| 19 |

57 12 67
                                    

! Hari-H !

Semua peserta sudah berkumpul di meja makan. Mereka akan berkompetisi hari ini. Mengawali pagi dengan sarapan yang sudah disediakan oleh piket hari ini. Ah, jadwal piket itu sudah tidak berlaku lagi untuk siang nanti, karena masa itu telah selesai.

Mereka membaca kembali materi-materi yang sudah mereka pelajari di hari-hari sebelumnya. Bus-bus pun sudah terparkir rapi di depan rumah dan siap untuk mengantar mereka ke gedung Dinas Pendidikan, Kepemudaan, dan Olahraga Provinsi Bali.

"Udah pada selesai belum?" Rika bertanya sambil membawa piring kotor miliknya ke tempat cucian piring.

Ada peserta yang mengangguk dan menggeleng. Peserta yang menggeleng bukannya belum siap makan sama sekali, melainkan sibuk mengambil cemilan-cemilan dengan alasan untuk menambah tenaga saat ujian nanti.

Setelah semuanya selesai sarapan, mereka berjalan keluar rumah dan masuk ke dalam bus-bus sesuai provinsi masing-masing. Kali ini, tak ada guru pendamping bersama mereka. Namun, suasananya bisa dikatakan sama seperti hari pertama mereka mendatangi rumah ini.

Bus-bus pun mulai melaju dan meninggalkan area rumah karantina. Elie dan Aldrich duduk bersebelahan. Elie sibuk membahas dan menghafal kembali bab-bab yang sering keluar di olimpiade tingkat nasional.

Tak jauh beda dengan yang lain. Jika mereka datang dengan segala kericuhan yang terdengar, maka sekarang mereka sibuk berkutat dengan mata pelajaran masing-masing. Sudah cukup waktu bermain-main dan istirahat selama ini.

Rena menatap ke luar jendela. Matanya menangkap banyak objek. Rasanya enggan untuk kembali ke Jakarta yang dipenuhi oleh gedung-gedung yang menjulang tinggi ke langit.

"El, kita kapan balik ke Jakarta?" Pertanyaan Rena membuat semua mata tertuju pada Elie.

Elie sendiri menatap yang lain sambil menaikkan kacamata belajarnya yang sudah turun. "Empat hari lagi. Besok kita bakalan pengumuman, terus dua hari setelah itu bakalan ada wisata. Nah, hari setelahnya, kita bakalan langsung ke bandara buat balik ke provinsi masing-masing."

Tio menghela pelan. "Napa lo?" tanya Bagas yang merasa heran dengan Tio.

Tio menatap Bagas dengan tampang memelas. "Bentar lagi gue bakalan pisah sama Vio, dong. Nanti gue gak bisa jahilin dia lagi ...."

Devan mendengus mendengar perkataannya. "Bilang aja lo kangen. Lo sering jahilin orang, mana mungkin lo kehilangan mainan."

Kiera yang mendengar ucapan Devan mengangguk setuju. Walaupun Tio berada di LABS dan Devan berada di Swaeden, tetap saja tak ada anak yayasan yang tidak tahu mengenai hal ini. Termasuk Prima yang bersekolah di Schewerd dan Schewerd terkenal dengan sikap netralnya.

"Padahal cinta, tapi malu-malu kucing. Nyatain, dong. Cowok bukan, sih?" Caca tertawa kecil melihat ekspresi Tio yang seakan mau melemparnya keluar dari bus.

Nada yang merasa Caca juga menyindir Aldrich pun langsung tersenyum. "Lo juga, Al. Jangan kerjaannya cemburu mulu, udah gitu pake sediain pengawal pribadi buat Elie, tapi lo gak nembak-nembak."

Aldrich yang sedari tadi diam saja menatap kesal ke arah Nada yang membuka kartunya. "Diem lo."

Mereka tertawa saat satu sama lain masih setia saling sindir-menyindir. Elie hanya tersenyum kecil dan menatap Alrich yang menjatuhkan pandangannya ke arah Elie.

"Kenapa?"

"Napa lo senyam-senyum? Beneran mau gue tembak?" Aldrich langsung mengalihkan pandangan sebelum Elie sempat menjawabnya.

Elie menatap ke arah teman-temannya yang tertawa melihat ketua osis LABS itu terkena semprot oleh ketua osis Swaeden.

"Napa jadi gue yang kena?" Elie mengelus dada berada di sekitar mereka semua.

HSM 1: OLYMPIADS [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang