4. Vano Untuk Echa

266 67 7
                                    

Orang bilang, menjadi dewasa bukan hanya tentang umur, tetapi bagaimana kamu memandang masalah; baik yang kamu maupun orang lain hadapi dengan sudut pandang yang berbeda

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Orang bilang, menjadi dewasa bukan hanya tentang umur, tetapi bagaimana kamu memandang masalah; baik yang kamu maupun orang lain hadapi dengan sudut pandang yang berbeda. Buruk menurutmu, bisa jadi baik menurut orang lain. Begitu pula sebaliknya. Oleh sebab itu penting untuk dapat memahami juga menempatkan diri diberbagai sudut pandang untuk memperoleh kesimpulan yang baik tanpa harus memandang rendah masalah yang dihadapi.

Saat Echa pertama kali mengetahui dirinya hamil diluar ikatan pernikahan, dirinya selalu merasa seperti seluruh dunianya runtuh hingga sempat berpikir buruk jika ia ingin menggugurkan nyawa tidak bersalah yang kini menopang hidup didalam dirinya itu. Wanita itu bahkan berpikir jika dirinya takkan pernah diterima oleh keluarganya sendiri dan berakhir dijauhi oleh orang-orang terdekatnya.

Berbagai caci maki juga hinaan sudah terputar dikepala Echa bersamaan dengan segala skenario buruk seperti pengusirannya dari rumah hingga namanya yang dicoret dari kartu keluarga hingga berakhir menjadi seorang gelandangan. Echa ragu juga takut untuk memberitahu dunia tentang permasalahan yang ia alami, hingga akhirnya Vano muncul dengan wajah garang dihadapannya dengan dua buah alat tes kehamilan ditangan.

Vano yang paling tahu betapa menderitanya Echa saat hubungannya berakhir begitu wanita itu memberi tahu perihal keadaannya yang tengah berbadan dua dan sudah menginjak usia 5 minggu kepada sang mantan kekasih. Vano berteriak marah, mengatakan jika ia akan menghajar bajingan itu. Namun sayangnya Echa menahannya dan mengatakan sudah terlambat karena bajingan itu sudah melarikan diri. Beruntung saat itu Vano mau mendengarkan Echa, memilih memeluk wanita itu yang sudah terduduk lemas dilantai akibat merasa jatuh terlalu dalam ke jurang tanpa dasar bernama kesengsaraan.

Echa menyandarkan kepalanya pada pundak Vano. Wajah wanita itu nampak lesu, mata yang sayu juga sembab berkedip lelah, nafasnya yang terdengar tak beraturan juga senggukan demi senggukan kecil yang keluar parau dari mulutnya. Echa sudah terlalu lelah, menangis juga memikirkan segala kekecewaan terhadap dirinya yang begitu bodoh juga... Hina? Echa pikir bahkan bukan hanya dirinya yang akan berpikir seperti itu. Seorang wanita yang hamil diluar nikah juga ditinggal pergi tanpa adanya pertanggung jawaban dari sang pria. Hina adalah kata yang tepat untuk dirinya bukan?

Echa bahkan ingin sekali mentertawai dirinya, kebodohannya, juga kenaifannya yang terlalu mempercayai Arthur. Ia terlalu bodoh untuk memberikan seluruh kepercayaannya pada pria itu. Semua janji manisnya, ucapannya tentang masa depan mereka yang akan berbagi suka duga bersama, dan tentang hari dimana mereka akan menua bersama, semua itu hanyalah bualan. Tak lebih dari omong kosong yang pri aitu gunakan untuk memperdaya Echa hingga jatuh ke dalam perangkapnya. Setelahnya? Arthur mencampakkannya bagaikan pecahan beling yang takkan pernah bisa disatukan lagi; tidak diperlukan juga tak lagi berguna.

Mata sembab Echa memejam sewaktu tangan besar Vano mengusap kepalanya lembut. Sebelah tangannya ia gunakan untuk menggenggam tangan Echa, meyakinkan wanita itu jika pria itu ada disisinya dan akan selalu menguatkannya membuat Echa tersenyum tipis dengan sebulir air mata yang jatuh membasahi pipinya.

Geotesha || KTH•SSWTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang