Prompt 6 - [Stay with Me]

139 13 22
                                    

Selain daripada surat-surat dari Paris  bertumpuk di meja, alias ada yang mengirimnya setiap hari yang membuat Arthur merona bahagia setiap membacanya, ada kejutan lain yang ia dapatkan pagi ini.

"Bonjour, Mon Cheri~"

"Fa-fa-Fuuu— Francis?!" Suara Arthur menggema di lorong kantor. Dia menutup mulut dan meminjam sebentar kekasihnya yang baru saja pindah.

"Kenapa kau ada di sini?!"

"Oh Mon cher, oniisan tak bisa hidup tanpamu." Sembari mendekat kemudian memeluk, Francis melontarkan gombalan seperti khas dirinya, yang selalu terdengar konyol di telinga Arthur.

"Wo-woi, Idiot, jaga sikapmu ini di umum!" Arthur melihat sekitar, ramai atau tidak? Ini jam kerja. Walau tak dapat dipungkiri wajahnya memerah matang, menjaga jarak pun ia lakukan.

"Kalau begitu, mari kita pindah ke kamar mandi~"

"Hiiiii!"

Francis dihantam begitu keras dengan tinju sampai membekas memar biru.
"Kau tahu? Aku selalu kelepasan. Jadi, jangan memancingku di tempat umum."

"Kenapa selalu wajahku?!"

Mereka harus kembali ke pekerjaan mereka sebelum benar-benar bisa melanjutkan pembicaraan. Oh ya ampun, tak habis pikir pekerjaan kantor sekarang tengah sibuk-sibuknya. Ketika ada kesempatan untuk mengunjungi bilik sebelah, Arthur melihat Francis dibanjiri banyak dokumen. Ketika Francis punya kesempatan ke tempat Arthur, wajah semraut Arthur membuat Francis mundur; alias dia pun sedang mengurus jadwal meeting atasan.

"Bloody hell!"

"Conrad!"

Hanya diwaktu pulanglah mereka tak dibanjiri dokumen, mengutuk hari yang seharusnya jadi hari kejutan menjadi hari melelahkan.

"Aku ... bukannya tak semangat menyambutmu, Hun, cuma ... pusing, aku ingin segera tidur."

"Mon cher, aku ingin dinner denganmu! Namun iya, aku juga lelah." Francis menubruk Arthur dari belakang. "Ayo ke hotel."

"Apa?! Kau mau ke hotel?! Beraninya di negeriku! DI DEPAN PASANGANMU!" Informasi yang didapat Arthur salah, dia salah dengar. Meraih tepian kerah baju kantor Francis, mengguncangnya brutal, wajah pun tak kalah anarkis.Francis menjerit-jerit minta di lepaskan. Alhasil, mereka menyambut hari yang seharusnya berbahagia ini dengan keletihan dan kesalapahaman.

Kesimpulannya begini, Francis dan Arthur terhalang oleh negeri dan pekerjaan, kebanyakan waktu bersama dihabiskan lewat layar ponsel. Akhirnya Francis melepas pekerjaan sebagai pelukis lepas, diam-diam mengajukan beberapa kali dokumen pada kantor tempat dimana Arthur bekerja. Ketika pekerjaan mereka sama, sayang sekali shift kerja mereka tak sama. Bukannya membuat mereka makin lengket, yang ada menyentuh ponsel pun tak diizini.

"Kau balik saja sana ke Prancis!" Arthur menidurkan pipi di meja restoran saat gaji pertama Francis keluar.

"Kau—kau tak tahu seberapa besar pejuanganku demi mendapatkan pekerjaan disini?"

"Oke! Kau lebih memilih gaji di perusahaanku. Padahal lebih murah!"

"Artie!"

Arthur memandang sengit pacarnya. Francis menghela napas, dia mengalah dan pindah tempat duduk tepat di samping Arthur.

"Apa kau? Pergi cium bosku saja!"

"Kasar sekali uhh Mon dieu~ kemari."

"Hnn."

Segala sentuhan di paling pojok meja ternyata membuat Arthur nyaman sekaligus jijik. Mereka berdua pulang dengan yang satu memerah dan mendengus, yang satu lagi bonyok dan habis duit.

"Kedepannya bagaimana ini, Francis!!!"

"Tinggal bolos saja nanti~"

"Enak saja jabatanku sudah tinggi!"

"Ya sudah, mari kita bersabar sampai hari libur—"

"Tidak mau, twat!"

"Ya sudah, oniisan cari kerjaan lain. Tapi tetep disini~"

"Cih. Idiot."

Tangan mengalung di leher pasangan sesampainya di rumah.

"Aku pakai solusi terbaik, kenapa kau hina, hm?"

"Apapun keputusanmu, kau tetap idiot."

--the end--

Bonbons [FrUk]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang