Theo merenggangkan tubuhnya yang terasa lelah. Seharian penuh bermain dengan para anak-anak, membuatnya lelah sekaligus senang. Ada kebahagiaan tersendiri bagi Theo ketika ia bisa bermain bersama anak-anak itu. Ia seperti melihat dirinya sendiri kala itu.
Sama seperti mereka, Theo kecil pun lebih sering menghabiskan waktu bersama pengasuh dibandingkan dengan orang tuanya sendiri. Kesepian memang sudah mendominasi hidupnya sejak awal, tapi beruntung meski begitu orang tuanya tidak pernah melewatkan hari lahir Theo. Walau dalam hati kecilnya, Theo lebih menginginkan orang tuanya selalu ada untuknya setiap hari. Sejak menginjakkan kaki ke tempat pengasuhan anak itu, Theo bertekad untuk tidak membuat anak-anak itu merasa kesepian.
Pukul 9 malam tepat Theo sampai di indekosnya. Dengan susah payah ia membuka gerbang. Pagar tinggi ini memiliki engsel yang sudah berkarat, jadi cukup sulit baginya untuk membuka pagar tua ini. Theo mengedarkan pandangannya, seulas senyum tipis menghias wajah. Sudah dua minggu berlalu, indekosnya kini tidak lagi sepi. Keempat orang-orang aneh itu sudah berhasil mewarnai hidupnya yang kelabu.
"Mau kemana lo, Mal?" tanya Theo yang selalu tak bisa menyembunyikan rasa terkejutnya tiap kali melihat penampilan Jamal.
"Eh, Kang Theo, baru pulang?" Bukan menjawab, justru Jamal malah bertanya balik. Lelaki berkepala botak itu sibuk menata wignya yang kini berwarna merah muda seperti Jimin BTS di era Boy With Luv.
Theo mengangguk, lalu memandangi Jamal dari bawah ke atas. Tumben, ini anak nggak pake kolor kebangsaannya, Theo membatin.
Pakaian yang dipakai Jamal malam ini terbilang yang paling normal dibanding hari-hari sebelumnya. Ya, paling normal. Ralat! Paling tertutup, karena dia melupakan kolor kebangsaannya. Jamal sudah rapi dengan mantel kuning yang terpasang di tubuhnya dan leging ketat bermotif koran yang membalut kaki.
"Lo mau ke mana malem-malem gini?" tanya Theo lagi, masih penasaran dengan Jamal yang selalu pergi di malam hari.
"Ah, anu.. Kang Theo, Jamal pergi dulu, nya? Ini si Tante Edun pasti ngambek kalau saya terlambat," pamit Jamal dengan wajah paniknya. Tanpa menunggu jawaban Theo, lelaki itu berlari meninggalkan Theo yang terheran-heran.
Theo melanjutkan langkahnya menuju kamar. Namun lagi-lagi matanya teralihkan pada sosok cantik yang sedang duduk di teras sambil menikmati segelas minuman berwarna merah. Tanpa pikir panjang Theo duduk di kursi kosong sebelahnya.
"Belum tidur?"
Hening.
Tak ada sedikit pun suara yang keluar dari bibir gadis itu. Ziu menyesap minumannya pelan-pelan sambil menatap kosong ke depan.
"Kamu minum apa? Kok, nggak bagi-bagi?" tanya Theo penasaran.
Ziu masih memilih bungkam, mengabaikan celotehan Theo, lalu menghabiskan minumannya hingga tandas. Gadis itu bangkit dari duduknya dan hendak meninggalkan Theo yang masih dilanda rasa penasaran.
"Kamu mau ke mana?"
Theo menahan tangan Ziu yang terasa begitu dingin. Ia menyentuh pundak Ziu agar gadis itu berputar dan menghadap ke arahnya. Entah mengapa Theo ingin lebih lama lagi berdua dengan Ziu. Padahal dia sama sekali belum masuk atau sekadar mengganti baju ke dalam indekosnya.
Pandangan mata keduanya bertemu. Embusan angin mendadak kencang, menerbangkan anak-anak rambut Ziu yang panjang hingga menyapu wajah. Tangan Theo tergerak untuk merapikan anak-anak rambut itu.
"Nggak perlu!" tolak Ziu. Gadis itu menepis tangan Theo yang mengulur untuk merapikan rambutnya.
Ziu merapikan rambutnya sendiri, lalu kembali menatap Theo dengan wajah tak berekspresi.
KAMU SEDANG MEMBACA
TAEHYUNG'S BIRTHDAY PROJECT
Fiksi PenggemarProject pembuatan fanfic ini dibuat dalam rangka merayakan hari lahirnya seorang pria yang sangat spesal. Kami, para penulis yang juga mencintai sesosok wanita kuat, wanita yang sangat luar biasa-pun akan turut kami hadirkan dalam sebuah karya yang...