Happy 2k views! Makasih untuk kalian yang sudah mampir ke work ini, terutama bagi kalian yang dengan baik hati memberikan vote dan komentar-komentar yang pastinya sangat berarti untukku juga ngebuat semangat nulisku naik banyak-banyak, I love you soooooooooo much💕💕💕💕💕
Maafin aku yang suka ngaret update dari waktu yang dijanjiin, atau ada typo yang bertebaran dan merusak ke estetikan (?).
Jangan lupa vote+comment ya💕
.
.
.
.
.Detik demi detik, menit demi menit, jam berganti hari, hari berganti bulan, dan bulan berganti tahun. Waktu berlalu bagaikan bunga yang dengan cepatnya tumbuh dan mekar. Semua nampak indah ketika tunas yang menguncup kecil pada akhirnya merekah menampakkan sisi dirinya yang nampak begitu menawan juga menyejukkan.
Ada banyak orang yang selalu menikmati keindahan seperti itu. Tersenyum cerah juga menggaumkan pada semua orang betapa ia bahagia bisa menikmati hidup yang begitu indah ini juga dikelilingi hal indah lainnya. Meski begitu, tak sedikit pula yang merasa tak nyaman dengan keadaan ini. Bunga yang merekah memiliki sari bunga yang berterbangan, bagi mereka yang memiliki alergi, hal ini bisa memberikan dampak buruk bagi mereka sekalipun mereka berusaha untuk menikmatinya seperti orang normal pada umumnya.
Sama seperti keadaan bunga yang mekar indah, tak semua orang juga bisa menikmati kebahagiaan orang lain seberapa keraspun mereka mencoba.
Sebut saja Vano adalah salah satu contoh kasus yang tepat untuk menggambarkan situasi tersebut. Meski lelaki itu sudah beberapa kali tertawa juga berusaha menanggapi obrolan yang terjadi diantara dirinya dan sahabat-sahabatnya juga Arthur, nyatanya hatinya tetap merasakan sesak yang luar biasa. Kebahagiaan yang dipaksakan, begitulah Alvaro dan Jimmy mendeskripsikan keadaan sahabatnya yang tengah sibuk berpura-pura ceria itu. Sementara bagi Jovandra dan Keenan, Vano nampak sangat menyedihkan karena harus memaksakan diri agar terlihat baik-baik saja dihadapan Echa yang sering kali nampak sibuk berceloteh riang bersama Arthur.
“Muna banget sih lu.” Cebik Sella sebal kala melihat Vano yang kini tengah berdiri didepan ruang khusus perokok. Gadis itu melipat tangan didepan dada, menatap sahabat lelakinya itu kelewat sebal namun juga tetap merasa iba karena bagaimanapun Sella cukup tahu seberapa besarnya peran Vano bagi Echa selama ini. “Kalo cemburu tuh ya tinggal bilang. Ngapain ngerusak diri sendiri coba?”
Vano menghela nafas. Tatapannya kini terarah pada sudut lain, berusaha menghindari tatapan intimidasi yang bisa saja membuat kepalanya berlubang. Sungguh! Sella dalam mode galak seperti ini bukanlah situasi yang menyenangkan untuk dihadapi. Ucapan gadis itu bisa lebih tajam dibanding pisau potong daging atau pedasnya cabai Jalapeno yang memegang sebagai makanan terpedas di dunia. “Yang bikin gue kesel itu, bukan karena lu nggak peka. Justru lu peka ama perasaan lu sendiri, tapi bodohnya lu malah milih diem aja.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Geotesha || KTH•SSW
FanfictionApa berusaha menjadi lebih bahagia itu disebut egois? -Vano AU ⚠ Diwajibkan memfollow author sebelum membaca ⚠️