| 21 |

65 14 59
                                    

Malam ini mereka berada di salah satu hotel bintang lima. Panitia mengajak mereka untuk makan malam di sini. Tentu saja disambut penuh antusias oleh mereka semua.

Mereka duduk secara acak. Tidak ada perbedaan di sana. Seperti sekarang, Elie sudah duduk satu meja dengan Rika. Satu meja berisikan empat orang. Selain Elie dan Rika, Aldrich dan Fandi juga ikut hadir di sana.

"Jadwal lo balik jam berapa?" tanya Rika sambil menatap Elie yang sibuk memainkan jemari-jemari Aldrich.

Elie berpikir sejenak, dirinya mungkin akan pulang lebih telat, karena acara "keluarga" itu. Belum lagi, sedari tadi tak ada satu anggota keluarga pun yang menunjukkan batang hidung mereka. Pasti ada hal lain.

"Gatau, kayaknya gue bakalan di sini buat beberapa hari ke depan. Ada acara keluarga." Akhirnya Elie pun menjawab sesuai nyata faktanya.

Rika mengangguk mengerti. "Bareng lo, Al?"

Aldrich yang dari tadi sibuk dengan pikirannya sendiri pun menoleh menatap Rika yang duduk di depannya. "Iya."

Fandi hanya diam saja melihat interaksi mereka bertiga. Dia sendiri masih kebingungan, bagaimana caranya berinteraksi dengan yang lain.

Dari tadi, peserta lain pun sibuk mengoceh tak jelas. Jangan tanya siapa yang paling berisik, sudah tentu kalian tahu jawabannya.

Lea menggelengkan kepala. Dia sendiri bingung, bagaimana bisa menerima pernyataan cinta Dean yang sifatnya benar-benar di luar ekspektasinya. Bahkan, dahulu saja dia sering menolak cowok yang bisa dibilang jauh di atas Dean.

"Vi, gimana bisa lo tahan sama Tio? Gue aja stress ngehadapin Dean yang masih sedikit lebih waras." Lea menatap Vio yang tersenyum kecil ke arahnya.

Mata Vio menatap Tio yang duduk di sebelahnya dengan tulus. Vio pun menjawab, "Udah terbiasa dengan semua tingkah lakunya yang ajaib. Walaupun kadang-kadang bikin gue pingin geplak kepalanya."

Lea yang mendengar pun terkekeh. Dia pun paham mengapa Vio bisa tahan dengan Tio, walaupun Vio tak pernah mengatakan alasannya.

Makanan sudah mulai disajikan di hadapan mereka. Para guru-guru pendamping beserta panitia pun sudah mulai masuk ke dalam ruangan.

Pak Rayhan juga sudah menginstruksikan kepada mereka untuk menyantap hidangan. Akhirnya, perut-perut yang kelaparan pun terisikan.

"SELAMAT MAKAN!" teriak Tio yang dihadiahi cubitan oleh Vio.

"Aww, sakit, Beb." Tio meringis kesakitan.

"Udah mulai Beb-beb, ya, lo berdua."

"Kalau udah official, PJ-lah!"

Vio yang mendengar celotehan teman-temannya pun memutar kedua bola matanya jengah. "Official dari mana?! Wong gue digantungin."

Jawaban Vio disahuti dengan seru oleh peserta lain. Tak sedikit yang menyindir Tio laki-laki tidak gentle, karena menggantung wanita.

"Wadidaw!"

"Gaslah, Yo. Diambil orang mati kutu nanti lo."

"Kalau cewek udah ngode, itu tanda bahaya woi!"

Tio terkekeh. Dia pun berdiri dan mendatangi Elie yang sedang menyantap makanan dengan khidmat.

"Sebelum nembak cewek, di sekolah kami harus minta izin dulu sama ibu ketos nomor satu di LABS. Jadi gimana, Bu? Boleh saya berpacaran dengan cewek selain anak LABS?"

Elie yang mendengar pertanyaan Tio tersedak. Dia pun mendengus. "Gih, sono."

Kiera yang memiliki ide jahil pun berteriak kencang. "Lah, Yo. Kalau mau pacaran bukannya ibu ketos kita dulu harus punya gandengan?"

HSM 1: OLYMPIADS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang