Bab 3

1.2K 36 1
                                    

Menonton tv untuk menghilangkan rasa bosan, berbagai acara disetiap saluran ia lihat, remot di tangannya ia pencet terus-menerus mencari saluran yg dapat menarik perhatiannya. Makanan ringan tersaji di depannya tak mengundang rasa lapar, ia merasa bosan

Viania meletakkan remot tv nya, ia menghela nafas, "Bosannya." Gumamnya.

Beberapa pelayan yang melihat tingkahnya hanya menggelengkan kepala, nona muda mereka memang sangat liar lebih tepatnya dan keinginannya tak ada yang bisa mengetahuinya.

Berbagai hal dilakukan Viania untuk menghilangkan rasa bosannya ia bangun dan berkeliling sekitar rumah, baru tadi pagi orang tuanya pergi ia sudah merindukannya. Kaki jenjangnya melangkah dengan perlahan, secara tak sadar ia pergi ke arah gudang belakang rumah, gudang yang selalu dilarang dimasuki olehnya. Larangan keras itu selalu ditujukan padanya, entah kenapa ia sekarang ia penasaran saat ia melihat pintu gudang itu.

Ia mendekat perlahan, sambil melihat sekitar, dengan ragu Viania menyentuh ganggang pintu.

"Nona, anda tidak boleh ada di sini."

Viania terkejut, ia menoleh kebelakang, "Bibi Emma!?"

Orang yang ia panggil bibi emma itu tersenyum, "Ayo kembali, tempat ini tidak baik untuk Nona."

Viania mengangguk dan mengikuti Emma kembali ke rumah, ia sempat menoleh ke belakang dan melihat seornag anak kecil tersenyum kearahnya.

Viania langsung berbalik, bukankah tadi pintu itu tertutup? Kenapa bisa terbuka begitu saja dan sejak kapan ada anak  kecil di kediaman ini, dan kenapa anak itu tersenyum begitu saja padanya. Viania mulai parno, ia mulai resah, pertama sosok berpakaian hitam sekarang anak kecil besok apa lagi yang akan mengganggunya.

Viania terus mengikuti langkah Bibi emmanya, mereka masuk ke dalam rumah, dan bibi emma mengajak Viania ke dapur untuk mencoba beberapa masakan yang baru dibuat oleh beberapa pelayan.

"Bibi Emma, kita mau kemana?"

"Ke dapur nona, di sana nona bisa memakan apa pun semaumu." Bibi emma tersenyum.

Viania mengangguk patuh, di dapur ia melihat koki rumahnya sedang memasak berbagai kue enak dan beberapa roti yang sedang di panggang. Viania segera mendekat, ia melihat beberapa toples makanan yang sudah terisi, dan beberapa loyang yang sudah di keluarkan, ia dengan tak sabar mengambil beberapa kue untuk di makan.

Rasa manis menjalar di lidahnya, ia bergetar merasakan enaknya makanan yang ia makan. Viania juga mencoba kue lainnya, koki dan pelayan tersenyum melihat nona muda mereka bertingkah seperti itu.

"Manis ...." gumam Viania.

"Paman koki, lain kali buat yang seperti ini untukku." Ucpanya.

Kepala koki yang di ajak viania berbicara hanya tersenyum, "bukankah tadi ada banyak yang saya buat di depan saat nona sedang menonton tapi tak satupun yang menggugah selera makanmu tapi lihatlah sekarang, saat kau ada di dapur kau malah menyukainya."

Viania tertawa,"aku sedang bosan paman dan niat makanku hilang, hahahahha ...."

Mereka semua yang ada di dapur tertawa gembira, nona mereka masih muda dan sangat periang tapi ia tidak pernah mendapat kasih sayang dari kedua orang tuanya.

"Nona masih remaja tapi masih periang  tak pernah mendapat kasih sayang yang sebenarnya." Viania melirik ke arah Bibi emma.

"Tak apa Bi yang penting papa sama mama tidak menyakiti ku ataupun membuangku, meski mereka tidak pernah memperhatikanku tapi masih ada bibi dan paman koki yang menjaga dan menyayangiku setiap saat sejak aku kecil bukan?"

Bibi emma memeluk Viania, ia terharu mendengarnya, sejak kecil Viania begitu dewasa. Anak itu selalu mengerti dan tak pernah merengek.

"Bayi kecilku." Bibi Emma mencium pipi viania.

"Aku sayang Bibi." Viania balas mencium Bibi emmanya.

Viania melepas pelukannya, ia kembali mengambil satu toples berisi kue yang ia suka, membawanya keluar dari dapur.

"Oh iya, bi emma. Tadi ada anak kecil di gudang belakang rumah, ia melihatku dan tersenyum padaku, apa dirumah ini ada anak kecil?" Tanya Viania.

"Nona bicara apa, tidak ada anak kecil di sini, nona pasti salah lihat." Ucap bibi emma.

Viania mengangguk, mungkin ia terlalu parno, ia percaya apa yang diucapkan bibi emma. Ia melanjutkan langkah kakinya, ia menaiki anak tangga menuju perpustakaan tempat dia menghabis kan waktu.

Viania meletakkan kue keringnya di dekat meja, ia pergi ke berbagai rak utnuk mengambil buku yang menarik untuknya, saat menemukan buku yang menarik untuknya, Viania kembali ke meja tempat kuenya ia letakkan.

Viania duduk dan membuka toples makanannya, seraya membaca buku dan membuka setiap lembar halamannya.

Waktu terus berjalan, Viania masih sibuk dengan buku dan kuenya, ia membaca setiap halaman dan mulutnya terus mengunyah tanpa henti. Jam mulai menunjukkan pukul 5 sore dan Viania masih betah dengan bukunya ia sudah duduk dua jam lamanya tapi ia tak merasa pegal.

" Viania-"

Viania tersadar, ia mendengar suara itu, dengan sedikit keberanian ia menghiraukannya. Tapi suara itu masih terdengar dan seperti ada sosok yang berdiri dibelakangnya.

Viania mulai merasa takut, "Bibi Emma!"

Viania berteriak memanggil Bibi emma, ia takut menoleh, ia hanya berteriak keras berhharap ada yang mendengar.

"Viania, kau melupakanku."

Viania merasa takut, kini ia merasakan ada sosok tangan yang mengelus kepalanya dan ia merasa ada kecupan dipipinya. Viania masih tetap menutup matanya, ia takut pada sosok itu, akhir-akhir ini ia selalu diganggu.

"Bibi Emma! Bibi Emma ...." suaranya mulai pelan.

Viania mulai menyerah, tak ada yang mendengarnya sama sekali, ia takut.

"Bibi ...."

"Nona, anda memanggil saya?" Emma muncul dibelakangnya Viania langsung berbalik dan berlari mendekat sambil memeluk bibi emma. Ia ketakutan dan gemetar.

"Bawa aku keluar dari sini bi, aku mau keluar dari sini." Viania menangis sesegukan.

"Ada apa nona, kenapa kau menangis? Tenanglah, bibi ada di sini." Emma memeluk Viania, ia mencium kepala Viania, mencoba menenangkannya.

"Aku mau keluar dari sini bi." Emma mengangguk, ia melepas pelukannya dan mengambil toples makanan yang terletak di meja dekat perpustakaan. Emma mengajak Viania keluar, menuruni anak tangga dan mendudukkan Viania di ruang tamu.

"Jangan pergi bi, tetaplah di sini, jangan tinggalkan aku, hiks ...." Viania menangis, ia takut sendirian.

"Iya-iya bibi disini, bibi tak akan ke mana-mana." Emma duduk di sebelah Viania.

Viania langsung merebahkan tubuhnya disofa, menjadikan paha Bibi Emma sebagai tumpuannya. Bibi Emma mengelus surai rambutnya perlahan-lahan, Viania menikmatinya, ia mulai memejamkan matanya dalam ketakutan.

Suara deru nafas Viania mulai teratur, ia tertidur dalam keadaan menangis. Bibi emma tersenyum, melihat gadis kecilnya tertidur seperti ini sangat menyenangkan. Wajah polosnya tanpa beban itu  persis seperti anak kecil.

Bibi emma mengambil bantal kecil dan menjadikannya tumpuan untuk Viania, ia kemudian meninggalkan nonanya itu dalam keadaan tidur.

Fall In Love With MonstersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang