Hujan deras disertai angin kencang dan petir yang terus menyambar dengan keras menambah kesan menyeramkan di area hutan terlarang. Hutan yang konon telah memakan banyak korban jiwa manusia baik karena dimangsa binatang spiritual ataupun terkena racun dari kabut yang muncul tiba-tiba di dalam hutan.
Seorang wanita berparas rupawan berjalan tertatih sambil menyeret kaki kanannya yang terluka. Hanfu merah dengan bordir emas membentuk bunga poeny yang ia kenakan semakin berat akibat basah terkena derasnya guyuran hujan yang menimpa tubuhnya.
Dalam kondisi yang hamil tua, wanita itu terus memasuki hutan terlarang. Berharap kabar burung yang pernah ia dengar dari gurunya adalah sebuah kenyataan.
" Bertahanlah sedikit lagi nak. Ibunda akan menyelamatkanmu." Ucap wanita itu sembari menyentuh perutnya yang membesar dengan penuh kasih sayang.
Berbekal tekad dan keyakinan yang kuat, wanita itu berjalan semakin dalam.
Aliran darah mengikuti setiap langkah kaki wanita itu pergi. Pedang perak yang tergenggam erat di tangan kanannya meneteskan darah para musuhnya. Baik itu binatang spiritual maupun para pembunuh kiriman orang yang menginginkan nyawanya dan bayi dalam kandungannya.
Sesekali ia berhenti, menyenderkan tubuhnya pada pohon di dekatnya. Tubuhnya mulai menggigil akibat dinginnya udara malam ini serta kondisi tubuh yang telah basah kuyup.
DEG
Wanita itu meremas hanfu atasnya sambil menggigit bibir bawahnya. Menahan rasa sakit yang menusuk-nusuk. Nafasnya kian memburu. Tersengal-sengal. Jantungnya seakan membeku dan dingin. Bukan hanya jantung, organ internalnya juga mengalami hal yang sama.
"Jangan sekarang." Guman wanita berambut panjang itu, lirih.
Ia mengedarkan pandangannya sekitar tempatnya berdiri. Beruntung dewa masih mengasihaninya. Ternyata kabar burung itu benar adanya.
Tak jauh dari pohon tempat ia bersandar terlihat secercah cahaya dari sebuah rumah. Ia menyeret kaki lelahnya mendekati rumah itu.
Tok ... tok ... tok...
" Permisi. Adakah orang di dalam rumah ini ?"
Wanita itu kembali mengetuk pintu berwarna coklat tua agak keras.
Tok ... Tok ... Tok ....
Tak berselang lama, pintu rumah terbuka. Menampilkan sosok pria tua yang mengenakan hanfu abu - abu muda. Pria itu mengamati saksama wanita yang berdiri di hadapannya.
" Siapa kau ?" tanya kakek berjanggut panjang putih itu.
Pria itu bernama Huan Yuan, atau sering dikenal dengan sebutan Kakek Yuan. Kakek Yuan seorang alkemis dan peracik racun yang cukup terkenal di beberapa kerajaan besar di dataran China kuno.
"Maafkan saya, yang telah mengganggu istirahat anda, Tuan." Ucap wanita itu lemah. Ia meringis memegang perutnya. Menahan sakit akibat kontraksi dan menekan racun yang mulai kambuh di dalam tubuhnya.
"Tolonglah hamba, Tuan. Anak ini akan segera lahir." Mohon wanita itu. Kakinya yang cidera tidak mampu menopang tubuhnya lebih lama hingga menyebabkan ia terjatuh. Sebelum tubuhnya menyentuh tanah, Kakek Yuan telah menangkapnya terlebih dahulu. Ia membopong dan membaringkan tubuh wanita itu di atas ranjang bambu tempat peristirahatannya.
Kening Kakek Yuan berkerut dalam setelah memeriksa nadi milik wanita itu. Dingin. Itu yang dirasakan Kakek Yuan saat menyentuh kulitnya.
"Ini sangat berbahaya bagimu dan bayimu, nak." Ucap kakek Yuan sembari menggeleng pelan.
" Hamba tau tuan, tapi .. akh... " Wanita itu mengerang merasakan kontraksi di perutnya semakin menjadi-jadi.
"To.. tolong... selamatkan anak ini, tuan. Aakhh,, aakhh ,, akh. "
Kakek Yuan segera berlari mengambil waskom berisikan air hangat, kain bersih, dan peralatan medis miliknya.
Setelah beberapa jam berlalu, akhirnya bayi mungil itu berhasil lahirkan.
Oek ... Oek .. Oek... Oek ....
Suara tangis bayi menggema memenuhi rumah Kakek Yuan. Ia menyerahkan bayi berjenis kelamin perempuan kepada ibunya yang tergolek lemah di ranjang.
Tangis kebahagianpun pecah, mengalir deras di mata indah wanita itu. Rasa bahagia, syukur, sayang dan hangat seketika memenuhi hatinya saat mendekap putri kecilnya. Ia bersyukur dapat melahirkannya dengan selamat. Buah hati dengan suami tercintanya.
Bayi perempuan dengan paras yang sangat cantik, rambut hitam lebat. Kulit putih miliknya seperti susu dan selembut giok. Bola mata bulat cemerlang dan jernih mengerjap - ngerjap lucu. Serta pipi gembul seperti bakpao terlihat menggemaskan. Jika diperhatikan lebih cermat terdapat tanda lahir berbentuk teratai berwarna merah muda di bahu kanannya.
" Xio Jin Wei. Nama bayi ini." Wanita itu mengecup sayang kening, mata, hidung, pipi putri kecilnya. Ia merogoh kantong hanfu terdalamnya. Mengambil kalung giok berwarna putih semburat ungu indah.
Dia. Batin Kakek Yuan saat melihat ukiran dalam giok yang ada di leher bayi mungil itu.
DEG
Jantungnya kembali ditikam. Kali ini benar - benar sangat menyakitkan. Napasnya kembali memburu. Tak beraturan. Sensasi dingin kembali terasa dan menyebar cepat hingga membuatnya menggigil. Peluh keringat dingin muncul di kening wanita itu. Tenaga dalamnya telah terkuras habis untuk menyelamatkan bayinya dan menekan persebaran racunnya. Ia merasa hari ini adalah hari terakhirnya menatap dunia.
Wanita mendongak menatap Kakek Yuan. Tangan lemahnya mengulurkan bayi mungilnya kepada Kakek Yuan.
" Terima kasih, Tuan. Ha.. Hamba Yue Lin.. akan.. membalas kebaikan tuan di kehidupan selanjutnya." Ucap Yue Lin lemah. Ia tersenyum menatap bayi yang kini tertidur dengan nyaman dan damai dalam dekapan Kakek Yuan.
Air mata perpisahan menetes di wajah cantiknya hingga ia menutup mata untuk selamanya. Ia menghembuskan napas terakhir dengan senyum kelegaan yang terkembang di wajahnya.
"Tenanglah nak. Putri kecilmu akan kurawat dengan baik." Janji Kakek Yuan pada raga Yue Lin.
~ oOo ~
Tbc. 👋👋
KAMU SEDANG MEMBACA
Xio Jin Wei
Historical FictionKisah pencarian jati diri seorang gadis dengan segudang ketrampilan yang mumpuni serta dibumbui jalinan kisah romansa yang indah. " Wangye, bukahkah kau masih berhutang pada aifei - mu ini? " Wanita berparas dewi menagih akunnya pada raja hantu di h...