Episode 1

145 11 0
                                    

#Sri, tok!
#Part_1
#Sylviana_Mustofa

***

{Nduk, ibu njaluk ngapuro, sebab ibu ra iso ngancani koe rabi nganti ndue anak. Ibu ra iso maringi warisan kanggo koe. Nanging, ibu njaluk tulung tekak'ke amanah iki kanggo budhe Nur Fatmawati. Beliau kancane ibu kawet cilik. Isine ojo mbok boco yo, Nduk. Alamate ono Ning sampul surat werno coklat kuwi. Ojo nangis wae kue, Nduk. Ibu sayang kamu. Ileng, pesene Ibu ojo mbok buka surate. Iku jenengane saru ... Njaluk doa'ne wae yo sayang. InshaaAllah Ibu wes tenang neng Surga Allah.}

Aku memeluk surat yang tergeletak di atas bantal yang terdapat di ranjang kamar ibu. Satu minggu yang lalu Ibu meninggalkanku dari dunia ini karena penyakit cancer payudara yang berhasil ia sembunyikan dariku. Sungguh aku tidak memiliki persiapan menghadapi ini semua. Hidup seorang diri tanpa Ibu di sampingku bahkan tak pernah kubayangkan.

"Ibu ... " panggilku lirih dengan suara isak yang tertahan. "Mengapa secepat ini? Aku sendirian, Bu... Kok tega banget sih, Bu ... " Lagi aku mencoba mengiba. Entah mengiba kepada siapa.

Aku bingung harus bagaimana. Selama ini Ibu hanya memintaku di rumah, cukup kerjakan pekerjaan rumah saja, biar beliau yang bekerja. Itu perintahnya. Kini, saat ibu pergi aku kebingungan harus kerja apa. Selama satu minggu ini ada tetangga baik hati yang sering memberiku makan. Katanya, Ibu orang baik sehingga ia mau berbaik hati memberiku makan sampai aku mendapatkan pekerjaan.

Aku memeluk surat dari ibu semakin erat. Isakan demi isakan semakin kencang hingga membuat tubuhku terguncang. Tak ada tempat bersandar, ibu bahkan tak pernah bicara soal keluarga. Kulirik amplop berwarna coklat di dekatku. Surat ini adalah titipan dari Ibu untuk temannya yang bernama Ibu Nur Fatmawati. Di sini tertulis, alamatnya di Magelang Jawa Tengah. Berarti tidak jauh dari sini, mengingat aku tinggal di Jawa Timur.

Aku menghapus air mata perlahan, sambil mencari cara bagaimana caranya mendapatkan uang untuk ongkos pergi ke sana.

***

"Stop! Berhenti kamu! Malinggg!! Malinggg!!"

Aku berlari sekencang mungkin. Aku bingung harus cari uang di mana, sehingga aku memutuskan menjambret seseorang saat ia sedang belanja di mini market. Aku berjanji akan menyimpan dompet ini dan akan mengembalikan dompet beserta isinya suatu hari nanti. Jika susah menemukan orang ini akan kutitipkan dompet ini di kantor polisi dan kukatakan kalau aku menemukannya terjatuh di jalan.

"Berhenti kamu! Dasar!!" Suaranya masih terdengar di belakang tubuhku.

Orang-orang yang melihat bengong, tidak jarang ada yang ikut mengejar. Beruntung soal lari aku selalu jadi juara saat ikut perlombaan olahraga sekabupaten ketika masih SMP dulu dan kelihaian berlariku ternyata masih mumpuni sampai saat ini.

Sampai di sebuah tempat aku kebingungan karena ketemu jalan buntu. Segera aku menyelinap di antara kotak sampah di sudut tempat ini. Aku mengatur napas dan detak jantungku tak beraturan. berulang kali kutelan saliva untuk mengurangi kegugupan.

'Maaf kan hamba ya Allah... Maaf... ' batinku berucap seraya memejam kuat sembari menggenggam dompet di tangan dengan erat.

"Ahh, sial!!" umpat seseorang, ia menedang sesuatu hingga mengenai kotak sampah tempatku bersembunyi. Segera aku menutup mulut dengan tangan.

"Gimana, Pak? Ketemu?" tanya orang-orang lainnya yang ikut mengejar.

"Asem!! Hilang!" sahutnya putus asa.

"Wah, banyak isinya, Pak?" tanya orang lainnya, sementara aku semakin ketakutan. Peluh berjatuhan membasahi wajah. Aku berjongkok sambil menyembunyikan wajah di antara lengan.

Sri, tok! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang