prologue

20 2 3
                                    

2020

•••

"tidak bisa!" ekspresinya menunjukkan keseriusan tentang penolakannya. Alisnya menukik dengan nafas yang tertahan. "Tapi kita sudah setuju dengan proyek ini. Dan kau menandatangani kontrak dengan sukarela sejak
3 tahun yang lalu. Sudah sejauh ini lalu kau ingin menolak dan membatalkan segalanya? Omong kosong apa yang coba kau ciptakan? " Tak kalah rendah suara lawan bicaranya pun terdengar tak puas bila hanya akan menjawab "baiklah".

"Ya. Dan kau lihat sudah berapa banyak nyawa kau korbankan termasuk temanmu sendiri(?)" Mimiknya tak berubah barang sedetik. Laki-laki berambut klimis dengan kacamata kotak andalannya. Hatinya bergemuruh menahan kesal karena berdebat dengan sahabat baiknya sendiri. "Jangan mengungkit masalah lalu. Dia melakukannya dengan sukarela, lalu apa? Masih meyalahkanku? Kau bahkan tak mencegahnya saat itu. Aku sudah mengatakan kepadamu kalau dia akan mendengarmu sebelum terlampau jauh. Tapi sekarang hanya aku yang kau salahkan? Cih apa-apaan situasi ini. "

Mendadak kerutan dahinya mengendur. Kepalanya sedikit menunduk. Tangannya mengepal erat. "kau benar aku juga bersalah. Oleh karena itu aku katakan kita cukupkan dan berhenti sampai di sini. Aku tak ingin menanggung lebih banyak beban lagi dalam diriku." Tatapannya sendu seolah memohon dengan sangat kepada laki-laki lain yang ada di hadapannya. Usianya yang lebih dewasa mencoba dengan pelan membujuk sahabat dekatnya itu.

Proyek impian mereka untuk memanipulasi DNA manusia dan hewan yang akan lebih di tekankan pada kinerja otak manusia. Proyek yang mereka sepakati sejak masa Kuliah mereka 5 tahun yang lalu dan baru resmi mereka cantumkan dalam selembar kertas berbubuh tanda personal bahwa mereka setuju 2 tahun kemudian.
Setidaknya mereka telah mengorbankan 10 nyawa manusia jalanan dan 1 nyawa teman mereka sendiri.

1 nyawa yang mencalonkan dirinya sebagai 1 objek yang akan di kenai DNA untuk di manipulasi, 1 bulan yang lalu harus meregang nyawa karena sel-sel tubuhnya hancur. Meskipun secara harfiah otaknya dalam kondisi hidup tapi DNA nya menolak menyebabkan kerusakan di beberapa sistem jaringan di dalam tubuhnya . Hingga akhirnya otaknya mati secara perlahan tanpa tubuh yang berfungsi normal.

"ini keputusan terakhirnya. Dan kita sudah meneliti ini bahkan ketika dia masih hidup. Kita akan segera berhasil. Yang lalu itu hanyalah keraguan. Dan saat ini yang perlu kita lakukan adalah yakin. Albert, kita sekarang hanyalah pion. Kalau kita melanggar kau tahu apa yang akan terjadi. Kita selesaikan ini dan kau pergi. "

Albert si laki-laki berkacamata kotak sedikit terkejut. "Apa maksudmu?"

Hening tiba-tiba melanda. "Daren?" Laki-laki yang lebih muda itu tak bisa menjawab. Dia ingin bungkam. Mengumpat sial dalam hati karena harus keceplosan. "Ya. Radhite memilih untuk mengorbankan dirinya dan anaknya yang saat ini masih di dalam kandungan untuk proyek ini. Dia sudah tahu tentang sesuatu yang akan terjadi di masa depan karena proyek ini. Dia tahu kalau manipulasi DNA itu akan gagal padanya. Tapi dia juga tahu kalau ini akan berhasil pada putranya yang akan segera lahir. " kedua tangan putihnya mengepal erat.

"sebenarnya dia menyesal telah menyelesaikan proyek ini dengan baik. Dan dia menyesal menjadikan putranya kelak sebagai buronan."
Daren menjeda kalimatnya matanya memanas pedih. Ingin mendongak tapi sedikit sulit. Matanya kini hanya terpaku pada Albert yang notabenenya memiliki umur lebih tua 2 tahun darinya termasuk Radhite orang yang dia sebutkan dalam ceritanya.

"Radhite berhasil meneliti 3 DNA yang ia yakini akan berhasil. 1 diantaranya gagal menyatu dengannya dan 1 lagi adalah keberhasilan. Dari sini kita tahu kalau keberhasilan mencapai 75% pada janin. Dia adalah putra Radhite"lanjutnya serius.

Albert masih saja terkejut. "Apa? Jadi calon Putra Radhite...? " kata-katanya terhenti.

"Ya"

"aku tetap menolak kau menjadi objek selanjutnya" Albert mengalihkan pandangannya. Nada bicaranya sedikit menurun. Mendadak otaknya memikirkan sebuah rencana. Yang dia asumsikan akan lebih baik daripada Daren yang terbunuh dalam proyek ini.

"Tapi... " Daren Terkesiap dengan penolakan yang kesekian kalinya ini.

"Aku_" Albert menyeringai meninggalkan ruangan Laboratorium suram itu. Sedang Daren mengumpat kesal karena tahu rencana bodoh kakak Tingkaynya semasa kuliah.



~Tamat~ 01

LUCID DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang