-6-

40 13 15
                                    

Eron masuk ke kediaman keluarga Carter. Udara hangat langsung menyerap ke dalam tubuhnya yang dingin terkena angin malam.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Eron berjalan mendekati Helen.

"Udah pulang?" Tanya Helen-- mamah Eron.

Helen sedang duduk disofa ruang keluarga ditemani secangkir teh hangat. Disana hanya ada Helen, karena Viren, papahnya Eron belum pulang dari luar kota. Eron adalah anak tunggal sama seperti Gabi.

"Iya Mah. Eron ke kamar dulu," pamit Eron. Tak lupa Ia salim terlebih dahulu. Ia ingin segera mandi dan tidur, karena lelah dengan aktivitas seharian ini.

"Tunggu dulu," cegah Helen, "gimana kabarnya Gabi?" Sambungnya.

Helen tak sempat mengjenguk Gabi karena sibuk dengan pekerjaannya. Helem membuka toko kue 'Helens', toko miliknya sudah mempunyai nama yang besar, dan sudah ada cabang dimana-mana. Jadi Ia sangat sibuk.

"Baik Mah." Eron melangkahkan kakinya berniat pergi ke kamar. Tapi terhenti mendengar mamahnya berbicara.

"Makan dulu," titah Helen, Ia tidak ingin putra satu-satunya melewatkan makan malam.

"Udah di luar," alibi Eron.

Eron tidak lapar, malah perutnya terasa kenyang. Meskipun tadi di sekolah Eron main basket. Yup, Eron adalah kapten basket di SMA Carter's. Semakin saja para siswi tergila-gila pada Eron. Bahkan banyak yang berusaha mendekatinya, meskipun selalu dibalas Eron dengan kasar dan ketus.

"Makan bareng Gabi ya?" Goda Helen.

Helen sangat merestui hubungan antara Eron dan Gabi. Gabi adalah gadis cantik, baik, dan ramah. Ia selalu terpesona pada anak gadis sahabatnya itu.

"Hmm," jawab Eron.

Eron tak ingin berlama-lama terlibat pembicaraan yang berhubungan dengan Gabi. Apalagi yang bicara adalah mamahnya, pasti ujungnya minta Eron kencan dengan Gabi.

"Yaudah kalau gitu. Sana gih istirahat." Ucap Helen.

Helen menyeruput teh yang semakin dingin seiring waktu. Berbanding terbalik dengan harapannya, yaitu Ia berharap putra sulungnya semakin hangat seiring waktu.

Tak menunggu lama, Eron langsung melenggang pergi menuju kamarnya yang memiliki nuansa hitam abu. Eron menyukai hal-hal yang berbau dark. Mulai dari dinding, seprai, lemari, dan hiasan-hiasan di kamarnya berwarna gelap.

Eron langsung pergi ke kamar mandi untuk menyegarkan tubuh atletisnya.

Selesai dengan ritual mandi, Ia melempar asal handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya ke arah sofa. Eron membaringkan tubuhnya di ranjang berbalut seprai warna abu. Tiba-tiba terlintas bayangan Gabi di pikirannya. Mata yang semula menutup, sekarang terbuka.

"Argghh..." Eron mengacak rambutnya frustasi, berharap pikiran itu segera menghilang. Kenapa juga Ia kepikiran tentang Gabi. Gak penting.

Tiba-tiba, bayangan masa lalu berputar di ingatannya, layaknya kaset.

*Flashback*

Awan gelap menghiasi langit, tak ada matahari yang menyinari. Burung tak berkicau, digantikan suara petir yang sesekali terdengar.

"Eron tunggu!" Teriak Gabi kecil ketakutan. Matanya berkaca-kaca, bibirnya bergetar. Langkah kaki Gabi yang lambat, berusaha mengimbangi langkah kaki Eron yang cepat.

"Cepet. Mau hujan," geram Eron.

Gadis cengeng itu selalu mengganggunya bermain. Kadang teman-temannya mengejek dirinya karena bermain dengan seorang gadis. Membuat dirinya kesal dan jengkel.

"Tungguin, Gabi takut." Mungkin 3 menit lagi Gabi akan menangis meraung-raung, membuat Eron dimarahi mamah dan papahnya nanti.

"Aku bilang juga jangan ikut! Kenapa ngeyel. Aku juga gak mau main sama kamu!"

Wajah Eron memerah, Amarah Eron hampir meledak jika tidak melihat air mata yang mulai berjatuhan di pipi Gabi.

"Tapi aku mau main sama kamu!"

Gabi ikut emosi. Memangnya salah jika Ia mau bermain dengan Eron? Kalau iya, apa salahnya? Gabi tidak punya teman, Eron adalah satu-satunya teman bagi Gabi. Tapi itu hanyalah dari sudut pandang Gabi, berbeda dengan Eron.

"Aku gak mau!" Sentak Eron.

"Aku mau!" Seru Gabi tak ingin kalah.

"Aku-"

"Stop! Aku udah gak mau denger omongan kamu lagi. Kenapa sih kamu selalu intilin aku? Aku gak suka!" Marah Eron.

"Suka-suka Gabi dong. Lagian Gabi cuma mau main sama Eron," balas Gabi angkuh.

Melihat itu, Eron semakin tidak menyukai Gabi. Selalu saja Gabi memaksakan kehendaknya.

"Tapi, aku gak mau main sama anak cewek," geram Eron.

"Gabi gak peduli. Pokoknya Eron harua ajak Gabi kalau main!"

"Kamu-"

Perdebatan mereka terhenti karena kedatangan wanita paruh baya, yang langsung membawa mereka berdua meneduh. Karena hujan mulai membasahi bumi.

*Flashback off*


Mengingat kejadian itu, Eron tersenyum tipis. Gabi kecil sangat lugu dan polos. Tak seperti 2 tahun kemudian. Yaitu saat mereka mulai memasuki SMP. Gabi mulai menyukai Eron sebagai seorang lelaki. Kemana-mana pasti Ia membuntuti Eron, jika dilarang atau diabaikan maka Gabi akan menangis.

Kadang Eron muak dengan tingkah laku Gabi, yang semaunya sendiri alias egois. Bahkan Gabi sering menyatakan cinta pada Eron. Sunggu tak tau malu. Sebenarnya dalam sekali waktu, Ia merasa kasihan pada Gabi, karena sudah bersikap kasar.

Drrtt...
Pikiran Eron langsung buyar, refleks tangannya meraba-raba kasur empuknya, mencari keberadaan benda pipih yang seingat Eron disimpan di atas kasur.

Hap. Eron menemukan ponselnya, jempolnya langsung membuka pesan teks yang muncul dilayar utama.

Alice
Eron kamu udah pulang?

Yup, pesan itu dari Alice cewek yang sedang dekat dengan Eron. Mereka sudah dekat hampir 4 bulan. Sebenarnya Eron sudah menembak Alice, tapi dengan alasan karirnya sebagai model remaja, Ia terpaksa tidak menerimanya. Eron mengerti bagaimana posisi Alice, Ia tak memaksa Alice, meskipun begitu, mereka tetap dekat seperti sepasang kekasih.

Mamahnya selalu menentang hubungan mereka. Hanya karena Alice adalah seorang model, padahal Ia hanya model remaja. Helen hanya takut anaknya salah pergaulan.

*Room Chat*

Alice
Eron kamu udah pulang?

Eron
Udah.

Alice
Syukur deh, udah makan belum?

Eron
Udah. Kamu?

Alice
Udah kok hehe.

Eron
Yaudah istirahat. Udah malem.

Alice
Iya. Kamu juga ya💜

Eron
Iya

Begitulah isi pesan antara Eron dan Alice. Eron meletakkan ponsel pintarnya di atas nakas malas.

Ia sedang tidak mood untuk membalas pesan Alice. Tubuh dan pikirannya terasa lelah. Belum lagi tekanan yang selalu diberikan Viren. Lama-kelamaan matanya terasa berat, lalu Ia tertidur.

***

#salamZahra

Who I'm?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang