2

6 1 2
                                    

2021
•••

"ingat saja impian kita jika ingin menyerah"

"Maafkan aku"

"Biarkan saja seperti ini. Aku titipkan mereka pada kalian berdua."

"Sudah cukup. Kalian tidak perlu bekerja sekeras itu. Aku sudah berakhir."

...

"Semua ini sia-sia"

"Aku_"

"Kalian sangat pandai menyiksaku. Hanya karena kebetulan usiaku masih terasa panjang"

"Biarkan dia hidup bersamamu. Jika memang mampu buatlah semuanya terkunci selamanya."

"Bagaimana bisa? Bagaimana bisa aku melakukan ini sendirian?"

"Kau bisa"

"Jadikan dia temanmu. Bawalah dia, aku ingin kau menjaganya seperti keinginanmu membawa kembali separuh jiwaku."

"Aku tidak bisa lagi."

...

"Aku harap kau tidak ikut pergi hanya karena aku mencoba apa yang mereka katakan. Seperti sebelumnya, bukannya aku tidak menyesal. Tapi mereka yang mati meminta kepadaku yang hidup. Beban ini memang berat. Tapi aku tidak bisa melakukan hal lain. Selain menjadikan kepercayaan mereka padaku menjadi nyata."

...

"Ini yang terakhir. Ku selalu berharap berulang kali dan mungkin selama sisa hidupku. Tidak masalah kalau menjadi idiot. Yang terpenting jangan mati. Kalaupun ingin biarkan aku mempersiapkan diri untuk menjadi teman perjalanan kematianmu."

...

"Hei Marlin!"
Remaja lelaki dengan perban di seluruh wajah —kepala— nya diam tak menggubris. Dia yakin anak-anak yang memanggilnya itu hanya sekedar iseng. Bukan sekedar iseng tapi ingin menyiksanya. Gagal, sudah pasti. Marlin tidak selemah itu. Walaupun orang bilang dia bodoh. Menurut Marlin sendiri dia tak seburuk itu—setidaknya menurut Daren juga—.

"Wah, selain buruk rupa dan bodoh. Rumor itu benar. Kalau ternyata dia juga tuli." Anak lelaki ber- hoodie kuning tertawa lebar, bersama ke empat kawannya yang memiliki beragam bentuk tubuh. Maaf bukannya bodyshaming tapi itu fakta, oops.

"Benar-benar menyedihkan menjadi dirinya. Ckckck tidak heran kalau banyak yang bilang dia itu pembawa sial. " Si kurus berkaca mata kotak dengan freakless di wajah menggeleng-gelengkan kepala seolah prihatin.

Mereka masih mengoceh banyak hal tidak jelas. Sampai seorang gadis menghampiri mereka. "Apakah kalian merasa bangga setelah melakukan itu?" Gadis ini berpenampilan tomboy, tidak. Tepatnya seperti geng urakan atau bisa disebut preman(?)

"Ooh, kau merasa kami begitu? Sungguh aku hanya merasa kasihan pada anak laki-laki malang ini. " Ucap Si gembul yang memimpin rombongan 5 orang anak laki-laki tadi. Dia mengatakan dengan raut sedih, tak selang 1 detik kemudian tertawa terbahak-bahak nampak puas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LUCID DREAMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang