Januari 1

180 21 0
                                    

Igta menghela napas panjang beberapa detik setelah membaca pesan yang masuk. Pesan yang mengatakan bahwa Janu, pacarnya kembali pulang membawa luka.

Bukan luka yang bagaimana. Melainkan luka yang sebenar-benarnya.

Katanya, cowok itu berantem dengan anak sekolah sebelah. Entah apa lagi masalahnya. Kini yang bisa Igta lakukan hanya menyiapkan kotak P3K, lalu menunggu Janu datang ke rumahnya.

Untung saja orang tua Igta jarang pulang dan sejak awal SMA, ia terbiasa sendiri di rumah. Kadang berdua dengan kakaknya, tapi saat ini sang kakak lebih memilih untuk berkencan dengan tugas kuliahnya.

Tak butuh waktu lama, Janu datang dengan senyuman. Laki-laki itu memang begitu, selalu tersenyum meski badannya penuh luka. Dan Igta merasa senang akan hal itu. Sekali pun ia pernah mengeluh lelah selalu menjadi orang yang mengobati Janu, Igta akan terus berusaha untuk selalu ada di sampingnya.

"Kenapa lagi kali ini?" Janu tertawa kecil.

"Biasa. Ada yang nantangin, ya aku ladenin."

"Jujur aja." Cowok itu tersenyum. Seakan begitu bahagia hanya dengan mendengar Igta masih peduli padanya.

"Dia ngatain Ibu pelakor. Ngatain Ayah juga. Padahal kenal sama aku aja nggak. Ya udah, emosi. Berantem, deh."

Igta mempersilakan Janu duduk setelahnya. Melihat luka yang hari ini cowok itu dapatkan, lalu menghela napas lega lantaran tidak separah sebelum-sebelumnya.

"Kamu nggak bisa berhenti berantem, Nu?"

"Nggak bisa kalau itu menyangkut keluargaku, Ta. Kamu tau itu."

"Ya, terus? Mau sampai luka-luka begini?"

"Sampai aku merasa kalau tanpa luka-luka, aku baik-baik saja."

Setelah itu, Igta terdiam. Tidak lagi membalas ucapan Janu, namun tetap membalut luka di wajah dan lengan laki-laki itu.

✴✴✴

Igta kembali menghela napas kasar, entah keberapa kalinya. Saat ini bukan karena kekasihnya yang datang membawa luka. Tapi karena ucapan cowok itu beberapa detik yang lalu. Ia sakit dan tak bisa mengantar Igta pergi ke sekolah. Padahal Igta sudah rela menunggunya datang hingga jam menunjukkan waktu hampir pukul tujuh. Berangkat dengan kakaknya pun sudah dipastikan akan telat.

Tahu gitu berangkat sendiri tadi.

Untung saja kakaknya mau mengantar, dengan berkendara lebih cepat. Walaupun akan tetap telat, Igta iya-iya saja daripada membolos seperti apa yang Janu lakukan sekarang. Ya, meskipun sebenarnya Igta tidak tahu, laki-laki itu memang benar-benar sakit atau hanya akal-akalannya saja seperti biasa.

Omong-omong soal Janu, kekasihnya. Igta akan menceritakan sedikit kisah tentang mereka sebelum resmi menjadi kita. Bisa dibilang, cerita klise di mana Janu tiba-tiba jadi pahlawan saat Igta hampir dipalak preman di perempatan sebelum sekolah. Itu kali pertama Igta bertemu Janu. Hari selanjutnya, Igta kembali bertemu laki-laki itu dengan wajah lebam. Hingga hari-hari berikutnya yang selalu mempertemukan Igta dengan Janu, cowok yang selalu terluka. Lelaki dengan tampan konyol yang ternyata jago beladiri. Laki-laki humoris yang tak pernah berhenti tersenyum meskipun tubuhnya penuh luka. Dan sialnya, Igta terjebak oleh pesona Januar Januari hingga detik ini.

Selalu ada rasa iba ketika Igta mengeluh lelah selalu merawatnya. Ia selalu berpikir, Janu jauh lebih lelah tapi ia tetap bisa tersenyum tanpa dosa. Ketika Igta hampir menyerah menjadi kekasih Janu, selalu tergiang semua perlakuan manisnya selama ini. Juga salah satu kalimat yang selalu membuat Igta kembali.

Kalau bukan ke kamu, aku pulang ke mana lagi?

✴✴✴

06 Januari 2021

Kutitipkan Januari PadamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang