap gas dengan laju dan cepat.
"Dasar manusia gak ada akhlak!"
"Sabar, ya, Sayang. Kamu nggak sendiri, ada oma di sini untuk Kamu," ucapnya iba, sembari menghelus kepala bayi itu dengan sayang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Suratan Takdir Seorang Insani (Hiatus)
Teen FictionBlurb: "Suratan Takdir Seorang Insani" Jika dirimu hanya dianggap benalu. Jika bicara mu hanya dianggap patung. Jika kau ada namun tak pernah dianggap. Jika kisah hidupmu hanya bercerita tentang luka. Bagaimana rasanya? Apakah hatimu takkan sakit? ...