Bab 18 - Sebenarnya Nana itu Siapa?

111 33 10
                                    

Rambut awut-awutan, mata merem-melek, tangan bertopang pipi di atas meja, menunduk memandang buku dengan deretan angka yang bikin otak langsung traveling ke Angkasa.

Matematika. Kebiasaan Jennie kalau berurusan dengan mata pelajaran itu. Harusnya dia meminta bantuan Clara untuk mengerjakan pr matematikanya hari ini, tapi dia sekarang ingin menguji otak.

Jadi, dia memutuskan untuk mengerjakan pr sendiri sampai penampilannya seperti orang tak terurus. Menguap berkali-kali di sore hari, padahal deretan rumus itu hanya dia lihat saja, tapi sudah membuat ngantuk.

Bagaimana kalau dia membaca rumus itu? Sudah dipastikan dia tertidur lelap. Tangan kiri ia gunakan untuk bertopang pipi sedangkan tangan kanan ia gunakan untuk menggerakkan pensil yang mencoret-coret kertas putih polos, HVS.

Apakah kalian seperti Jennie jika berurusan dengan matematika?

GUBRAK! GUBRAK! JENG! JENG!

Kreest!

Bsst!

Bruak!

Jennie meringis ngilu saat punggung beserta pantatnya menghantam kepala kursi kayu dan ubin. Akibat suara dobrakan pintu dan suara teriakan, Jennie pun terkejut dan akhirnya jatuh terjengkang.

"JENG! JENG! KAK JENG!"

Suara teriakan si biang kerok pembuat Jennie jantungan sampai kesakitan berteriak di balik pintu. Sudah diduga, itu pasti salah satu adiknya yang super rese. Kalau tidak Ramadan, ya, pasti Roman.

Jennie bangkit berdiri, berjalan dengan tertatih dan mulutnya komat-kamit mengabsen nama binatang di kebun hewan. Tulang kering sebelah kanannya tadi menghantam bawah meja saat ia jatuh tadi menyebabkan memar kebiruan dan rasa nyeri.

Dasar adik laknat!

GUBRAK! GUBRAK! JENG! JENG!

"SABAR ELAH! LAGIAN TUH PINTU LO PUTER HANDLENYA BAKALAN KEBUKA, KAGA PERLU DIDUBRAK JUGA MALIH!"

Kelewat emosi, Jennie membalas dobrakan dan teriakan itu dengan teriakan juga. Duduk di tepi kasur sambil mengurut lutut adalah salah satu cara agar sakitnya berkurang.

Ceklek!

Pintu terbuka membuat Jennie langsung menoleh dengan raut muka merah padam. Sosok pembuat masalah itu muncul dan menyengir tanpa dosa, berjalan menghampiri dengan menenteng secarik kertas.

Membanting tubuh hingga pantatnya menyentuh tepi kasur dengan mulus di sebelah kanan Jennie, Roman menyerahkan kertas itu pada Jennie.

"Buat apa?" tanya Jennie ketus dan mengangkat satu alis.

"Bacalah, ya, kali dimakan." Roman berdecak.

"Lo emang enggak peka, ya!"

Roman mengernyitkan dahi. "Lah? Emang gue salah apa, sih, Kak Jeng?" tanyanya sambil menggaruk kepala.

Jennie mendelik dan merebut kertas itu dengan kasar. Membuat Roman semakin bingung. "Dasar, Adek Lucnut! Udah bikin gue sakit-sakit gini kaga mau minta maaf!" dumel Jennie, tapi dengan suara pelan dan matanya menatap ke kertas di genggaman.

"Owh, jadi lo habis jatuh, Kak?" Roman mendengar dumelan Jennie dan matanya menangkap beberapa barang berserakan di ubin seperti kertas, buku, pensil, pena, penghapus, kursi yang berbaring, dan lembar kertas HVS.

"Enggak! Gue habis kawin!"

Jawaban sengit dari Jennie membuat Roman menoleh kaget sampai-sampai matanya melotot.

"Seriusan lo, Kak?" Roman mengedarkan pandangan ke sekitar, tetapi yang dia cari tak kunjung ketemu. "Mana cowoknya? Gimana rasanya? Kok bisa ampe biru gitu kaki lo? Kalian 'nganu-nganunya' pakai gaya apa?"

Aplikasi Cinta [ Up Sesuka Hati ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang