Bab 3

4 2 0
                                    


Jika memang kepergianmu tidak bisa kuhalangi,

Bisakah kau pergi tanpa meninggalkan luka di hati?


###


Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif, Silahkan—

Tuut...

Bella mengunci layar ponselnya setelah menghubungi nomor Ayahnya berkali-kali, ia menatap secarik kertas yang berada di genggamannya. Dengan raut sedih dan kesal yang bercampur menjadi satu, ia meremas secarik kertas itu hingga menjadi satu gumpalan.

"Beraninya dia menghilang di saat seperti ini?!" teriaknya dengan amarah yang menggebu-gebu, "pelayan? Hah! Dia bukanlah seorang Ayah!" Bella melempar gumpalan kertas itu, kedua matanya tampak berkaca-kaca menahan tangis yang hendak ingin meledak.

Setelah meredakan emosinya yang sempat melonjak, Bella melirik segumpal kertas yang ia lempar tadi di lantai. Ia pun memungutnya kembali dan mengembalikannya ke bentuk semula. Bella menatap alamat yang tertera di bagian terakhir surat itu, lalu ia menatap kamar yang sudah ia tempati 3 hari belakangan itu.

Bella pun sadar, seharusnya ia menyadari niat jahat Ayahnya dari awal. Tidak mungkin Ayahnya yang merupakan seorang pengangguran bisa menyewakan hotel mewah untuknya. Bella mengakui kebodohannya yang percaya bahwa Ayahnya sudah berubah, faktanya Ayahnya tetaplah seorang pejudi yang suka meminjam uang kesana kemari.

Bella membuka dompetnya, disana terselip foto dirinya sewaktu balita sedang digendong oleh seorang perempuan cantik. Air mata Bella pun menetes, namun ia dengan sigap menyekanya, "tahan Bel. Lu nggak boleh nangis, lu kuat! Lu bukan cewek lemah!" Bella berusaha menyemangati dirinya sendiri.

Bella menutup dompetnya kembali, lalu berjalan meraih kopernya. Dengan seragam sekolah yang masih melekat di tubuhnya, ia keluar dari kamar itu dan pergi menuju alamat yang tertera di surat terakhir Ayahnya.

***

"Gea mana? Dia nggak bantuin lu pindahan?" tanya Andre pada Akio yang sedang menaruh sebuah kardus di atas mobil pindahannya.

"Gua nggak sempat cerita," jawab Akio sembari membuka masker di wajahnya.

"Ini barang terakhir ya dek," ucap salah satu pekerja yang baru keluar dari pintu rumah Akio.

"Eh itu nggak di bawa Pak," Akio meraih sebuah kardus yang berisikan PS 5 dari tangan pekerja itu.

"Bawa aja ih," pinta Andre yang berusaha merebut kardus itu dari tangan Akio.

"Nggak," tegas Akio.

"Bawa!" Andre tidak mau kalah.

"Yaudah bawa aja buat lu," jawab Akio menyerah.

"Yeay!" Andre bersorak gembira dan bergegas menaruh kardus PS 5 itu ke dalam mobil pindahan Akio.

"Kenapa lu taruh di situ?" seru Akio.

"Kan lu mau bawa ke apartemen," balas Andre dengan wajah kebingungan.

"Maksud gua bawa ke rumah lu, bukan ke apartemen gua," Akio memegangi kepalanya yang mulai pusing melihat tingkah Andre.

"Hah? Serius nih?" tanya Andre tidak percaya.

"Kalau lu nggak percaya yaudah, nggak jadi," Akio kembali berusaha merebutnya dari Andre.

Andre memeluk kardus itu, "Hehehe, barang yang udah di kasih nggak bisa ditarik dong," ucapnya sembari tertawa gembira, "Thank you my brother."

TOGETHER BE CRAZYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang