Januari 12

50 9 0
                                    

Tak banyak yang mereka lakukan sore hari itu. Hanya menghabiskan minuman yang mereka pesan, sembari banyak bercerita. Tentang Igta yang tak lagi merasa sendiri karena kakaknya baru saja selesai sidang, tentang Janu dan Cafe yang selalu ia sebut beberapa bulan belakangan.

Dan kembali mereka di sini. Berada di depan gerbang rumah Igta sembari menunggu gadis itu masuk. Namun sepertinya, Igta ingin berlama-lama. Saat Januari menyuruhnya masuk lebih dulu, gadis itu kembali membahas hal lain. Tentang Janu dan suara merdunya, yang baru saja Igta tahu. Dan berbagai pertanyaan lainnya.

Sebenarnya hanya satu yang menganggu Igta hari itu. Pertanyaan Janu pagi tadi, tentang perasaannya dan bagaimana keseriusan hubungan mereka. Jujur saja, Igta bingung. Bingung yang membuatnya terus menerus berpikir, apakah terlalu cepat untuk mengaku kalau ia sudah benar-benar jatuh cinta? Atau memperlama dengan resiko kehilangan Janu. Tentu opsi dua sangat membuatnya berpikir keras.

Sepertinya lebih baik mengaku saja, daripada kehilangan Janu, Igta harap hal seperti itu tidak akan terjadi dalam hidupnya. Igta bahagia saat laki-laki itu ada di sampingnya, tersenyum untuknya dan menggenggam hangat tangannya. Semuanya sudah cukup menggambarkan, kalau ia tak lagi terpaksa akan hubungan mereka.

"Kenapa nggak mau masuk, sih? Kalau masih mau ngobrol, aku telfon kamu nanti di rumah." Janu tentu saja heran dan menyadari kalau Igta menahannya di sini sejak tadi.

"Iya, itu harus. Soalnya aku mau denger kamu nyanyi. Kamu harus banyak nyanyi nanti, nggak mau tau."

"Iya, aku bakal nyanyi, satu jam juga boleh. Asal kamu masuk dulu, aku pulang."

Igta bingung akan mulai dari mana. Sejak tadi menahan Janu pulang, hanya karena gadis itu ingin mengatakan, ia tidak terpaksa akan hubungan mereka.

"Ya udah, kamu pulang dulu sana." Saat Janu berbalik setelah mengelus puncak kepala gadisnya, Igta kembali menahan lengannya.

"Janu, jangan pernah pergi. Jangan pernah menyerah. Karena usaha kamu selama ini, berhasil. Kamu udah buat aku jatuh. Kamu udah buat aku nyaman. Dan kamu udah buat aku benar-benar merasa, kalau aku cinta kamu. Nggak ada rasa terpaksa seperti apa yang pernah kamu duga. Jadi, jangan pernah menganggap aku terpaksa. Aku rumah kamu sekarang. Orang yang bisa kamu andalkan selain Ajun, orang yang bakal selalu ada di sisi kamu tanpa kamu minta. Jadi tolong, sekali lagi, jangan pernah menyerah."

Detik itu juga Janu kembali berbalik, memeluk Igta lama sembari mengucapkan kata terima kasih begitu banyak. Berjanji untuk selalu ada dan menjadikan Igta prioritas utama bagi ia dan hidupnya.

Dan sejak saat itu juga, Igta merasa luar biasa lega. Ia tak lagi ragu, ia tak lagi bingung, akan perasaan sesungguhnya. Gadis itu juga berjanji akan selalu ada, kapan pun Janu butuh bantuannya, butuh bahunya untuk bersandar.

Tanpa tahu kalau semua yang hari itu mereka lakukan, diamati oleh seseorang dari kejauhan. Orang itu tersenyum, karena keduanya memang terlihat begitu bahagia. Tanpa rekayasa, tanpa pura-pura. Siapa lagi kalau bukan kakak Igta. Orang yang selama ini berjuang mati-matian untuk melindungi adiknya. Membuat adiknya tetap bahagia selama hidupnya. Dan kini sepertinya, tugas itu telah terganti. Oleh orang yang lebih pantas dan lebih baik dalam menjaga adiknya.

Dan ia, tak pernah berhenti percaya pada Janu. Percaya bahwa laki-laki rapuh itu mampu membawa kebahagiaan dalam hidup adiknya.

A/N

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

A/N

Udah lama banget akun ini berdebu. Selain kena males, kayaknya sebulan kemaren saya terlalu banyak istirahat. Wkwkwk.

1 Juli 2021

Kutitipkan Januari PadamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang