Seputih Cinta Ayna

16 8 0
                                    

Kelompok 2:1

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kelompok 2:
1. Firli
2. Zahra
3. Lina
4. Reni
5. Ajeng
6. Irma
7. Rizal
8. Meylita

Judul: Seputih Cinta Ayna
Genre: Religi, Romance

Ayna Azkayra, itu adalah nama yang diberikan oleh ayah ibunya. Namanya yang indah sama indahnya dengan parasnya, namun sayang tak seindah dengan akhlaknya.

“Ayna!”

“Ayna!”

Panggil seorang wanita dari belakang. Gadis dengan rambut sebahu itu menengok kebelakang, dan terlihatlah seorang gadis yang menggunakan pasmina berjalan kearahnya dengan setumpuk buku ditangannya.

“Apaan sih lo... malu-maluin tau,” gerutu Ayna saat Hanum telah sampai di sampingnya.

“Ya maap, soalnya kalau nggak teriak mana lo denger.” Hanum mungkin tak sebar-bar Ayna, namun dia juga tak sealim itu.

“Hillih alasan.”

“Tugas dari pak Hasan lo udah kelar?” tanya Hanum mengalihkan pembicaraan tidak ingin merusak mood Ayna dipagi hari. Teman yang baik bukan?

“Astaga Hanum gue lupa, emang ada?!” seru Ayna heboh dan menepuk jidatnya.

“Hihihi, santai aja kali... kumpulnya juga minggu depan,” ucap Hanum lalu berlari, takut-takut Ayna akan mengejarnya. Dan benar saja Ayna mengejar Hanum tanpa melihat orang yang berlalu lalang.

Brukk....

“Aduh bokong gue.” Ayna mengeluh dan memegang bokongnya yang sakit.
“Ayna lo nggak apa-apa?” tanya Hanum yang berjalan kearah Anya saat melihat temannya terjatuh.

“Lo sih! Gue kan jadi nabrak tembok,” gerutu Ayna meski sudah di bantu Hanum berdiri.

Seorang lelaki yang di tabrak Ayna tadi menggaruk belakang lehernya canggung saat dibilang tembok.

“Emm... Adik nggak apa-apa? Saya minta maaf,” ucap lelaki yang bernama Hanif Maqil Hafizhan dengan menundukkan pandangannya. Ayna menengok kearah orang yang berbicara, seakan terhipnotis pandangan matanya hanya tertuju kepada Hanif seorang.

“Huaa... gantengnya!” tanpa sadar Anya menjerit heboh. Hanum yang melihat tingkah temannya pun merasa malu.

“Ekhmm... saya rasa adek baik-baik saja, sekali lagi saya minta maaf... assalamualaikum....” dengan wajah memerah Hanif berjalan meninggalkan gadis tadi, ia merasa malu.

“Wa’alaikumussalam....” balas kedua gadis itu.

“Malu-maluin banget si lo!” marah Hanum dan memukul lengan Anya yang terus menatap punggung Hanif.

“Emang ganteng kok... kayaknya gue jatuh cinta deh Num,” ucap Ayna memegang dadanya dengan mata berbinar.

Setalah pertemuan itu, tak henti-hentinya Ayna mencari tahu soal Hanif melalui teman-teman yang dekat dengannya. Setelah itu Ayna menanyakan akun sosial media Hanif, tapi tidak ada yang mengetahuinya.

Dia hanya tahu Hanif itu tipe orang yang tidak bisa di ajak untuk menjalin sebuah hubungan dalam bentuk pacaran. Ada kalanya Ayna merasa minder dan itu saat dia tahu bahwa Hanif orang yang paham dan taat pada agama, sedangkan dirinya jauh dari itu semua. Dan Ayna berniat untuk melakukan perubahan-perubahan kecil dalam hidupnya.

Setelah menelusuri berbagai media sosial, ada sebuah artikel yang menarik perhatiannya. Ayna segera membuka artikel itu. Artikel itu berisi tentang jodoh adalah cerminan diri. Seketika tubuh Ayna merasa lemas, jika seperti itu maka dia tidak akan bisa berjodoh dengan Hanif.

Setelah membaca artikel itu, Ayna mulai merubah kebiasaanya. Dia harus bisa menjadi wanita baik agar mendapat jodoh yang baik seperti Hanif. Dia mulai merubah caranya berpakaian, bangun pagi dan dilanjut dengan memasak, sholat tepat waktu, dan masih banyak lagi kebiasaanya yang Ayna rubah.

“Ayna sedang apa kau berada disini?” tanya mama Ayna yang merasa heran dengan anaknya. Ayna termasuk orang yang tidak bisa memasak, oleh karena itu ibunya terkejut jika dia berada di dapur. Dia juga khawatir dapurnya akan hancur setelah ini.

“Masaklah Ma, mau apa lagi Ayna di dapur kalau nggak masak”, jawab Ayna malas.

“Tumben kamu mau masak? Ada gerangan apa?” tanya mama Ayna merasa penasaran.

“Atau jangan-jangan kamu naksir sama seseorang ya?” tanya mama Ayna menelisik.

Seketika Ayna merasa salah tingkah ditanyai seperti itu oleh mamanya.

“Apaan sih ma, Ayna Cuma mau belajar masak aja, supaya kalau Ayna udah nikah Ayna udah terbiasa,” jawab Ayna.

“Emang kalau kamu mau nikah udah ada calonnya?” tanya mama Ayna lagi.
“Belum sih, masih otw hehe,” jawab Ayna sambil cengengesan.

“Mama doain deh jodoh kamu itu bisa nerima kamu apa adanya,” kata mama Ayna.

“Aaminn.”

Dan kemudian dua wanita itu mulai memasak bersama-sama.

“Wih.. wih...wih, ada gerangan apa ini, kok tumben putri Papa mau masak?” tanya papa Ayna sambil menghampiri kedua wanita yang sedang sibuk di dapur itu.

“Nih Pa, Ayna mau belajar masak,” jawab mama Ayna.

“Tapi kok tumben banget, biasanya aja disuruh buatin kopi Papa aja nggak mau?” tanya papa Ayna masih penasaran.

“Katanya sih mau masak untuk keluarganya nanti Pa,” dan lagi-lagi yang menjawab bukan Ayna tetapi mamanya.

Ayna mencubit lengan mamanya pelan, entah mengapa dia merasa malu.

“Oh gitu, kalau gitu mana masakan kamu? Sini biar Papa cicipin,” suruh papanya.

Ayna segera memberikan masakan yang dia masak pada ayahnya. Ayahnya menerimanya dengan senang hati. Ketika melihat papanya memulai suapan pertama hati Ayna merasa gugup. Dia takut masakannya tidak enak.

“Kok asin,” kata papanya.

“Masak sih Pa?” tanya Ayna. Dia segera mengambil sendok dan mencoba masakannya.

Tanpa Ayna sadari papanya sekarang sedang menahan tawa melihat tingkah lucu putrinya.

“Ihhh Papa apaan sih, orang enak gini dibilang asin,” kesal Ayna.

Papanya tertawa melihat wajah kesal Ayna. “Papa Cuma mau tahu reaksi kamu aja, sekalian jahilin kamu,” kata papanya.

Ayna cemberut mendengar jawaban papanya.

“Kenapa malah cemberut?” tanya papanya.

“Papa sih bikin Ayna nggak mood aja,” jawab Ayna.

“Yaudah kalau gitu maafin Papa ya? Masakan kamu enak kok walaupun baru pertama kali, sekarang ayo kita makan,” ajak papanya.

Dan mereka pun memulai acara makannya. Setelah selesai makan, keluarga itu kembali ke aktivitasnya masing-masing, Ayna masuk kamarnya dan lanjut rebahan, sembari stalking Ig siapa tau dapet cogan.

Setelah menelusuri aplikasi tersebut Ayna mengerutkan dahinya, tunggu-tunggu dia kan... laki-laki yang tadi ditabraknya, sepertinya keberuntungan sedang berada dipihaknya, dia menemukan akun sosial media laki-laki yang sudah menjadi tambatan hatinya yang baru. Ayna terus stalking Ig laki-laki yang bernama Hanif itu, dia benar-benar laki-laki yang begitu religius, terbukti pada postingannya saja banyak kata-kata yang bertemakan Islam, benar-benar suami idaman, Ayna jadi semakin yakin kalo dirinya ingin berhijrah.

