3. Selimut Mega Mendung

44 9 20
                                    

𝗦𝗲𝗹𝗶𝗺𝘂𝘁 𝗠𝗲𝗴𝗮 𝗠𝗲𝗻𝗱𝘂𝗻𝗴, 𝟮𝟬𝟭𝟭

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

𝗦𝗲𝗹𝗶𝗺𝘂𝘁 𝗠𝗲𝗴𝗮 𝗠𝗲𝗻𝗱𝘂𝗻𝗴, 𝟮𝟬𝟭𝟭







Lembaran kertas itu diremat kuat. Si pelaku menatap kosong bangunan di hadapannya. Ingatannya jatuh pada beberapa hari lalu, saat guru favoritnya mentraktir bakso di pinggir jalan Senopati. Lalu kembali lagi pada kata-kata kasar yang dilayangkan salah seorang dewan sekolahnya.

"Silakan pertahankan anak kotor ini kalau mau merusak citra sekolah! Detik itu juga, saya akan mundur dari dewan!"

"Pak, apa nggak sebaiknya dipindahkan saja?"

"Sekolah mana yang mau menampung siswa seperti dia, hah?! Ngarang kamu?!"

"Sudahlah, belajar dari rumah saja sama alumni itu."

Wening memejamkan matanya yang terasa perih, pertanda air bening sebentar lagi akan menetes. Tapi bukan Wening kalau ia membiarkan itu terjadi. Setelah mengembalikan lembar surat itu ke bentuk semula dan memasukkan ke dalam saku rok abu-abunya, ia menjauhi bangunan tingkat dua bercat kuning yang tersimpan banyak kenangan di sana.

Kiprahnya tak tentu, bagai landak tanpa tujuan. Lalu, kecepatannya perlahan bertambah. Sampai akhirnya ia berlari. Membalaskan semua kesesakan dalam dadanya kepada angin siang hari yang menyapu anak rambut.

Ia ingin lenyap, luruh bersama daun yang jatuh.

***


Empat bulan setelahnya . . . .



"Permisi, kamu Wening, bukan?"

Suara bak laut Jawa itu membangunkan gadis yang tengah tertidur di kelas, di pojok kiri dekat jendela.

Wening yang masih mengumpulkan nyawa, belum bisa menangkap bisikan-bisikan oleh mulut para kaum hawa di kelasnya.

"Kamu disuruh ke BK." Suara bak laut Jawa itu memberi tahu.

"Hayoooo, mau diapain kamu, Ning?" goda Risma, teman semeja barunya.

Tanpa memedulikan taruni tomboy itu, Wening bergegas bangkit dari bangku dan mengekor taruna tadi, si ketua OSIS.

Merasa tak nyaman karena tak ada bahan obrolan, si ketua OSIS mengetuk-ngetuk tembok kelas yang dilaluinya.

"Kamu anak pindahan, ya? Aku belum pernah liat."

"Kalau aku anak pindahan, terus apa urusanmu?"

Taruna bersuara bak laut Jawa itu spontan mengangkat kedua alisnya. Baru kali ini, ada orang baru yang menjawabnya seperti itu. Ia menelan ludah dan langsung belajar menyesuaikan diri.

"Javier Antasena. Aku yakin kamu pasti belum tahu namakuー"

"Kamu ikut dipanggil BK?"

Tersentak kedua kalinya, Javier menggeleng cepat. "Ah, cuma disuruh nganterin kamu."

Piringku dan Mangkukmu ft. Kim DoyoungTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang