Hal-hal yang Tidak Mereka Mengerti tentang Kita (Epilog)

529 52 19
                                    

15 tahun kemudian, Grand Line, Sabaody Park

"Zoro, kemari, Sayang. Kita mau berbelanja ke supermarket," ujar Mihawk sembari berjongkok. Dalam gendongannya, satu bocah perempuan memeluk erat lehernya.

"Iya, Ayah!"

Zoro kecil berlari ke dalam pelukan Mihawk yang segera Mihawk rengkuh mesra. Ia membawa Zoro ke dalam gendongannya lalu berjalan keluar dari kamar bermain anak-anaknya.

"Niichan lama. Aku dan Daddy kan mau pergi."

"Aku kan lagi main. Masa kamu dan Daddy mau ninggalin aku?"

Mihawk, sembari sibuk menggendong kedua anaknya, sibuk menekan kaca mobil agar pintu belakang mobil terbuka dan meletakkan kedua anaknya di belakang. Mihawk segera memasang sabuk pengaman kepada kedua anaknya, lantas berpesan, "Zoro, Perona. Daddy mau menyetir. kalian berdua yang akur di sini ya, Sayang. nanti jika kalian terlalu berisik, Daddy tidak bisa fokus, kita dalam bahaya. Paham kan, Sayang?"

"Paham, Daddy," sahut Zoro dan Perona. Mihawk mengulas senyum lalu memberikan masing-masing satu ciuman di kening. Ia lalu beranjak ke kursi pengemudi dan melajukan mobil dengan kecepatan standar dalam kota dengan konstan. Dalam kesunyian, ia bisa mendengar kedua anaknya berceloteh riang tentang pengalaman di sekolah. Diam-diam Mihawk tersenyum gemas dengan kelakuan kedua anak-anaknya. Namun, desir sedih segera menghantam dadanya. Senyumnya berubah getir.

Tentu ini akan menjadi sempurna jika kamu di sisiku.

Setetes air mata jatuh membasahi pipi Mihawk.

*

Mihawk segera mengambil troli besar dan memasukkan kedua anaknya ke dalam troli. tangannya merogoh dompet lipatnya untuk mengambil secarik kertas daftar belanjaan dan kembali memasukkan dompetnya ke saku belakang celananya.

"Daddy, aku mau permen, Daddy," Perona merengek manja saat mereka melewati rak permen yang berseberangan dengan rak cemilan sehat.

Mihawk tersenyum dan mengelus kepala anak perempuannya. "Asal Perona janji, tidak pilih-pilih makanan dan makan sayur, Daddy akan belikan."

"Oke, aku janji!" Perona menyahut sembari mengacungkan kelingkingnya yang segera disambut Mihawk. Dari dalam keranjang, Perona mengambil sebungkus besar permen yang ia mau dan Mihawk kembali sibuk menelusuri daftar belanjaan sambil telinganya tetap awas mendengarkan suara anak-anaknya--memastikan kedua anaknya ada dalam pantauannya.

"Tisu, sabun, shampoo, obat nyamuk elektrik, hmm, pewangi ruangan, makanan ringan, minuman, oke, tinggal sayur dan dag--"

Bruk. trolinya menabrak seseorang yang membuat ia buru-buru mengangkat wajah dari daftar belanjaan dan melihat seseorang yang begitu ia rindukan sedang menoleh kepadanya dengan pandangan kesakitan lalu berubah menjadi pandangan kaget.

"Shanks...?" suara Mihawk terdengar tidak percaya.

Yang namanya disebutkan mengerjapkan mata dengan polos lalu mengucek kedua matanya. Secercah senyum segera terbit di bibirnya saat ia tau, bahwa yang ia lihat bukan halusinasi.

"Mihawk!"

"Ayah, lapar."

Shanks segera menunduk ketika mendengar suara anak kecil dari arah troli Mihawk. Senyumnya yang begitu cerah, luntur seketika saat melihat kedua bocah di troli Mihawk. Mihawk yang menangkap perubahan raut wajah Shanks segera meraih tangan Shanks dan menahannya untuk beranjak.

"Tunggu, ini tidak seperti yang kamu pikirkan."

Shanks menatap dengan pandangan terluka yang tidak yakin. Ada kilau rindu yang membuat Mihawk ingin segera membawa lelaki itu ke dalam pelukannya lalu menciumi seluruh wajah Shanks dengan mesra. Ada kilau cinta yang Mihawk rindukan yang membuat Mihawk ingin hidup bersama laki-laki itu untuk selamanya, untuk sisa hidupnya.

Hal-hal yang Tidak Mereka Mengerti tentang Kita - ENDTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang