2

5.6K 30 0
                                    

" Kuingat dulu disaat Tara sering menghiburku dengan tawa khasnya disaat aku bersedih. Dan iajuga yang membuatku tertawa hingga saat ini ketika dia bercanda dengan mengatakan aku adalah pacarnya di depan teman-temannya dulu. Itu membuatku tertawa geli saat mengingatnya kembali. Bisa-bisanya dia mengatakan aku pacarnya di depan teman-temannya."

°°°
Berbeda dengan Rafa yang terkadang kaku saat berbicara denganku dan memang dia pendiam tidak seperti tara yang suka ngomong terus. Ia akan berbicara jika memang diperlukan, dia sangat irit bicara haha…
        
         “Hai, apa kabar?” ucap seseorang yang kini berdiri di sampingku. Ku menoleh ke samping sembari tersenyum simpul.
         
          “Baik, Rafa kau sekarang agak berbeda ya tidak seperti dulu”.
       
          “Maksudmu berbeda, bukannya aku sama seperti dulu?”.
        
          “Kau tak begitu kaku denganku, dulu kau kaku jika berbicara denganku meski sudah sahabatan”. Kulihat dia hanya tertawa sedikit ketika mendengar perkataanku sedangkan aku menanggapinya hanya dengan tersenyum.
      
          “Maaf dulu aku kaku denganmu karena memang begitu sifatku, kau pasti tahu kan?”.
     
          “E…ya, Tara dimana kok tidak bersama dengan kau?” tanyaku heran pada Rafa.
       
           “Tara akan menyusul karena dia lagi ada urusan sedikit.” dan aku yang masih sempat untuk pergi kesini, maaf ya pasti kau rindu dengan Tara”.

Aku hanya meng ‘o’ kan jawabanku pada Rafa. Seketika itu juga ponselku berbunyi yang ternyata ada pesan di dalamnya, setelah kubaca ternyata isi pesannya mengharuskanku pulang ke rumah ke rumah secepatnya.
        
Lagi dan lagi kulihat masalahku makin banyak, kini ibuku sakit parah sedangkan ayahku terus saja mempermainkan ibuku dengan pergi bersama perempuan lain.

Aku berusaha membuat ibu untuk tak memikirkan ayahku lagi. Takut ibu semakin parah sakitnya. Tapi tak menunggu lama ayahku pulang bersama perempuan tak tahu diri itu,

Dan kali ini ibu sangat marah kepada ayah,  yang kemudian akhirnya ibu  pergi dari rumah dan pulang ke rumah nenek. Meninggalkan aku sendirian. Aku  tak sangka ayah setega ini pada ibu yang selalu tulus menyayangi ayah.
         
Tanpa pikir panjang lagi aku pergi ke danau itu lagi.

Karena disana tak begitu ramai, suasananya yang sepi dan nyaman untuk aku berpikir santai sejenak untuk  meratapi betapa banyak dan berat nya masalah yang kuhadapi  ini.

“Aaaaaa!!!”.

Aku berteriak dengan sangat keras. Sampai akhirnya aku  tak sadar membuat air mataku berlinang deras membasah pipiku, yang akhirnya membuatku jatuh terduduk beralaskan rumput.

Rasanya ingin aku pergi dari sini tapi aku tidak bisa, karena aku harus menemani ibuku yang sedang bersedih dan aku masih ingin meraih cita-citaku yang kuuimpikan dari dulu, yakni menjadi dokter.

Pikir Ratna menyemangati dirinya sendiri saat ini.

Persahabatan KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang