Comfort

152 17 1
                                    

Happy Reading!
**✿❀ ❀✿**

Kakiku melangkah, mendekati gadis yang terus terisak di balik lipatan tangannya. Aku mendudukkan diriku di sisi adikku, mengulurkan tanganku dengan ragu untuk mengusap surai kecoklatannya.

"Kim." Panggilku dengan suara lirih.

Gadis itu berhenti mengeluarkan suara isak tangis dan mulai mengangkat kepalanya untuk menatapku. Tatapan itu...

Tatapan yang beberapa hari lalu pernah ku temui sebelumnya. Tatapan polos dengan linangan air mata yang mengaliri pipinya yang memerah. Seperti bayi.

Ku ulurkan tanganku, menghapus air mata yang terus membanjiri pipinya. Gadis itu mengedipkan matanya beberapa kali, sebelum kembali mengeluarkan suara tangis yang lebih besar dari sebelumnya.

Aku panik bukan main ketika tangis adikku itu justru lebih besar. Apakah aku baru saja melakukan suatu kesalahan? Aku menggaruk tengkukku yang tak gatal. Sepertinya adikku tidak ingin di ganggu? Aku menggeser tubuhku beberapa inci menjauh darinya, namun hal yang di luar dugaan justru terjadi.

Adikku itu justru menumbrukkan dirinya padaku dan kembali menangis dengan keras di dadaku. Aku terdiam beberapa saat, memproses apa yang baru saja terjadi.

Apakah saat ini adikku sedang berada di fase little? Lalu apa yang harus aku lakukan? Aku terus berpikir dengan keras hingga naluriku sebagai seorang kakaklah yang tergerak. Ku rengkuh tubuh mungil adikku untuk lebih masuk ke dalam pelukanku, ku belai punggungnya untuk memberikan sinyal bahwa semuanya akan baik-baik saja selama ada aku di sisimu.

Tangis yang semula memekakkan telinga kini tak lagi terdengar. Ku tundukkan kepalaku, melihat kondisi adikku yang masih bersandar dengan nyaman dalam pelukanku.

"Kim." Panggilku dengan lembut.

Gadis itu mendongakkan kepalanya untuk menatapku tanpa mau melepaskan tautan tangannya pada bajuku. Aku tersenyum dengan hangat sambil melontarkan pertanyaan, "kenapa adik manisku ini menangis?"

Gadis dalam pelukanku itu memalingkan wajahnya untuk memutuskan kontak mata kami, dia kembali melesakkan wajahnya dalam pelukanku sambil bergumam.

"Aku tidak bisa mendengar suaramu dengan jelas, Kim." Tuturku penuh kesabaran.

"Kit." Ucapnya dengan lirih.

Ku kerutkan keningku, menelaah kata yang baru saja adikku ucapkan. Gadis itu terus mengulang kata yang sama, kata yang tak ku mengerti apa maksudnya. Ku dekatkan wajahku dengan wajahnya, kembali mendengar dengan seksama kata yang sama berulang kali sampai aku mengerti apa maksud kata yang baru saja adikku ucapkan.

Sakit. Itu kata yang ku tangkap dari bibir yang terus merapalkan kata yang sama seperti mantra. Sepertinya adikku itu ingin aku mengerti bahwa dia sakit.

"Bagian mana yang sakit?" Tanyaku selembut mungkin.

Gadis itu menunjuk perutnya kemudian merintih pelan dengan bibir yang terus digigit. Bagaimana menghadapi seorang little saat sedang datang bulan? Pikiranku terus berkecamuk dengan banyak pertanyaan. Lantas sebuah ide terbesit di otakku.

"Mau ikut aku? Aku punya hadiah untuk gadis manis sepertimu."

Gadis itu menatapku dengan binar mata yang terlihat antusias. Dia menganggukkan kepalanya berulang kali sambil tersenyum dengan polos.

Aku berdiri dan beranjak dari tempatku. "Ayo, ke kamarku!"

Gadis itu menjulurkan tangannya padaku gestur yang biasa digunakan pada anak-anak untuk meminta di gendong. Aku menatap adikku yang tampak berkali-kali lipat menggemaskan sebelum mengulurkan tanganku untuk membawanya dalam gendonganku, seperti bayi koala.

Aku menurunkan adikku di atas kasurku sebelum pergi menuju lemari pakaianku dan meraih sebuah boneka beruang yang cukup besar. Menyembunyikan benda berbulu itu di balik tubuhku seraya mendekati adikku yang masih sibuk bermain dengan jari-jarinya.

"Lihat, Kim. Aku punya sesuatu untukmu." Panggilku mengalihkan atensi gadis yang berada di ranjangku sambil menjulurkan benda berbulu itu ke hadapannya.

Gadis itu menatap boneka yang kupegang dengan mata yang membulat dengan binar bahagia. Dia meloncat-loncat dengan tidak sabar sambil menjulurkan tangannya untuk meraih benda putih berbulu yang berada dalam genggamanku.

Aku memberikan boneka itu pada adikku sambil mengusak rambutnya dengan gemas. Hingga aku teringat sesuatu.. Makan malam kami!

Aku meninggalkan adikku dan boneka barunya di dalam kamarku, sementara aku beranjak menuju dapur untuk membawa makan malam kami ke kamarku. Ku letakkan nampan yang ku bawa di atas meja kerjaku sambil menghampiri adikku untuk mengajaknya makan malam.

Dia menggelengkan kepalanya dengan ribut sambil menatapku dengan sedih. "Kit."

"Kamu harus makan untuk membuat rasa sakit itu pergi." Ucapku penuh pengertian sambil menyodorkan sendok ke bibir adikku.

Gadis itu justru mengunci mulutnya dengan terus mengatupkan bibirnya dengan rapat, menggelengkan kepalanya untuk menolak suapan yang ku berikan padanya.

"Jika kamu tidak makan, nanti tuan beruang tidak mau bermain denganmu lagi loh!" Ucapku menakutinya.

Setelah mengucapkan kalimat itu, dengan ajaibnya adikku membuka mulutnya untuk menerima suapan yang kuberikan padanya. Dia makan dengan lahap sambil terus bermain dengan beruang putih yang berada di hadapannya.

Setelah menyelesaikan kegiatan makan malam kami, adikku langsung menarik tanganku untuk ikut bermain dengannya dan beruang putih miliknya, aku tersenyum hangat dan dengan senang hati ku turutin ajakan bermain darinya.

Tak terasa jam yang menggantung di dinding kamarku telah menunjukkan pukul sembilan malam. Kami telah bermain cukup lama rupanya. Adikku itu juga telah menguap sambil mengusap matanya berulang kali.

Gadis itu mendongak untuk menatapku. "Cu?"

"Cu?" Ulangku sambil mengerutkan keningku.

"Cucu."

Aku terdiam sejenak kemudian menebak kata yang baru saja dia ucapkan. "Susu?"

Adikku itu menganggukkan kepalanya dengan lesu sambil menahan kantuknya.

"Tunggu sebentar, aku akan membuatkan susu untukmu." Aku membuka lemari pakaianku dan meraih botol susu sebelum menuju dapur untuk menghangatkan susu yang ada di lemari pendingin.

Aku kembali ke kamarku dengan membawa sebotol susu hangat. Menghampiri adikku yang sudah berada di kasurku dengan teman barunya yang di dekapnya erat-erat.

Gadis itu menerima botol susu dariku dengan lesu dan sesekali menguap lelah. Aku berjalan menuju lemari pakaianku dan menarik sebuah selimut putih dengan corak merah muda, membentangkan selimut itu untuk adik kesayanganku yang sudah setengah sadar di atas kasurku.

Aku melangkah mendekati kasur dan bergabung dengan adikku yang sudah tak sadarkan diri. Mengusak surainya dengan sayang. "Tidur nyenyak gadis kecilku." Ucapku sambil ikut menyelami alam mimpi bersama adikku.





So.. Untuk kali ini boleh Alice minta sesuatu dari kalian? Tolong support cerita Alice dengan vote atau tulis kesan kalian selama baca cerita Alice.
Alice akan update part selanjutnya kalau para reader kesayangan Alice tinggalkan jejak dengan kasih Alice ★★★★★ (lima bintang)

 Alice akan update part selanjutnya kalau para reader kesayangan Alice tinggalkan jejak dengan kasih Alice ★★★★★ (lima bintang)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

11/01/21 (20:01WIB)

My BabyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang