Lisa tidak tahu apa yang salah di otaknya hingga mengajak duluan seorang Oh Sehun untuk makan siang bersama dan mendapat ide untuk mentraktirnya. Padahal gajinya mungkin hanya setara dengan privat chef milik Sehun di kediamannya.
"Ada angin apa lo mau traktir gue?" tanya Sehun penuh selidik, namun ia tidak dapat menyembunyikan senyuman dan sorot mata yang berbinar.
Ditanya seperti itu justru Lisa semakin salah tingkah. Ia menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal karena bingung mencari alasan. Hal itu justru telihat menggemaskan di mata Sehun. "Pengen aja, nggak boleh?"
"Ya kalau nggak boleh gue nggak akan mau ikut dong?" timpal Sehun.
"Ini sebagai permitaan maaf karena gue udah salah sangka soal lo."
Sehun mengerutkan alis, tak mengerti ke mana arah pembicaraan Lisa.
"Soal kemarin," timpal Lisa singkat, terlalu sungkan untuk membeberkan.
Sehun mengulum senyum. "Bukan masalah besar," jawabnya tulus. Sungguh Sehun tidak memasukkan kata-kata Lisa ke dalam hatinya meski sempat merasa tertampar. "Setiap orang berhak punya penilaian terhadap orang lain."
"Dan penilaian gue salah," ungkap Lisa menyesal.
"Dan sekarang, penilaian lo tentang gue gimana?"
Wajah Lisa memerah seperti udang rebus, terlalu sungkan untuk mengungapkannya. "Kayaknya nggak perlu juga gue bilang," sahutnya sambil mencebik. Sehun tertawa melihat reaksi Lisa yang di luar dugaannya. Ia sering menemukan ekspresi tersipu malu seperti ini saat gadis-gadis lain berpapasan atau berbincang dengannya, namun tak pernah menganggap itu sebagai hal yang menyenangkan. Karena ini seorang Lisa, maka tentu menjadi lain ceritanya.
"Makasih untuk semua yang udah lo lakuin, terutama untuk ngenterin kakak gue pulang, dan ..."
Alis Sehun terangkat. "Dan?"
"Untuk mempercepat kedatangan kit kemarin," ungkapnya tulus.
Sehun mengangguk. Bagaimana pun mengucapkan terima kasih dengan cara seperti ini untuk orang dengan gengsi yang tinggi seperti Lisa membutuhkan usaha besar, dan ia menghargainya.
"Lo mau ikut gue nggak habis ini?" tanya Sehun kemudian.
"Ketemu sama ibu yang terpaksa menjual organ suaminya yang mati otak karena mereka nggak punya siapa-siapa lagi."
Sehun kemudian mengajak Lisa menuju Royal Raffles di mana anak sang ibu menjalani perawatan. Lisa melihat sang ibu sedang menggendong anaknya, menatap tembok dengan tatapan kosong.
"Ibu Lila namanya, dia dan suaminya sedang dalam perjalanan ke kota ini menggunakan bis saat kecelakaan itu, suaminya baru saja diterima di tempat kerja baru. Kota ini harapan baru untuk kehidupan mereka, namun takdir berkata lain."
"Pernikahan dengan perbedaan keyakinan yang keduanya jalani membuat mereka tidak mendapat restu dan hidup sendiri tanpa keluarga. Bu Lila sekarang harus berjuang sendirian membesarkan anaknya yang mengalami gegar otak."
Lisa menggigit bibir, menahan luapan emosi yang muncul saat melihat keadaan ibu Lila. Kehidupan yang dilaluinya benar-benar berat. "Bagaimana dengan keadaan anaknya?"
"Masih terus dalam pemantauan, kami berharap tidak ada kerusakan fatal."
"Bagaimana perasaan ibu itu saat harus menjual organ suaminya?" monolog Lisa. Sungguh, dengan melihatnya saja Lisa tahu bahwa sorot mata itu sudah putus asa.
"Bu Lila sangat sulit membuat keputusan itu, namun demi sang anak akhirnya ia melakukannya," terang Sehun. "Untuk orang-orang yang kurang beruntung seperti Bu Lila di luar sana, menjual organ seperti ini bukanlah sebuah keputusan, melainkan tuntutan Lis."
KAMU SEDANG MEMBACA
Medical Robin Hood | Lisa X Sehun
RomancePertemuan Lisa dengan Sehun sang pewaris tahta kerajaan Rumah Sakit Royal Raffles membuat dunianya berubah, media yang membesar-besarkan kedekatan mereka saat menempuh pendidikan kedokteran dulu memperkeruh suasana antara dirinya dengan sang tunanga...