Pagi ini Akio tampak bersemangat memasuki kelas. Ia bahkan sampai bersiul gembira saking bersemangatnya. Andre yang tidak biasa melihat hal itu, ia hanya bisa menatap aneh pada sahabatnya itu.
"Lu sakit?" tanya Andre sembari meraba keningnya dan kening Akio. Ia berusaha membandingkan suhu tubuh mereka. "Nggak kok," Andre menjawab pertanyaannya sendiri setelah menyadari Akio tidak demam.
Akio sibuk menata bukunya di dalam laci, siulannya tidak berhenti dari tadi. Ia bahkan mulai menggoyang-goyangkan kedua bahunya.
"Ke psikiater yuk?" tanya Andre kedua kalinya. Untuk kedua kalinya juga Akio tidak menjawab pertanyaan Andre.
Melihat sahabatnya yang tampak tidak waras, Andre pun memindahkan pantatnya untuk duduk di depan Akio. Ia menekuk wajah lalu memperlihatkan ekspresi absurd-nya, namun hal itu tetap tidak mempengaruhi Akio.
Setelah semua usahanya menyadarkan Akio tidak berhasil juga, akhirnya ia memakai cara terakhir yang ia pikir pasti akan ampuh. "Ada jerawat sebesar jigong di hidung lu tuh," celetuk Andre dengan muka yang di buat kaget.
"Hah? Serius lu?"
Andre tersenyum, usahanya akhirnya berhasil. Ia pun tertawa melihat respon Akio yang begitu lebay memeriksa hidungnya dengan cepat.
"Menyenangkan, ya?" Akio menatap Andre dengan tatapan seperti hendak membunuh.
"Lu sih, pagi-pagi udah macam orang nggak waras, siul-siul nggak jelas," jawab Andre di sela tawanya.
"Ganggu aja lu," jawab Akio dengan ekspresi menyebalkan.
"Apasih? Cerita dong!" Andre menatap Akio kesal karena penasaran.
"Kepo lu," cibir Akio.
Andre terdiam, ia meneliti raut wajah Akio yang tampak segar dan berseri-seri. "Hmm, kayaknya gua tau nih," ujarnya menyadari sesuatu.
"Apa?" tanya Akio menantang Andre untuk menebak.
"Gea?" tebak Andre.
"Kagalah anjir," jawab Akio menertawai tebakan bodoh Andre.
"Masa? Apa sih? Bikin gua penasaran aja lu," kedua alis Andre tampak berkerut.
Akio menggoyangkan jari telunjuknya, mengisyaratkan Andre untuk mendekat. Melihat hal itu, Andre dengan antusias mendekatkan telinganya pada Akio.
"Gua diizinin beli apartemen sendiri," bisik Akio.
"Woah! Serius lu? Asik, gua bisa main PS sepuasnya dong?" seru Andre sembari melompat dari tempat duduknya.
Akio mendadak memasang wajah sebal saat melihat respon sahabatnya itu, "bisa-bisanya lu lebih mikirin PS dibanding gua."
Andre menutup mulutnya, ia menyadari kesalahannya. "Ups, sorry brother. Tapi emang bener sih, gua lebih peduli sama PS lu," jawabnya dengan ekspresi yang membuat Akio makin kesal.
"Bad news, gua nggak bakal bawa PS ke apartemen," ucap Akio mengklarifikasi.
Ekspresi wajah Andre sontak berubah menjadi sedih, "Laah, kenapa?"
"Gua lebih suka main di PC," jawab Akio sembari membuka salah satu bukunya.
"Anjir, tega bener lu jadi temen," protes Andre.
"Lagian lu juga gabisa ke rumah gua sebebasnya, soalnya ntar ada pelayan utusan bapak gua."
Andre kembali duduk di bangku miliknya, "Pelayan? Cakep nggak?"
"Ya mana gua tau. Paling juga pelayannya ibu-ibu," Akio membolak-balik halaman buku yang dipegangnya.
"Yeee, gua kira darah muda," celetuk Andre memasang wajah kecewa.
KAMU SEDANG MEMBACA
TOGETHER BE CRAZY
Romance"Tidak pernah kusangka hujan yang sangat kubenci kehadirannya, mengantarkanku pada seorang gadis gila yang tanpa ragu memelukku di waktu yang tidak tepat." - Akio Bandriya "Laki-laki adalah makhluk Tuhan paling egois. Menganggap remeh wanita yang se...