Pukul lima sore Salsa mulai mengerjapkan matanya, perlahan kelompok matanya terbuka sempurna. Salsa mengedarkan pandangannya, ia menangkap sosok pria yang tak lain adalah Dewa, suaminya. Terlihat jika pria berkemeja navy itu tengah duduk di sofa dengan, matanya fokus pada layar leptop yang ada di pangkuannya.
Perlahan Salsa bangkit dan duduk, ia melihat jika Dewa benar-benar sibuk dengan leptop yang berada di pangkuannya itu. Salsa teringat akan kejadian siang tadi, di mana Sinta yang tak lain ibu mertuanya itu sudah habis-habisan memaki dan menghinanya. Tak terasa air mata yang sedari tadi ia tahan kini luruh juga. Dewa yang menyadari sang istri sudah bangun, dengan segera ia bangkit dari duduknya.
"Salsa kamu sudah bangun?" tanya Dewa seraya berjalan menghampiri sang istri.
"Sudah, Om." Salsa mengangguk lalu dengan cepat menghapus air matanya.
Dewa duduk di sebelah istrinya itu, sementara Salsa nampak gelisah. Wanita bermata teduh itu masih memikirkan kejadian saat berada di resto. Dewa merasa heran dengan istrinya yang terlihat aneh itu. Tidak biasanya Salsa diam seperti itu, pria berkemeja navy itu terus memperhatikan raut wajah Salsa yang terlihat gusar itu.
"Salsa, kamu baik-baik saja kan?" tanya Dewa, tangan besarnya meraih jemari mungil sang istri.
"Ah, aku nggak apa-apa kok, Om. Aku hanya lelah saja," kilahnya. Tidak mungkin Salsa menceritakan yang sesungguhnya.
"Ya sudah, oh iya sebenarnya hari ini aku mau ke rumah mama. Mama ngajakin aku untuk makan malam, tapi sepertinya aku batalkan saja. Aku khawatir dengan keadaanmu yang seperti sekarang ini," ungkap Dewa. Jujur ia benar-benar khawatir dengan keadaan istrinya itu.
"Om Dewa perhatian banget, tapi setelah dia tahu yang sebenarnya. Pasti, om Dewa akan membenciku," batin Salsa dengan raut wajah sedih.
"Om pergi saja, aku nggak apa-apa kok. Aku hanya lelah dan ingin istirahat saja," ujar Salsa. Ia ingin jika Dewa tetap pergi ke rumah orang tuanya.
"Beneran kamu nggak apa-apa aku tinggal sendirian?" tanya Dewa untuk memastikan.
Salsa mengangguk. "Iya, Om. Aku nggak apa-apa kok."
"Ya sudah, kamu hati-hati ya. Aku nggak lama kok, jangan lupa buburnya di makan," ucap Dewa memperingati.
"Iya, Om." Salsa tersenyum, dan dibalas dengan kecupan mesra di bibir ranumnya oleh Dewa.
Setelah itu Dewa beranjak keluar dari kamar, jujur ia merasa tidak tenang saat harus meninggalkan Salsa sendirian di apartemen miliknya. Dewa berjalan menuju basemen untuk mengambil mobilnya. Setibanya di sana, pria dengan balutan kemeja berwarna putih dan dibalut dengan blazer berwarna biru tua bergegas masuk ke dalam mobil. Setelah itu Dewa melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi.
***
Mobil BMW i8 berwarna putih berhenti di pelataran rumah mewah berlantai dua. Selepas itu, seorang pria berlesung pipi keluar dari mobil mewah tersebut. Siapa lagi kalau bukan Dewa, ia berjalan masuk ke dalam rumah ibunya. Setibanya di dalam Dewa bergegas menuju ruang makan di mana ibu serta kakeknya sudah menunggu.
Dewa menghentikan langkahnya saat melihat bukan hanya ibu dan kakeknya yang berada di ruang makan. Melainkan, ada Viola dan kedua orang tuanya. Jujur, Dewa merasa malas saat melihat wanita itu. Pantas saja perasaannya tidak enak, ternyata ibunya sudah merencanakan semua ini. Sinta sengaja menyuruh putranya datang karena ada maksud tertentu.
"Dewa, ayo duduk. Kami sudah lumutan nungguin kamu," ujar Sinta. Sementara Dewa hanya menyunggingkan senyumnya.
Dewa berjalan menghampiri mereka, lalu menarik kursi dan duduk tepat di sebelah Viola. Wanita berhidung mancung itu tersenyum saat melihat pria idamannya duduk di dekatnya. Sementara Dewa hanya tersenyum tipis, pikiran pria itu tertinggal di apartemen. Dalam benak Dewa hanya ada Salsa, andai ia tahu akan seperti ini, pasti ia memilih untuk tetap bersama sang istri.