Jangan lupa vote & comment ya💕
.
.
.
.Echa mengelus dahi Vano lembut. Jemarinya kini merapikan surai legam yang menutupi mata pria yang kini tengah tertidur lelap itu. Terhitung sudah tiga hari sejak Vano meminta izin untuk menginap dirumahnya, berusaha menenangkan diri dengan bermain bersama si kembar yang untungnya selalu bisa membangkitkan kembali keadanya yang sempat down.
Echa tersenyum kala tangannya kini menarik naik selimut Vano yang turun hingga menutupi pundak lelaki itu. Ia mengusap lembut kepala Vano sekali lagi, setelahnya ia membawa Marvel dan Marsel secara bergantian dengan hati-hati keluar dari kamar pria itu, membiarkan Vano tertidur lelap demi mengistirahatkan pikirannya yang penat sehabis menghadapi badai.
"Have a nice dream, Van."
Echa menutup pintu kamar Vano pelan dengan ucapan -bisikkan selamat malam. Kakinya kini melangkah menjauh, bukan menuju kamarnya atau kembali memeriksa kedua bayinya yang sudah dipastikan tertidur lelap. Echa justru melangkah turun menapaki tangga, membawa dirinya duduk diruang santai, membiarkan dirinya terhanyut pada pikirannya tentang pertemuannya bersama Sella tempo hari.
Pernikahan.
Sella pada akhirnya menyinggung topik itu setelah selama ini menahan diri. Echa sadar betul tentang apa yang dikatakan Sella adalah hal yang harus sangat ia pertimbangkan karena sesanggup apapun dirinya menjadi seorang orang tua tunggal, tetap saja akan ada ketimpangan yang dirasakan kedua anaknya. Mungkin untuk saat ini belum, karena Marsel dan Marvel masih terlalu kecil untuk merasakan ketidak sinambungan itu, terlebih sosok Vano juga masih bisa mengisi kerumpangan yang ia miliki. Tapi bagaimana dengan nanti? Bagaimana ketika keduanya tumbuh menjadi lebih besar nanti? Bagaimana perasaan mereka tatkala melihat teman-temannya yang lain bergandengan tangan dengan kedua orang tua lengkap, sementara mereka? Hanya ada Echa. Vano takkan mungkin akan berada disisi ketiganya selamanya bukan? Pria itu bisa saja akan menemukan kebahagiaannya yang lain yang mampu mengisi kekosongan hatinya.
Namun Echa? Ia bahkan terlalu ragu untuk sekedar meyakinkan hatinya. Bukan ia mendoktrin dirinya dengan semboyan 'semua lelaki sama saja' atas pengalamannya yang terdahulu. Jelas saja setiap makhluk memiliki perbedaan dan pasti diluar sana masih ada lelaki yang lebih baik dibanding Arthur. Tapi bagaimana caranya? Bagaimana dia harus memulai? Bagaimana dia harus meyakinkan dirinya? Dan bagaimana dia bisa yakin jika pilihannya nanti akan bisa menerima kedua malaikatnya dengan tulus?
Semua pemikiran itu terus berputar dalam kepala Echa, membuat wanita itu meringis ngilu tatkala jemarinya memijat pelipisnya yang terasa nyeri akibat terlalu banyak pikiran.
"Kenapa nggak tidur?" Echa refleks menoleh ke belakang begitu didengarnya suara parau khas orang bangun tidur memenuhi rungunya.
Diambang pintu masuk, Vano tengah melipat tangan didepan dada menatap Echa dengan pandangan sebal. Lelaki itu berjalan, membawa dirinya untuk mengambil posisi di sisi Echa yang masih sibuk menatapnya dengan pandangan bertanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Geotesha || KTH•SSW
FanfictionApa berusaha menjadi lebih bahagia itu disebut egois? -Vano AU ⚠ Diwajibkan memfollow author sebelum membaca ⚠️