Setelah capek bertengkar kini keduanya sama-sama duduk. Dewa terlihat tengah sibuk dengan ponselnya sementara Surya terlihat mengatur napasnya yang terasa sesak akibat adu mulut tadi dengan cucunya sendiri. Sesekali Surya melirik Salsa yang sedari tadi duduk tanpa mengeluarkan sepatah suara. Pletak, Surya memukul meja yang ada di hadapannya, hal itu membuat Dewa terkejut.
"Kakek apa-apaan sih, kurang kerjaan banget," ujar Dewa sedikit kesal.
"Kamu yang apa-apaan, kakeknya datang bukannya di bikinin kopi, ini malah dianggurin. Dasar cucu durhaka," ungkap Surya.
"Gula mahal, Kek. Jadi jangan minta kopi." Dewa bangkit dari duduknya dan berjalan menuju meja tempat untuk membuat kopi.
"Dasar pelit, sama kakeknya sendiri saja perhitungan," batin Surya. Ia tidak habis pikir bisa-bisanya diberi cucu seperti Dewa.
Saat Dewa tengah sibuk membuat kopi, diam-diam Surya bangkit dan berjalan menghampiri meja kerja Salsa. Entah apa yang akan pria tua itu lakukan, tapi melihat gelagatnya sepertinya Surya ingin menggoda istri cucunya itu. Kini Surya sudah berdiri di depan meja Salsa, wanita berambut panjang itu nampak terkejut saat melihat kakeknya Dewa sudah berada di hadapannya.
"Halo, Nona cantik. Lagi sibuk ya," sapa Surya, dengan tersenyum.
Salsa tersenyum. "Engg, iya, Kek."
Salsa memang sudah tahu jika Dewa memiliki seorang kakek, hanya saja ia belum pernah melihatnya. Dan ini adalah pertama kalinya Salsa melihat kakek suaminya itu, ia benar-benar tidak menyangka jika Dewa mempunyai seorang kakek yang sifatnya sebelas dua belas dengan cucunya, yaitu Dewa. Mungkin sifat Surya menurun pada cucunya.
"Sudah lama bekerja di sini?" tanya Surya. Matanya tidak bisa beralih dari wanita yang ada di hadapannya itu.
"Belum, Kek," jawab Salsa.
"Kenapa kamu mau bekerja menjadi sekretaris pribadinya Dewa yang somplak itu," tutur Surya.
Salsa ingin tertawa mendengar penuturan kakeknya Dewa. "Iya, soalnya saya butuh pekerjaan ini."
Sementara dari kejauhan, Dewa nampak geram mendengar obrolan kakek serta istrinya itu. Kalau saja bukan orang tua, Dewa pasti tidak segan-segan untuk memberi pelajaran pada pria tua itu. Pria berlesung pipi itu nampak mengepalkan tangannya, saat melihat kakeknya terus-menerus menggoda sang istri. Sementara Salsa sama sekali tidak sadar jika sedari tadi sang suami terus memperhatikannya.
"Dasar, cucu sendiri dibilang somplak. Kakek-kakek tidak berakhlak," batin Dewa. Bibirnya terus saja komat-kamit tak jelas.
"Ehem, kalau mau gosip di luar. Bukan di sini, ini tempat untuk kerja." Dewa berdehem seraya berjalan menghampiri istri dan kakeknya itu.
Surya meliriknya sekilas. "Dewa, kakek ke sini hanya ingin memberitahumu. Kalau kami sudah menentukan kapan kamu dan Viola akan bertunangan."
Deg, jantung Salsa hampir saja copot mendengar hal itu. Ia tidak menyangka kalau kakek serta ibunya mertuanya masih tetap kekeh untuk menjodohkan Dewa dan Viola. Salsa menatap tajam ke arah sang suami yang masih terdiam. Bukan hanya ia yang kaget, Dewa pun demikian. Ini yang membuat Dewa tidak suka jika kakek atau ibunya datang ke kantornya.
"Kek, harus berapa kali aku bilang, aku tidak mau tunangan apa lagi menikah dengan Viola. Aku sudah punya is ... pilihan sendiri. Jadi, Kakek tidak .... "
"Turuti atau kamu tinggalkan perusahaan ini," potong Surya dengan tegas.
Dewa menyunggingkan senyumnya. "Apa aku tidak salah dengar. Kakek tidak punya hak atas perusahaan ini. Karena aku sendiri yang membangunnya hingga berkembang seperti sekarang ini. Aku juga tidak pernah menerima bantuan sepeserpun dari, Kakek maupun mama."