Setelah stalking sampai akar-akarnya, dia berniat kembali kehalaman beranda, tapi na’as jari sialnya ini malah menekan tanda suka pada salah satu foto Hanif, ah sial... kenapa jarinya sungguh meresahkan, rasanya dia ingin menghilang saja saat ini.

“Huaaa, mampus lo Na, jari sialan... kenapa bisa kepleset gitu si, gue harus kabarin Hanum sekarang juga!”

Dia mencari kontak Hanum dan memulai memberi tahunya dari awal dia stalking sampai pada kejadian memalukan itu, Ayna ceritakan semuanya pada sahabatnya itu.

”Hahaha, yang bener lo... mampus ngga tau, siapa suruh stalking sampe akar-akarnya,”

“Temen laknat lo, bukannya bantu malah ngetawain gini, tau gini gue ngga mau ceritain semuanya sama Lo, ih ngeselin banget si,”

”Eh... eh... ko dima—“

Tuuut....

Tuuut....

Setelah acara telpon-telponan itu, Ayna berniat mengerjakan tugas kuliahnya dulu sebelum beranjak tidur, tapi... lagi-lagi dahinya berkerut, ada sebuah notif dari ponselnya dan dia langsung tercengang siapa yang mengirimkannya pesan itu.

_Aku tau kamu stalking igku, tapi tolong yang pintar sedikit ya stalkingnya_

Mampus ngga tuh dikirimi pesan oleh Hanif langsung menohok gitu, bukannya senang malah merasa was-was, tamat sudah riwatnya.

“Huaaaa... Mama... tamat sudah riwayat hidupku,” teriaknya merasa terkaget-kaget.

Dari kejadian kemarin, Ayna selalu teringat akan teguran Hanif. Ayna mengusap kepalanya kesal, kenapa bisa tangannya selicin itu.

Menghembuskan napas panjang, Ayna pun bangkit dari tempat tidurnya. Entah mengapa setelah mengetahui tentang Hanif, ia memiliki tekad untuk berubah menjadi lebih baik. Ayna ingin hijrah.
Ayna menengadahkan tangannya, “Bismillahirrahmanirrahim... Aamiin.” Kemudian mengusapkannya pada muka.

Dengan segera ia mengambil air wudhu dan menunaikan ibadah sholat subuh. Dalam doanya, ia sudah mulai memberanikan diri mengucapkan nama Hanif, untuk meminta pada Sang Khalik agar dia berjodoh dengan Hanif.

Selesai mandi, dia memandang ke arah cermin di depannya. Memandang dirinya sendiri. Hijrah. Terselip ingatan di mana ia membaca artikel tentang hijrah. Jilbab, adalah hal paling utama dan wajib bagi seorang perempuan muslimah. Ayna memandang rambutnya, kemudian mengelusnya.

Memejamkan mata sejenak, kemudian tersenyum. Dia dengan brutal mengacak-acak isi lemarinya.

"Jilbabbb! Kemana lo?"

Ia mencari jilbabnya dan mendapatkan jilbab agak lebar berwarna hitam.

Mulai hari ini, dia akan belajar terbiasa mengenakan jilbab dan berpakaian tertutup yang tidak memperlihatkan lekuk tubuhnya.

Keluar dari kamar, Ayna melihat mamanya sedang duduk di kursi depan televisi. Selang berberapa detik, mamanya melihat ke arah Ayna, meneliti sejenak penampilan anaknya yang agak tidak biasa.

Namun, mamanya hanya melempar senyuman dan mengajak Ayna duduk di sampingnya. Selang beberapa waktu, papanya juga ikut duduk di kursi depan telivisi. "Papa dukung kamu kok," dengan senyuman dan elusan lembut di kepala Ayna yang kemudian disusul dengan elusan lembut dari mama sambil berkata, "Mama juga dukung kamu."

CTBTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang