Bab 3 Terdesak

70 10 0
                                    

Wajah Zhang Li Quan semakin memucat. Keringat menetes dari pelipisnya. Suhu tubuhnya silih berganti antara dingin dan panas. Membuatnya lemas. Racunnya berulah di saat situasi tidak menguntungkan.

Sial.

Li Quan menggeram marah dalam hati. Wajahnya semakin buruk mengingat kecerobahannya. Ia pasti meminum pemicunya saat perjamuan tadi sore.

"Kupastikan kau akan membayar hutang ini. Pangeran keempat." Sumpah Li Quan penuh dendam. Kilat kekejaman dan amarah terlihat jelas di sorot mata dinginnya. Ia tak akan memberikan kematian yang mudah begitu saja kepada para musuhnya.

Tubuh Li Quan tak kuasa menahan efek kedua racun itu akhirnya terjatuh dengan lutut menyentuh tanah. Tangannya menggenggam erat pedang naga hitam miliknya yang menancap.

Keringat dingin keluar dari tubuhnya. Irama napasnya mulai tak beraturan. Jantungnya terasa sakit seolah ada ribuan jarum es yang menusuknya. Beku dan dingin. Berbanding terbalik dengan apa yang ia rasakan pada organ hati, ginjal, paru dan lambungnya yang terasa panas seperti sedang dipanggang.

Kondisi Li Quan yang melemah membuat para pembunuh menjadi bersemangat mengambil nyawanya. Mereka tak akan menyia – nyiakan kesempatan emas di depan mata. Mereka menyerang secara bersamaan menargetkan jantung Li Quan.

Pria bermata ungu itu lantas mengayunkan pedang naga hitam menangkis serangan yang diarahkan kepadanya. Ia menginjak dada pembunuh dengan keras. Melompat menghindar ke atas sembari melayangkan tebasan kelima pembunuh di depannya.

Ia melompati sekaligus menusuk kepala salah satu pembunuh di depannya hingga membuatnya mati seketika. Menarik pedangnya dengan cepat sembari melayangkan tendangan pada tubuh tak bernyawa itu. Tak lama darah keluar deras dari lubang di kepalanya.

Uhuk

Li Quan memuntahkan darah berwarna merah tua agak kehitaman. Sepertinya organ hatinya mengalami cidera yang cukup serius akibat serangan kedua racun itu.

Racun ini benar – benar menyusahkan. Ucap Zhang Li Quan dalam hati. Mengusap sisa darah yang menetes dari mulutnya.

Chen Duan Xie yang melihat Zhang Li Quan memuntahkan darah menjadi khawatir. Fokusnya terpecah di tengah perlawanannya menahan serangan lawan.

Ini buruk. Ucap Duan Xie dalam hati.

Duan Xie mengayunkan pedang apinya dan menebas kepala pembunuh yang berdiri di sebelah kirinya. Menedang keras tubuh mayat itu dan berlari mendekati Li Quan. Namun usaha gagal, terhalang tebasan pedang dari pembunuh berikutnya.

Ia melompat ke belakang menghindari ayunan pedang dari lawannya. Duan Xie memberikan serangan balasan yang intens kepada para pembunuh yang tersisa.

"Brengsek. " Umpat Chen Duan Xie marah.

Musuh di depannya seperti tak ada habisnya. Membuatnya kewalahan. Biarpun kultivasinya tergolong cukup tinggi tetapi menghadapi lawan dalam jumlah banyak dan semuanya berada dalam ranah jendral pangkat tiga sangat melelahkan. Menguras tenaganya.

Duan Xie hampir pingsan kehabisan tenaga sedangkan kondisi sahabatnya – Li Quan - memburuk. Sungguh ini merupakan hari tersialnya.

"TUUAAN " Teriak kedua pengawal itu secara bersamaan. Keduanya Nampak sangat khawatir memikirkan kondisi tuannya setelah melihatnya memuntahkan darah.

Bao Hei dan Fei Yu – kedua penjaga itu - ingin segera berlari dan menyelamatkan tuannya. Sayang, niatnya terganjal ulah para pembunuh yang memberikan serangan cepat dan beruntun ke arah mereka berdua. Seakan tak ingin memberikan peluang bagi mereka untuk berlari menyelamatkan tuannya. Mereka berdua dipaksa untuk tetap melanjutkan pertarungannya sendiri tanpa bisa memikirkan hal lain.

Di sisi lain, pergerakan Duan Xie sedikit melambat akibat rasa lelah yang menumpuk. Hingga menyebabkannya terkena sayatan pedang salah satu penyerangnya. Cairan merah seketika merembas keluar dari luka yang melintang di lengan kanannya.

TRANGG

Pedang api milik Duan Xie terjatuh tak jauh dari tubuhnya. Jari tangannya tak bisa ia gerakkan. Tenaga di tangan kanannya seakan lenyap tak tersisa. Lumpuh. Kulitnya perih dan terasa terbakar. Tulangnya seakan meleleh. Belum lagi rasa sakit yang menjalar naik menuju seluruh tubuhnya.

Duan Xie menggerang menahan rasa sakit hingga membuatnya terjatuh.

" Racun tingkat 4. " guman Duan Xie lirih.

~ oOo ~

Dari atas pohon, mata coklat terang Jin Wei menangkap sesuatu yang sangat ia inginkan. Kedua ujung bibirnya tertarik membentuk lengkungan yang cantik.

"rumput liglong." pekik Jin Wei senang.

" Aku harus mendapatkannya."

"Jiejie, kau bantulah pria hanfu biru itu. Aku akan mengambil hartaku dulu."

Tanpa menunggu balasan dari Mei Yin, Jin Wei menghilang dan muncul tak jauh dari area tempat rumput linglong itu berada. Rumput itu berada tepat di pusat pertarungan antara Zhang Li Quan dengan keempat musuhnya.

Selembar kain putih melayang terbang di tengah pertarungan Li Quan dengan keempat lawannya. Menghantam keras dada pembunuh di sisi kanan Li Quan. Mendorongnya hingga terlempar ke belakang. Menabrak pohon dengan keras dan mati.

Mayat pembunuh itu berangsur–angsur menghitam dan dipenuhi kutil besar disekujur tubuhnya. Nampak nanah keluar dari kutil itu serta darah berwarna hitam pekat yang keluar dari lubang tubuhnya, seperti mata, telinga, hidung, dan mulut. Sangat mengenaskan

"Siapa di sana?"

"Tunjukkan wajahmu!" Teriak salah satu pembunuh geram, melihat rekannya tewas terbunuh. Mata mereka menjadi lebih awas mencari sosok yang tiba-tiba menyerang mereka.

~ oOo ~

Tbc.👋👋

Xio Jin WeiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang