Hari demi hari telah berganti, bahkan Minggu pun sudah berlalu. Pernikahan Dewa dan Salsa baru genap satu Minggu, dan selama seminggu ini wanita berambut panjang itu hanya menghabiskan waktunya di apartemen. Salsa sudah merasa bosan, dan hari ini ia ingin meminta izin untuk keluar dan menghirup udara di luar sana.
"Om, nanti aku mau keluar. Aku bosan di sini terus," ujar Salsa seraya memakaikan dasi di leher suaminya itu.
"Mau keluar kemana? Apa nanti nggak nyasar, hem?" tanya Dewa, jujur ia merasa khawatir jika istrinya itu keluar dari apartemennya. Karena memang Salsa belum begitu paham dengan kota Jakarta.
"Jalan-jalan lah, suntuk tahu di sini terus," jawab Salsa.
"Ok, tapi jangan jauh-jauh. Kamu belum hafal kota Jakarta, kalau kamu nyasar aku juga yang repot." Dewa pasrah, ia hanya bisa berpesan agar istri kecilnya itu untuk berhati-hati.
"Iya, Om tidak perlu khawatir." Salsa berjalan untuk mengambil jas. Tak lupa ia memakaikannya di tubuh kekar suaminya.
"Salsa aku berangkat sekarang ya. Jangan lupa handphone sama ATM kamu bawa. Ingat, jangan jauh-jauh." Dewa mencium kening sang istri, lalu mengacak rambut panjangnya.
"Iya, Om. Aku ingat, udah sana pergi nanti telat." Salsa mencium punggung tangan Dewa.
Dewa tersenyum, lalu dengan cepat ia menyambar benda kenyal milik istrinya itu. Pria berlesung pipi itu, mengecupnya dengan lembut. Sementara Salsa hanya diam dengan detak jantung yang seakan ingin loncat. Ini bukan untuk pertama kalinya, tetapi sampai detik ini Salsa masih merasa gugup. Setelah itu Dewa bergegas keluar dari apartemennya dan segera meluncur ke kantor.
Setelah Dewa pergi, Salsa akan membereskan apartemen tersebut. Sekarang Salsa mulai terbiasa dengan pekerjaan itu, yaitu pekerjaan seorang istri. Hanya saja untuk urusan memasak ia masih belum pandai. Meski begitu Dewa tidak pernah protes, ia sangat sabar untuk mengajari sedikit demi sedikit agar istrinya itu bisa memasak.
"Aku pakai baju yang mana ya," ucap Salsa seraya memilik deretan baju mahalnya yang tersusun rapi di almari.
Jujur, Salsa kagum dengan suaminya itu, Dewa tidak segan-segan untuk membelikan baju-baju bermerek dan termahal untuk sang istri. Bukan hanya baju, semua keperluan Salsa, selalu terpenuhi. Bahkan kartu ATM selalu Dewa isi dengan nominal yang tidak sedikit. Kehidupan Salsa sekarang seperti seorang Cinderella, rasanya seperti mimpi. Namun semua itu adalah kenyataan.
"Lebih baik aku pakai ini saja." Salsa mengambil dress dengan panjang selutut.
Dress brokat dengan warna hitam melekat sempurna di tubuh mungil Salsa. Wanita berambut panjang itu memutar tubuhnya di depan cermin. Setelah dirasa pas, Salsa segera bersiap-siap untuk pergi. Ia selalu tampil natural, meski Dewa sudah membelikan dirinya alat makeup, tetapi Salsa belum pernah menyentuh apa lagi memakainya.
***
Di kantor, Dewa nampak tengah sibuk dengan tumpukan berkas di hadapannya. Sesekali pria beralis tebal itu meregangkan ototnya agar terasa lebih rileks. Ia juga sering mengecek ponselnya, takut ada pesan atau panggilan dari sang istri. Jujur, Dewa merasa tidak tenang, lantaran Salsa pergi sendiri tanpa ada yang menemani.
"Kira-kira Salsa lagi ngapain, ya." Dewa tersenyum membayangkan wajah cantik istrinya yang selalu bersemu merah saat ia menciumnya.
Tiba-tiba saja pintu ruangan terbuka, terlihat seorang perempuan setengah abad berjalan masuk ke dalam. Meski usianya sudah lima puluh tahun, tetapi penampilannya selalu modis. Perempuan itu tak lain adalah Sinta, ibunda Dewa. Sinta merupakan perempuan sosialita yang selalu mengutamakan penampilan. Maka tak jarang jika pergi berbelanja bisa menghabiskan sampai puluhan juga, terkadang lebih.