Januari 13

42 10 0
                                    

Mungkin selama Ajun hidup dan tinggal bersama Janu, ia tidak pernah melihat laki-laki itu sebahagia ini. Ia terus tersenyum sejak datang. Tertawa lepas, padahal Ajun hanya bertanya mengenai keadaannya.

Sepertinya kehadiran Igta berdampak sangat besar bagi Janu. Ia terlihat jauh lebih hidup dibandingkan saat pertama kali ia mengenalnya. Saat di mana Janu benar-benar terlihat lemah, menyedihkan dan sangat perlu bantuan.

Ajun sangat bersyukur tentu saja, Janu adalah orang pertama yang bersedia menampung semua ceritanya, bersedia menjadi tempat singgah, dan dengan senang hati membantunya. Tidak ada yang bisa Ajun lakukan untuk membalas semua yang pernah Janu beri padanya kecuali berusaha untuk membuat Janu tetap hidup. Hanya itu. Tidak ada lagi.

Syukurlah sekarang Ajun tak perlu bersusah payah membuat semua itu terjadi. Hadirnya Igta dalam hidup Janu sudah menjamin laki-laki itu tetap hidup, bahkan sekarang terlihat lebih bernyawa.

"Seneng banget lo, heh?" Untuk itu, Ajun tersenyum sembari melempari sahabatnya itu dengan permen susu kesukaan keduanya.

"Kalau boleh gue lebay, mungkin gue bakal jawab hari ini hari paling bahagia selama gue hidup."

"Itu lo udah lebay."

Janu tertawa lagi, matanya terlihat menyipit. Dan Ajun suka melihatnya. Ia suka melihat Janu tersenyum sampai matanya seakan-akan ikut tersenyum. Bukan dalam artian sebenarnya, hanya saja Ajun senang melihat senyum itu. Menunjukkan kalau Janu memang benar-benar sedang bahagia. Tanpa pura-pura. Setidaknya untuk hari ini.

"Lo udah makan? Sekarang jam delapan malam. Mau gue masakin nggak?"

Cowok itu mengangguk. "Gue sampe lupa lo bisa masak gara-gara kesenengan."

"Kenapa bisa kelihatan seneng banget kali ini?" Ajun kembali melempari Janu permennya. Hanya sekedar bertanya, meski jawabannya sudah ia tahu. Pasti karena Igta. Tidak lain dan tidak bukan.

"Igta bilang, dia cinta gue. Dia nggak mau gue pergi. Dia nggak mau gue ke mana-mana. Dia bersedia jadi tempat gue bersandar, dia mau jadi tempat gue pulang. Demi apa pun, gue seneng banget hari ini, Jun. Sampe gue merasa kalau hari-hari sedih kemarin, balasannya hari ini. Gue mau bahagia terus kayak gini. Gue mau lupa sama semuanya kayak malam ini."

Ajun hanya tersenyum, dalam hati berharap hal yang sama. Ia juga mau Juna melupakan semua hal, seperti malam ini. Lupa kalau ibunya entah di mana sekarang. Lupa kalau punya ayah yang hanya bisa pulang sebulan sekali. Lupa bahwa ayahnya lebih sering membawa wanita kemari. Lupa semua sakitnya.

Dan Ajun harap, hari di mana Janu melupakan semuanya akan segera tiba. Hari di mana hanya ada kata bahagia untuk Janu, dan untuknya juga.

"Gue masak yang simpel aja malam ini. Nasi goreng aja gimana? Nasi sisa siang kayaknya masih ada. Lo kan, nggak makan di sini tadi."

Janu mengangguk-angguk dengan tangan memegang ponsel dan mata tertuju ke arahnya. "Boleh, tuh. Udah lama juga gue nggak makan nasi goreng buatan lo. Semua bumbu masih aman, kan? Perlu belanja bulanan nggak? Kalau iya, besok paling gue beli ngajak Igta. Sisa uang jajan bulan kemarin juga masih ada."

"Boleh. Nanti gue list apa aja yang perlu dibeli."

Janu banyak bicara saat ia merasa senang. Dan itu membuat Ajun juga senang. Juna harus bahagia. Tidak lagi menyakiti dirinya, apalagi kembali membuat luka. Dan Ajun harap, hadirnya Igta kali ini dapat membuat Janu benar-benar berubah.

17*8*21

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

17*8*21

Kutitipkan Januari PadamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang