Jangan lupa vote & komen💕
Suasana ruangan dengan ciri khas meja hijau itu berubah riuh tatkala suara ketukkan palu terdengar sebanyak tiga kali. Dua sosok yang duduk dihadapan sang penentu keputusan menampilkan ekspresi berbeda; seorang yang nampak lebih dominan terlihat lega, sementara satu orang lainnya yang berpenampilan anggun tak memberikan ekspresi apapun selain hanya sebuah helaan nafas yang keluar.
"Rin, makasih dan maaf." Kata si dominan begitu berdiri dari posisinya ketika prosesi sidang sudah selesai. Tangannya terulur dihadapan sosok bernama 'Rin' itu. Tak ada lagi sambutan ataupun sebuah tatapan hangat seperti sebelumnya, hanya sebuah anggukan juga pengabaian.
Tangan si dominan yang sempat menggantung diudara, ditariknya kembali. Senyumnya tersungging maklum begitu punggung mungil itu turut serta meninggalkan ruangan yang menjadi saksi perpisahan keduanya.
"Vano." Sosok bernama Vano itu menoleh begitu didengar namanya diteriakkan begitu dirinya keluar dari ruang sidang.
"Lu nggak- eh?" Sosok si pemanggil tertegun ditempatnya begitu tubuh besar itu kini membawanya ke dalam dekapan hangatnya. Wanita itu bersikap maklum, lantas memberi sebuah tepukkan dipunggung tegap itu -mencoba memberi kehangatan juga kekuatan yang mungkin saja coba ia cari sejak tadi atau mungkin juga dihari lalu.
"It's okay. Everything will be fine, lu nggak perlu khawatir." Ulangnya berkali-kali yang diangguki oleh sosok itu, Geovano.
Geovano melepas pelukannya, memandang wanita dihadapannya lembut kemudian berucap- "Makasih mau nemenin gue ya, cel." Ucapnya gemas sembari mengacak-ngacak rambut lawan bicara dihadapannya.
"Ah sialan lu! Udah untung ditemenin, malah ngeberantakin!" Protes wanita itu kesal. Jemarinya dengan cepat menyentuh rambutnya, mencoba kembali merapihkan tatanannya ke bentuk semula.
"Yuk ah. Sakit kepala gue disini kelamaan."
"Eh tapi kak Arin-" belum selesai kalimatnya terucap, tubuh mungil itu sudah terlebih dahulu ditarik menjauh.
❇
Geovano Theodore Allison, lelaki berusia 27 tahun itu akhirnya melepas statusnya yang entah kenapa setahun belakangan ini terasa begitu mencekik. Dulunya, ketika ia memutuskan untuk meminang sang 'mantan' istri, dia tak pernah merasakan keraguan terhadap dirinya maupun Arin. Ia yakin mereka bisa saling menguatkan dikeadaan apapun, saling berbagi kasih juga berbagi segala hal yang membebani. Namun, setahun belakangan semuanya berubah. Tak ada lagi kehangatan, cinta, bahkan tak ada lagi cara bicara yang dilakukan secara baik-baik. Semuanya selalu berakhir menjadi caci maki.
"Kamu yang nggak sadar sama diri kamu sendiri!" Vano masih ingat kerasnya teriakkan Arin hari itu. "Tolong kamu antar surat itu besok. Aku udah muak." Ucapnya final, meninggalkan ruangan dengan sebuah debuman pintu yang terdengar nyaring menggema.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geotesha || KTH•SSW
FanfictionApa berusaha menjadi lebih bahagia itu disebut egois? -Vano AU ⚠ Diwajibkan memfollow author sebelum membaca ⚠️