"Luna, sudah datang kamu, nduk?" Ibu Luna langsung menyapa anaknya. "Nyonya Dita dan Tuan Edric sudah datang."
"P-pak Edric?" Wajah Luna sangat terkejut melihat dosen killer itu di depannya.
"Duduk sini, Nduk! Kamu kenal dengan Tuan Edric?"
Luna langsung mengambik tempat di samping ibunya dan duduk di sana. Gadis itu mengangguk mengiyakan pertanyaan ibunya.
"Saya senang sekali jika Luna ternyata sudah mengenal suami saya," ujar Dita.
Lilis, ibu dari Luna hanya bisa tersenyum tipis sambil menyisir rambut Luna dengan jemarinya. Dia sangat tahu, bahwa saat ini anaknya sedang sangat tertekan.
"Jika kamu tidak berkenan, kamu boleh menolak, Lun!" tegas suara bariton yang sedang duduk di kursi dekat jendela kamar rawat ini.
Luna menunduk terdiam, dia masih cukup terkejut dengan keberadaan Edric di ruang rawat ini, belum lagi ternyata dosen killer yang paling tak ia sukai se-antero kampus adalah suami nyonya Dita, orang yang ditawari untuk menikah dengannya.
"Kamu pasti mau, kan Luna?" tanya Dita.
"Bagaimana jika kita bicara di luar? Di sini saya takut mengganggu pak Anwar," tawar Edric yang tak ingin bapak dari Luna terganggu istirahatnya.
Luna menatap ibunya, ibunya terdiam tidak memberi respon apa-apa. "Maksud Pak Edric, di luar di mana, ya?"
"Di cafe atau restaurant dekat sini kalau ada, bagaimana?" tanya Edric.
"Aku sih setuju saja," jawab Dita.
"Kalau Luna?" Edric menatap Luna.
Luna menjadi agak salah tingkah, bagaimanapun juga Edric sangat tampan. Kulitnya yang putih dengan rahang tegas, hidung mancung dan bibir yang tidak terlalu tebal, tubuhnya sangat berotot dan atletis. Luna menundukkan pandangannya dia bingung dan akhirnya bertanya pada ibunya.
"Bagaimana, Bu?" tanya Luna.
"Terserah kamu, Nduk. Kalau kamu ragu ... lebih baik ...." Lilis menggantungkan kalimatnya.
"Sudahlah, lebih cepat lebih baik, ayo Luna!" Dita berucap dan langsung beranjak dari ruangan itu tanpa permisi.
Sementara Edric yang melihat Dita sedang nyelonong begitu saja merasa tak enak, hingga akhirnya dialah yang berpamitan menyalami Lilis dan Anwar.
"Ayo Luna!" Meski Dita sudah pergi dari ruangan itu, namun Edric tetap menunggu Luna, ia bahkan mengulurkan tangannya sambil mengajak Luna.
Luna tak menyambut uluran tangan itu, dia hanya berdiri di belakang Edric dan keluar dari sana setelah pamitan.
Edric pun berjalan terlebih dahulu dan diikuti oleh Luna. Gadis itu sengaja membuat jarak agar tak terlalu dekat dengan dosen killer itu.
"Pak, Pak Edric?" panggil Luna.
"Pak Edric beneran suaminya nyonya Dita?" tanya Luna lagi.
Edric menoleh tanpa menghentikan langkahnya. "Kukira pendengaranmu tadi masih sehat," jawabnya sambil terburu-buru. Sepertinya Edric sedang berusaha menyusul istrinya.
Luna menyebik. "Kan cuma memastikan aja," balas Luna pelan. Ia juga ikut mempercepat langkah menyamai langkah Edric. "Dasar dekil," gumamnya perlahan yang tentu saja tidak didengar Edric.
Edric dan Luna sudah sampai di parkiran milik rumah sakit. Dita sudah menunggu mereka di sana.
"Kamu naik mobil dengan suamiku, ya! Aku naik mobilku sendiri dengan pengawal," ucap Dita yang langsung membuka pintu belakang dan masuk dalam mobil.
"Sayang! Kamu bawa Luna, dong!" protes Edric.
"Satu mobil saja denganmu! Bye suamiku!" Dita pun menutup pintu mobilnya dan langsung pergi.
Edric dengan kedua tangan di pinggang, dia terlihat kesal dengan mulutnya yang terus mengeluarkan sumpah serapah.
'Pasangan yang aneh!' batin Luna.
"Pak, saya naik angkot aja ya! Bapak kasi tau tempatnya, saya jalan sendiri nggak papa kok."
Edric memandang Luna. Ekspresi kesal masih tergambar pada wajah itu.
Dan tanpa diduga Luna, lengan kekar itu menggandengnya. "Kamu ikut saja denganku!"
***
Bersambung ...
KAMU SEDANG MEMBACA
Terpaksa Menjadi Istri Dosen Kejam
RomanceLuna, seorang gadis cantik dan rajin. Dia memiliki sebuah masalah dengan seorang dosen yang telah memberinya nilai D pada semester sebelumnya, namanya Edric. Ketika bapaknya sakit, Luna mengalami kesulitan ekonomi yang membuat gadis itu harus meneri...