| 20 |

57 14 53
                                    

* H+1 *

Hari ini adalah hari pengumuman. Mereka semua sudah berada di aula Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga Provinsi Bali.

Tak ada jantung yang berdetak normal. Semuanya berdetak cepat dengan keringat dingin yang mengucur deras dari pori-pori. Mereka semua gugup dan takut akan hasil.

Ada sebagian dari diri yang merasa kurang puas. Ada sebagian lagi yang merasa lelah dan memilih untuk pasrah. Namun, mereka semua mendambakan satu hal, medali olimpiade tingkat nasional.

Para peserta duduk berurutan sesuai bidang masing-masing. Tautan tangan saling menggenggam satu sama lain dengan tujuan saling menguatkan. Padahal, hati sidah tak karuan menanti hasil.

"Selamat pagi. Bagaimana dengan hari kemarin? Merasa mampu untuk meraih medali olimpiade? Apa pun jawaban kalian, saya yakin dan sangat tahu, jika kalian semua yang berada di sini adalah yang terbaik. Tak peduli medali apa yang akan kalian bawa nanti. Sebelum kita mengumumkan nama para pemenang, apakah kalian masih ingin mengetahui tahun ini sistemnya berbeda?" tanya Pak Rayhan dengan senyuman manis yang ditunjukkannya. Walaupun umurnya sudah di awal kepala empat, tetapi wajahnya seperti umur dua puluhan.

"Masih, Pak," jawab mereka semua serentak.

Pak Rayhan menatap Pak Ryan, Pak Ryan yang paham pun mengangguk dan menampilkan beberapa slide yang berisikan video di monitor.

"Tahun ini, pemerintah bekerja sama dengan Pollux Education, menginginkan agar generasi penerus bangsa yang cerdas seperti kalian juga memiliki kecerdasan emosional yang sama tingginya. Kami sudah sangat percaya jika kemampuan kognitif kalian tinggi. Namun, pengalaman dari tahun-tahun sebelumnya, kecerdasan emosional masih sangat minim. Kalian terlalu egois, sibuk dengan urusan sendiri, individual, bahkan ada yang tidak saling mengenal satu sama lain." Suara Pak Rayhan sempat terhenti untuk sejenak.

Pak Ryan menampilkan slide yang berisi rekaman CCTV dari kegiatan-kegiatan mereka selama ini. Di sana terlihat jelas, jika mereka saling mengenal satu sama lain dan juga bahu-membahu dalam pekerjaan.

"Kecerdasan kognitif yang tinggi tanpa kecerdasan emosional yang tinggi pula tak akan menghasilkan generasi bangsa yang cerdas. Namun, jika kedua hal itu dibalik, kecerdasan kognitifnya biasa saja, tapi emosionalnya baik, maka akan tercipta generasi bangsa yang cerdas dan hebat. Itulah yang kami semua inginkan."

Para peserta terdiam mendengar penjelasan Pak Rayhan. Mereka baru menyadari, jika semua hal yang mereka lakukan selama dua minggu ini untuk mendukung masa depan mereka. Bahkan beberapa dari mereka berpikir, jika panitia hanya bermain-main dan membuat mereka tenang dalam menghadapi ujian nanti.

"Harapan kami terhadap kalian sangat besar. Sama besarnya dengan harapan kalian untuk menjadi orang yang berhasil di masa depan. Sekarang, coba kalian lihat sekeliling kalian, apakah masih ada yang tak kalian kenal? Kalian mungkin merasa jika kegiatan yang kami siapkan selama ini sangat membuang-buang waktu kalian belajar. Namun, di mata kami, kalian adalah remaja yang baru tumbuh dan sedang mengalami masa pendewasaan."

Pak Rayhan tersenyum ke arah para peserta. Lalu menunjuk mereka semua dan mengatakan, "Kalian adalah generasi bangsa yang harus kami bina. Agar tidak tumbuh seperti para koruptor. Kalian kami tekankan untuk tidak berambisi, agar nurani kalian tetap sejalan dengan logika. Kalian kami ajarkan untuk saling mengenal, agar kalian tahu bahwa masa muda akan hampa tanpa pertemanan. Kalian kami beri waktu bermain di sini, agar kalian tau, jika masa muda itu harus dinikmati tanpa harus menghancurkan masa depan yang cerah."

Genggaman para peserta semakin menguat, bahkan kini ada mata-mata yang sudah mengalirkan air mata. Mereka tidak menyangka jika tahun ini memiliki misi yang sedalam itu.

HSM 1: OLYMPIADS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang