Syukur Yang Terlupa

15 1 0
                                    

Kinasih menangis tersedu-sedu. Aku sungguh kebingungan harus berbuat apa. Birahiku padam, dan aku ingin pulang. Tapi tidak, aku menemukan pelita yang selama ini aku cari.

" Kinasih, aku antar kamu pulang. Berganti lah baju dengan sepatutnya. Apa kamu membawa baju yang tidak terbuka ? " Tanyaku padanya.

Kinasih mengangguk sambil menahan derai air mata yang begitu deras. Aku tidak tahu, kenapa dia menangis begitu keras.

" Maaf Mas, aku tidak bisa melayanimu. Akan aku ganti kerugianmu." Jawab kinasih sambil bergegas ke kamar mandi.

Dia mengganti bajunya, dan ketika keluar, dia mengenakan jilbab putih. Dia begitu cantik dan anggun. Bahkan kecantikannya membawaku larut dan takut untuk melihatnya. Bahkan ucapan kata tak mampu aku utarakan. Semua tertahan dalam perasaan. Aku membisu.

Dia duduk di pinggiran kasur yang sudah berantakan saat aku menarik selimut itu.

" Aku tak pernah mau melakukan pekerjaan kotor ini. Tapi ini satu-satunya cara agar aku dapat lulus kuliah kedokteran. Aku hanya terbebani biaya praktikum, dan buku yang aku tk sanggup membayarnya Mas. Aku minta maaf, tadi menamparmu."

Kata-katanya menusuk tajam. Selama Aku kuliah, aku sama sekali tidak pernah merasakan beban yang dia alami. Semua keuanganku terjamin, bahkan lebih dari cukup. Dengan kecukupan ku saja, aku masih menuduh Tuhan yang macam-macam.

Smartphone berbunyi lagi.

Aku mengangkatnya, dan berbicara seperlunya. Aku menutup telepon Mama, dan saat itu juga Kinasih menderu tangis.

" Maafkan, Aku benci dengan manusia sepertimu. Kamu punya keluarga yang baik, keluarga yang ingin menjagamu dari api neraka, tapi kamu justru berbuat seperti ini. Aku benci orang-orang sepertimu yang tak punya rasa syukur !"

Kepalaku seperti berada di meja operasi. Otakku di bedah tanpa anastesi. Pandanganku setengah putih, rasanya pedih perih dan merintih.

" Yaa, kamu benar, Sih," aku menangis. Tubuhku kaku, aku seperti sangat bersalah. Bukan pada Kinasih, tapi pada Mama.

" Bolehkah aku mengantarmu pulang, dan bertemu dengan orang tuamu ?"

" Tak bisa Mas, aku harus pulang besok pagi. Tidak mungkin malam ini." Tolak Kinasih lembut yang sedari tadi menahan tangis.

" Baiklah besok pagi aku antar. Aku akan memesan satu kamar lagi, untuk aku tidur. Kamu tidurlah di sini." Aku benar-benar tidak paham, bagaimana mungkin Aku menghabiskan uang begitu banyak tanpa melakukan apa-apa kepadanya. Bahkan aku tak ingin menyentuhnya sama sekali saat ini.

Aku pergi dari kamar itu, aku seperti menemukan pelita baru. Aku benar-benar seperti tidak peduli dengan uangku. Pertemuanku dengannya malam ini, menegasi keyakinanku. Bahwa Tuhan tidak bisa menghentikan dosa manusia.

Mungkin ini yang dimaksud bahwa Tuhanlah yang membolak-balikkan hati manusia.

Aki turun ke lobby, dan memesan kamar lagi. Aku memasuki kamar yang ternyata bersebelahan dengan kamar Kinasih. Aku hampir terlelap, dan Aku mendengar seseorang yang sedang mengaji di dekat telingaku. Tapi, aku terkejut ketika seluruh tubuhku, ternyata tak bisa bergerak.

Alif : Perjalanan Sunyi Menuju TuhanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang