Dari luar jendela kamarnya, Viania menatap mobil sedan hitam yang melaju dengan kecepatan lambat melewati pagar rumah besarnya, gadis itu merasa sedih.
"Menyebalkan ...." ucapnya parau.
Viania berbalik, berjalan melewati kasurnya menuju pintu kamar mandi. Jemarinya dengan lentik menarik baju tidur yang ia kenakan, pagi-pagi ia selalu melakukan rutinitasnya seperti biasanya.
Selang beberapa menit ia keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melilit di atas dada sampai lututnya. Berdiri di depan kaca lemarinya, manik matanya menatap sebuah gambar yang terlijat seperti tato di lehernya dilengkapi dengan sebuah tulisan yang tak ia mengerti.
Viania mengenakan seragamnya, mengambil keperluannya di sekolah nantinya. Ia menatap dirinya sebentar dari kaca lalu keluar setelahnya.
Gadis itu menuruni setiap anak tangga, melewati beberapa pelayan yang menyapanya. Kali ini Viania berniat melewatkan sarapan pagi.
"Paman Andrian!" Viania berteriak, pria yang ia panggil menyahutnya, "Iya, Nak."
Pria paruh baya berseragam hitam itu menghampiri Viania, ia sedikit membungkuk.
"Via mau ke sekolah, paman bisa antar kan?"
"Tentu, bukankah itu tugas paman?" Pria yang ia panggil andrian itu tersenyum dan membukakan pintu mobil untuk nona mudanya itu.
Viania masuk, duduk dengan santai.
Perjalanan menyju sekolahnya berjalan dengan baik, sesampainya di sekolah ia turun dan melewati anak-anak yang setiap harinya selalu menatap dirinya kagum.
Ia melewati beberapa ruang kelas, sesampainya dikelasnya, kelas yang dikenal dengan anak-anak yang suka membully teman sekolahnya.
Viania masuk tanpa beban, ia malas berbicara dengan siapa pun saat ini, mengingat tingkah ibunya tadi malam.
"Vi, tugas yang diberikan pak Jay semalam boleh liat tidak, soalnya belum aku kerjakan." Salah seorang teman Viania yang bername tag Alice menghampiri dan menggoyang-goyang tubuhnya kasar.
Viania mendengus tak suka, "kembalikan sebelum bel berbunyi." Alice mengangguk semangat, tugasnya terselamatkan kali ini.
Viania kembali ke dalam dunianya, ia termenung, beginilah dirinya, setiap saat selalu melamun dan melamun. Entah apa yang ia pikirkan sebenarnya.
Waktu terus berjalan, detik berganti menit dan jam. Bel berbunyi dan bukunya sudah kembali, guru masuk dan mengajar seperti biasanya.
Hari-harinya selalu membosankan, penjelasan gurunya hanya lewat begitu saja,
"Viania~"
Viania tersadar, ia melirik kanan dan kirinya, mencari sumber suara itu, sejak kecil ia selalu diganggu. Ia berdiri dari kursinya, permisi keluar pada guru yang mengajar, keluar mengikuti sumber suara.
Meski takut, Viania tetap berjalan menuju suara itu, pikirannya menuntunnya ke arah gudang di sebelah tangga sekolah, gudang yang sudah lama tidak terpakai, ia merasakan seperti ada sosok yang menanti kehadirannya
Viania mendekat, ia mendekatkan telinganya ke arah pintu, "Viania .."
Lagi, suara itu ia dengar lagi dan ia pastikan itu suara seorang pria, Viania melirik sekitarnya, orang-orang sepertinya tak mendengar suara itu.
Dengan sedikit keberanian, ia meraih knop pintu dengan perlahan, bunyi gesekan pintu berkarat itu mengundang beberpa perhatian, Viania melirik sekitarnya, ia tersenyum saat beberapa mata memandang dirinya.
Viania kembali membuka pintu gudang itu, ia masuk menilik setiap sudut, ada beberapa rak kosong dan kardus serta beberapa peralatan olahraga yang memenuhi ruangan itu.
Viania melangkah mendekati sebuah lemari berukiran kuno yang ada di pojok ruangan tiu, kakinya mendekat, ia merasa seperti ada seseorang yang sedang menatapnya dari dalam lemari itu.
Viania memegang knopnya dan langsung menarik pintu berukiran kuno itu, tak ada apa pun, lemari itu kosong tak berisi. Viania sedikit bingung, ia menunduk berpikir bahwa ia berhalusinasi.
Sampai manik matajya menatap sebuah sepatu pentofel berwarna hitam berdiri dibelakangnya, ia gugup dan takut. Ia tak merasakan kehadiran orang lain tadi dan jantungnya berdegub 2 kali lebih cepat, keringat dingin membasahi pelipisnya, ia berbalik sambil memejamkan mata.
Saat ia membuka matanya tak ada orang lain. Hanya dirinya seorang.Viania bergidik ngeri, ia segera berlari keluar meninggalkan ruangan itu, kejadian ini semakin menjadi-jadi, suara itu semakin mengusiknya dan kali ini ia merasakan kehadiran orang lain di saat ia sendirian, dulunya hanya suara, hanya suara.
Viania bergegas kemabli ke kelasnya, koridor sudah sepi menandakan setiap anak sudah kembali ke kelasnya masing-masing. Ia sedikit berlari ke kelasnya.
Kakinya melangakah terburu-buru, sampai pintu kelasnya dapat ia lihat, ia berlari mendekat, masuk dan mendudukkan diri dikursinya, tubuhnya masih gemetar ketakutan mengingat kejadian yang baru saja ia alami.
Teman sebangku Viania menatapnya heran, "Vi? Ada apa? Apa kau sakit?" Dia bertanya.
Viania menoleh dan menggeleng.
Ia tidka sakit hanya takut, tadi itu sedikit menyeramkan, ini semakin parah dari sebelumnya, ini tidak pernah terjadi sebelumnya, apa maksud semuanya, ia takut.
Teman Viania menyodorkannya sebotol air mineral, Via ia menengguknya, keringat dinginnya ia lap dengan tisu yang ada di mejanya.
Viania ingin pulang saat ini, ia menunduk, berdoa agar waktu cepat berlalu, ia ingin pulang segera. Parno yang ia rasakan semakin menjadi-jadi.
Ajaran gurunya ia hiraukan, yang ada dipikirannya saat ini hanya pulang dan pulang, bel sekolah menandakan waktu sudah habis berbunyi dengan sangat keras. Viania dan teman sekelasnya bingung, ini belum waktunya.
Anak-anak di kelas lain tak menghiraukan itu, mereka sibuk menyusun bukunya untuk dibawa kembali pulang.
"Test ... test ... anak-anak sekoalh dipulangkan lebih awal hari ini dan akan diliburkan selama 4 hari ke depan, maaf pemberitahuannya agak mendadak, sekian dari kepala sekolah."
Viania terdiam, ia ikutan menyusun bukunya, ia boleh pulang, itu adalah hal yang baik. Ia mengambil tasnya dna keluar lebih dulu dari teman-temannya. Viania berjalan sedikit cepat, apa lagi saat melewati tangga tempat di mana ia memasuki gudang tadi.
Viania berlari saat meliaht mobilnya terparkir sempuran menanti dirinya, ia membuka pintu mobik dan masuk secepat yang ia bisa.
"Paman kita pulang, aku mau pulang. Hari ini kepala sekolah membubarkan siswanya, katanya ada urusan penting."
Paman yang ia panggil itu hanya mengangguk paham, mobil mulai berjalan sebagaimana mestinya. Mobil melewati gerbang sekolah, Viania berbalik, ia melihat ke arah belakang, di sana ada sosok berpakaian hitam berdiri dan menatap ke arah mobilnya. Saat Viania menatapnya sosok itu tersenyum dan menghilang secara tiba-tiba di depan matanya.
Viania terkejut dan segera berbalik, ia kembali memilih fokus ke depan menghiraukan yanh ia lihat barusan."Viania Aldrich~"
Kali ini nama lengkapnya, Viania menghiraukannya. Ia mau pulang dan secepatnya sampai di rumah. Setidaknya di sana ada Bibi Emma yang akan menjaganya.
Viania berdoa semoga cepat sampai ke rumah nya, semoga Bibi Emmanya ada di rumsh dan semoga suara itu tak terdengar lagi di telinganya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall In Love With Monsters
Mystery / Thriller"Viania Aldrich~" Kali ini nama lengkapnya, Viania menghiraukannya. Ia mau pulang dan secepatnya sampai di rumah. Setidaknya di sana ada Bibi Emma yang akan menjaganya. Viania berdoa semoga cepat sampai ke rumah nya, semoga Bibi Emmanya ada di rums...