|Takdir atau Apa?|

5 4 0
                                    

Halo, Teman-teman!
Lama tidak jumpa, sekarang aku update lagi hehe
Aku lumayan sibuk kerja, jadi baru bisa atur waktu nulis sekarang. Aku usahain selanjutnya bisa rutin ^^
Selamat membaca
Semoga suka
Koreksi diperbolehkan banget☺️

****

Setiap manusia tidak pernah tahu apa yang direncanakan semesta atas segala rasa sakit yang tercipta

****

"Astaga ... gue harus apa? Masa katakan peta biar ketemu jalan buat kenalan sama tuh anak baru?"

Gandar mengerang frustrasi di kamarnya. Ia menatap sekeliling berharap mendapat sepercik ide agar bisa mendekati Dewi. Semenjak menerima perlakuan Dewi beberapa hari lalu--mengatakan Gandar pengganggu--cowok tersebut belum berani mendekati cewek yang ia juluki Gadis Tembok karena sibuk memikirkan cara yang sekiranya tidak berujung penolakan.

Pandangan Gandar terhenti di atas meja belajar. Buku itu akan berguna sebagai sarana penyampai tujuan Gandar. Ya, dia akan membuat sebuah surat. Namun, sebelum memulai, ia terlebih dahulu menelepon seseorang.

"PUTRI LO HARUS BANTU GUE!" Gandar langsung berseru begitu Putra mengangkat panggilan.

"Untung gue sabar punya temen kayak lo, Ndar. Coba Kalandra yang lo giniin, bisa-bisa kepala lo dikubur di tanah!"

Gandar seketika membayangkan perkataan Putra, tapi seketika menggeleng. "Jangan ngadi-ngadi lo!"

"Terserah. Lo ngapain sih telepon gue malem-malem? Ganggu!"

"Gue mau minta tolong, nih. Lo kan temen gue yang paling baik, paling cakep, paling pin--"

"Udah nggak usah dilanjutin. Cepet bilang apaan."

"Bantuin bikin surat cinta, dong."

Terdengar decakan dari seberang telepon. "Gue rasa lo beneran gila, deh. Ngapain bikin surat segala? Jadul amat cara lo. Lagian cewek mana sih yang mau lo deketin?"

Gandar beranjak dari kursi, kemudian berjalan ke balkon. "Ituloh, anak baru di kelas gue. Namanya Dewi, cocok banget sama mukanya yang cantik banget kayak dewi," terangnya sambil membayangkan wajah gadis yang ia taksir.

"Cih, kayak tau aja dewi yang asli secantik apa."

"Secantik apa pun, Dewi-nya gue tetep paling cantik."

"Dewi-nya lo? Hahaha dia aja nggak mau sama lo. Ya, kan?"

"Sialan emang lo! Nggak guna gue minta tolong lo, malah bikin emosi aja!"

"Anda emosi? Mari kita ngopi," jawab Putra sambil tertawa meledek, membuat Gandar kesal setengah mati sampai ingin membanting ponselnya. Akan tetapi, setelah dipikir saran dari Putra tidak buruk. Alhasil Gandar memutuskan panggilan sepihak, lalu bergegas menuju kafe langganannya.

***

Begitu masuk kafe, Gandar menyesal karena di sini dipenuhi pasangan muda-mudi sementara ia sendiri. Benar-benar semakin memperlihatkan sisi kejomloannya saja! Lagipula bisa-bisanya Gandar lupa kalau ini malam minggu. Namun mau bagaimana lagi, ia sudah sampai sini, malas juga jika harus pulang.

Gandar menuju kasir yang juga tempat memesan. Cowok bersetelan hoodie abu-abu dan celana jeans itu segera bergeser ke tempat untuk mengambil pesannya. Perlu beberapa waktu untuk menunggu pesanannya siap, jadi ia memainkan ponselnya.

"Silakan, Mas."

Begitu mendengar suara tadi, Gandar berniat mengambil pesanannya. Akan tetapi, bukannya segera pergi ke kursi, ia malah memanggil pelayan  tersebut, "Gadis Tembok!"

Si pelayan yang tak lain adalah Dewi seketika menoleh dan matanya membola ketika melihat Gandar. "Silakan geser, Mas. Yang lain sudah antri," kata Dewi manis, tetapi matanya menyiratkan kekesalan pada cowok yang sering mengusiknya di sekolah. Tentu saja, mana mungkin ia tidak kesal mendengar panggilan cowok itu untuknya, meskipun ia memang jutek, sih.

Gandar pun menuruti perkataan Dewi. Ia duduk di salah satu kursi yang berada di pojok, tetapi matanya terus mengarah pada sosok yang tengah berdiri menyiapkan pesanan untuk para pelanggan. Piccolo Latte yang ia pesan pun lupa diteguk saking fokusnya menatap sang pujaan.

Gandar tidak sadar jika ia sudah menghabiskan dua jam di kafe hanya untuk segelas kopi. Sebenarnya bukan karena kopinya, tapi wajah Dewi yang tak pernah membosankan untuk Gandar lihat. Namun, ia seketika bangkit saat melihat Dewi berpamitan. Jam di tangan yang ia lihat menunjukkan pukul sepuluh, ternyata ini batas jam kerja gadis itu.

Kaki Gandar segera mengikuti Dewi yang sudah keluar kafe. Gadis berambut hitam sebahu itu berhenti di pinggir jalan. Gandar kira Dewi akan mencari angkutan umum, tetapi ternyata gadis tersebut berbalik, lalu menatapnya dengan kesal.

"Berhenti ikutin gue!"

Bukannya takut, Gandar justru melangkah ke arah Dewi dengan senyum-senyum tidak jelas. "Gue nggak ngikutin, kok. Kita itu emang dipertemukan sama takdir, bukan gue yang maksa biar ketemu lo. Jadi, lo nggak boleh melarang takdir."

"Manusia sinting!" maki Dewi lalu berbalik.

Melihat itu, Gandar pun mengubah posisi di samping Dewi. "Kayaknya iya deh gue sinting. Gue baru dua kali ketemu lo secara nggak sengaja, tapi udah suka sama lo."

Dewi mengernyit mendengar penuturan Gandar. Sejujurnya ia malas mendengarkan, tetapi cowok yang ia cap sinting itu berbicara di sebelahnya, jelas saja telinganya bereaksi secara alami.

Gandar yang melihat raut bingung Dewi pun menjelaskan, "Sebelum lo masuk sebagai murid pindahan, kita ketemu di kafe ini. Lo nggak sengaja nabrak gue. Gue ngerasa pernah ketemu sama lo. Pas gue inget-inget ternyata lo orang yang nabrak gue di stasiun pas gue di Jogja. Lo sampe numpahin kopi gue. Hm ...  kita ketemu tabrakan mulu, kayaknya emang lo ditakdirin buat deket sama gue."

Gandar mengakhiri penjelasannya sambil tertawa kecil, sementara Dewi bergeming di tempatnya. "Lo ..."

****

Gimana part kali ini? Apakah rindu kalian terobati?
Jangan lupa pencet bintang di pojok kiri, ya :)
Terima kasih
Salam sayang,
Pina❤️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 25, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Piccolo LatteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang