4. Om Arkan

75 60 23
                                    







Malam ketika Hydra pulang dari cafe. Tepat jam sebelas, ada sebuah kecelakaan yang terjadi. Ia melihatnya langsung. Mobil itu saling menabrak,  bedanya, mobil avanza berwarna putih itu yang terlempar jauh, sedangkan mobil kontener yang menabrak hanya terseret beberapa meter.

Gadis itu diam ditempatnya. Tak bergerak sama sekali. Ada kenangan buruk diotaknya mengenai kecelakaan.

Berusaha menenangkan dirinya. Perlahan-lahan gadis itu membuka pintu mobilnya. Berjalan pelan ke arah mobil kontainer yang berada tak jauh dari ia memakirkan mobilnya.

Gadis itu berjalan mendekat. Ia bisa melihatnya dari sini. Kaca dari mobil kontainer itu pecah. Juga ada dua pria dewasa di dalam sana.

"Pak, pak, bisa dengar saya?". Hydra hampir berteriak, ia terus menampar kecil-kecil para pria dewasa itu.

Namun hampir lima belas menit berlalu. Tak ada sedikitpun yang terjadi. Hydra ingin memapah, tapi sepertinya ia tidak cukup kuat akan hal itu.

Berusaha melihat keadaan sekitar, senggang, tak ada sedikitpun orang. Ia harus apa sekarang. Belum lagi mobil jenis avanza yang terlempar jauh dari jangkaunnya.

Berusaha tenang, gadis itu melihat ke arah ponselnya yang ia genggam erat. Ada satu nama yang terlintas dari otaknya.

Lo bisa Hydra.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, gadis itu mencari kontak dengan nama 'Om Arkan'. Ia memencet ikon panggil yang tertera.

Menghembuskan nafasnya, gadis itu gugup.

Sambungannya tersambung, tapi sejauh ini belum ada yang mengangkatnya. Hingga hampir menyerah, karena pikirnya semua orang pasti sudah tidur jam segini.

Tapi tidak, orang dengan kontak nama 'Om Arkan' itu mengangkatnya pada detik-detik terakhir panggilan itu terputus.

Gadis itu kembali gugup.

"Halo". Dengarlah, bahkan suaranya bergetar sekarang.

"Hydra nggak kenapa-kenapa kan?". Ah, sudah lama ia tidak mendengar pertanyaan sederhana itu.

"Nggak papa, Om. Cuma Hydra lagi di jalan dekat rumahnya Om sekarang. Ada yang kecelakaan. Om bisa kesini tidak sekarang?. Oh iya, jangan lupa manggil anggota-anggota Om ya kalau bisa".

Kalian tahu, ia hampir mati tadi karena menahan nafas. Ini bahkan lebih sulit dari pergitungan matematika wajib se-waktu SMA dulu.

Hydra masih setia menunggu jawaban dari seberang sana. Sampai ada suara tawa kecil yang terdengar. Ia tidak sedang melawak sekarang sumpah.

"Om bisa tidak?". Desaknya lagi.

"Bisa Hydra, kamu jangan jauh-jauh dari situ oke. Om tiba lima atau sepuluh menit lagi. Dan juga, Jangan sentuh apapun di daerah situ sampe om datang ya. Itu berbahaya". Hydra hanya mengangguk mendengarnya. Setidaknya pria dewasa yang ia panggil Om Arkan tadi tidak menolaknya.

Panggilan itu terputus setelahnya, Hydra menyimpan kembali handphonenya di saku celana. Ia kembali mendekat ke arah dua pria dewasa tadi.

Ini melelahkan.

Yang dikatakan om Arkan benar. Sekitar sepuluh menit menunggu, mobil sedan hitam yang ia sangat kenali tidak lain milik om Arkan semakin mendekat ke arahnya.

Ini pertama kalinya lagi untuk dirinya berbicara dengan keluarga dari papanya.

"Hydra nggak apa-apa kan?". Arkan mendekat, memeluk lembut keponakannya yang sudah sekitar satu tahun lebih tidak terlihat dari jangkauannya.

Hydra yang tiba-tiba dipeluk hanya mengangguk kecil tak bersuara. Air mata itu mengepul dimatanya.

"Anggota Om sudah urus selebihnya. Hydra keren banget hari ini bisa nolongin orang". Arkan sekali lagi tersenyum lembut ketika menyadari tak ada respon sedikitpun dari keponakannya.

"Sekarang pulang ya?. Sudah malam, besok Hydra terlambat kuliah kalau begadang". Hydra sekali lagi mengangguk kecil. Pelukan lembut nan sebentar itu terasa sangat lama nan menyesakkan baginya.

"Hydra duluan, om. Hati-hati". Gadis itu melangkah jauh setelahnya. Menaiki mobilnya secara teratur, ia menjalankan mobilnya pelan, sebelum benar-benar menjauh, gadis itu membalikkan kepalanya, melihat sekali lagi pria dewasa yang lebih muda dua tahun dari papanya.

Sedangkan Arkan, mengawasi dalam diam mobil keponakannya yang melaju normal meninggal tkp. Ia tersenyum kecil, hari ini akhirnya tiba.

***

Hujan diluar sana sekali lagi membiarkan dirinya jatuh dengan senang hati menyentuh tanah.

Sekarang hampir pukul delapan pagi. Tak ada yang spesial hari ini.

Hari ini ia tidak menginap di apartement lagi. Dikarenakan pria dengan mobil pajero itu tidak menunggu lagi di depan rumahnya.

Ia bersyukur akan hal itu.

Melangkah menjauh dari jendela, gadis itu mengambil jaketnya juga kunci mobil yang terletak tak jauh dari ia meletakkan jaketnya.

Ia punya kelas jam sembilan nanti, setelahnya ia masih juga mempunyai kelas pada jam satu siang.

Ada helaan nafas yang keluar dari mulut gadis itu. Melelahkan memang.

Belum lagi ia harus menghadapi Naya dengan tingkah absurdnya yang menyebalkan.

Dan juga Ia mungkin tidak akan ke cafe hari ini. Ia hanya ingin tidur hari ini setelah semua kelasnya selesai.

****

"Dra, Dra, Dra, Hydra".

Hydra menghentikan langkahnya. Tidak usah balik, karena ia lebih dari kenal seseorang yang berani meneriaki namanya seperti itu.

"Kok lo nggak balik sih. Sombong amat". Nah, nah mulaikan.

"Ngapain gue harus balik. Lo nggak sepenting itu untuk ngebuat gue balik badan". Naya yang mendengarnya mendelikkan matanya. Kesal.

Sudah ia katakan bukan. Gadis itu menyebalkan.

"Lo tahu nggak sih?".

"Nggak. Lo belum beri tahu soalnya". Naya sekali lagi mendelik. Temannya ini benar-benar cari mati ya pagi-pagi begini.

"Lo kenal dengan Pak Salim kan?". Hydra menghentikan langkahnya tiba-tiba. Gadis itu memandangi temannya dengan wajah aneh.

"Kenal. Dikit".
"Bagus. Soalnya gue punya gosip tentang beliau".
"Memangnya beliau kenapa?".

"Katanya beliau punya anak kembar perempuan". Sekali lagi, Hydra menghentikan langkahnya. Ekspresi wajahnya kembali aneh.

"Terus kalau punya anak kembar perempuan kenapa sih?". Hydra bertanya santai. Ekspresi aneh itu masih tertera diwajahnya.

"Ya nggak apa-apa sih. Lo mah nggak seru. Ini tuh gosip masih fresh from the oven tahu nggak. Nyesel gue beri tahu lo duluan". Hydra yang mendengarnya tertawa kecil.

"Nanti gue traktir deh. Sekalian gue bikinin spanduk the most gosip girl. Gimana?, kerenkan ide gue?".

Naya mendelik sebal. "Kalau untuk traktirannya gue terima. Tapi untuk spanduknya nggak usah. Gue udah terkenal soalnya".

Sekali lagi Hydra tertawa kecil. Setidaknya Naya selalu menjadi orang yang paling banyak berperan dalam hidupnya setahun terakhir ini.

Ia bersyukur banyak akan hal itu.

BACATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang