Untitled Part 3

558 44 0
                                    


"Eun Gi ada berkomentar tentangku?" Tanya Jeong Won pada Gyeo Ul yang duduk di sampingnya, asyik mengunyah double bacon sandwich. Sudah dua minggu berlalu sejak pertemuan Jeong Won dengan Eun Gi di dealer mobil. Minggu lalu akhirnya mobilnya tiba dan hari ini Jeong Won mengajak Gyeo Ul untuk berkunjung ke rumah ibunya di Yangpyeong.

"Hmm.." Gyeo Ul berpikir sejenak, "Eun Gi cuma bilang, he's not bad. Jjalhaebwa." Ujar Gyeo Ul menirukan ucapan adiknya.

Hanya itu? Huh, kakak-adik sama dinginnya ternyata.

"Dalam bahasa Jang Eun Gi, itu artinya ia menyukaimu. He's wishing us good luck. So, good job, Gyosunim."

"I know. No one can't resist my charm, Jang Gyeo Ul."

"Aigooo~ ternyata budha bisa narsis juga."

"I'm Catholic."

"I know. Hampir saja aku kalah karena harus berkompetisi dengan Tuhan. Untung saja Tuhan ada di pihakku."

"Benar kata Ik Jun, kau memang pandai menjawab. Kau ikut klub debat saat sekolah dulu?"

"Nope. Bakat, mungkin. Kami sejak dulu memang seperti itu."

"Kami?"

"Aku dan Eun Gi. Kami bisa adu mulut berjam-jam tanpa henti, sampai bikin ayah dan ibu pusing."

"Aku bisa membayangkan. Aku dan kakak-kakakku pun begitu. Dulu." Iya. Dulu. Saat mereka berlima masih lengkap tinggal bersama. Jeong Won tersenyum mengingat masa kecilnya, dengan tiga anak laki-laki dan dua anak perempuan, rumah mereka selalu berisik dengan celotehan dan teriakan. Sampai akhirnya semua beranjak dewasa dan memilih jalannya masing-masing. Dan ia hampir memilih jalan yang sama seperti kakak-kakaknya.

"Aaaah aku kok gugup yaa.." Gumam Gyeo Ul membuyarkan lamunan Jeong Won.

"Kau gugup? Wae? Ini kan bukan pertama kalinya kau bertemu dengan ibuku." Sejak ibunya tahu hubungan mereka, Ro Sa selalu menyempatkan diri berkunjung ke rumah sakit untuk makan siang bersama Jeong Won dan Gyeo Ul.

"Entah. Mungkin karena ini pertama kalinya aku berkunjung ke rumah ibumu."

"You'll be fine. She adores you. Kau sudah menggeser posisiku sebagai anak kesayangan." Ujar Jeong Won, pura-pura cemberut.

"Of course she adores me. I'm the one who makes you stay."Tukas Gyeo Ul dengan ekspresi angkuh yang tentu saja terlihat menggemaskan bagi Jeong Won.

"Ahwooo...That sassy lip of yours." Jeong Won menghela napas sebelum melanjutkan, "makes me wanna kiss that lip."

"Tolong fokus saja menyetir, Gyosunim." Cetus Gyeo Ul dengan nada tegas dan wajah datar.

"Yes Ma'am."

***

"Akhirnya anakku tahu cara memilih mobil yang benar." Seru Ro Sa saat Jeong Won dan Gyeo Ul turun dari mobil.

"Ah Eomma! Sudah berapa lama berdiri di luar seperti ini? Cuaca sedang dingin." Tukas Jeong Won khawatir sambil memeluk dan mengecup pipi ibunya.

"Simpan omelanmu. Aku di luar belum lama kok, tak sampai lima menit. Nice car, Ahn Jeong Won. I'm a proud mama. " Ujar Ro Sa menepuk pelan pipi anak bungsunya lalu beralih untuk memeluk Gyeo Ul, "uri Gyeo Ul, I miss you so much, pretty girl. Ayo! Ayo masuk! Jangan di luar lama-lama. Dingin." Ujar Ro Sa sambil menggamit lengan Jeong Won dan Gyeo Ul.

"Aku dengar dari Ik Jun kalau adikmu yang membantu Jeong Won membeli mobil ya? Sampaikan terimakasihku pada adikmu ya, Gyeo Ul. Tanpa bantuan adikmu mungkin si irit itu akan memilih mobil dengan asal-asalan." Gumam Ro Sa setengah berbisik pada Gyeo Ul. Kini mereka sedang berada di dapur untuk menyiapkan makan siang.

"I heard that, Eomma!" Seru Jeong Won dari ruang tengah.

"Aigoo berisik! Pisahkan kepala ikan teri dengan benar ya! Jangan ada kotoran yang tersisa!"

"Ya Jung Ro Sa! Kenapa aku selalu harus membersihkan ikan teri tiap datang ke rumahmu?!" Kini gantian Jong Su yang teriak. Ia melempar segenggam ikan teri yang sudah bersih ke dalam wadah.

"Kenapa? Kau tak suka?! Tidak mau membantuku? Oke, kalau begitu jangan makan!" Ro Sa menghambur ke ruang tengah dengan bertolak pinggang.

"Animnida~ I'll do my best, Ma'am."

Gyeo Ul tersenyum menyaksikan pemandangan di hadapannya. Hatinya terasa hangat saat melihat interaksi keluarga ini. Dulu saat Gyeo Ul mengetahui kalau Ahn Jeong Won adalah anak dari ketua yayasan RS Yulje hatinya semakin ciut. Ahn Jeong Won seolah semakin jauh dari jangkauan, ia merasa hidupnya seperti berada dalam drama, seorang gadis biasa yang jatuh cinta pada seorang pewaris. Ternyata, mereka bukan pewaris seperti yang digambarkan dalam drama. Ahn Jeong Won, Jung Ro Sa, dan Jo Jung Su, semuanya berasal dari kalangan kaya raya, tapi semua tampak, biasa. Bukan dalam arti buruk, tentu saja.

Gyeo Ul lega saat mengetahui kalau keluarga ini ternyata tak berbeda dengan keluarganya. Sederhana dan hangat.

***

"Umm..Eomonim?" Gumam Gyeo Ul ragu.

"Wae Gyeo Ul-ah?" Tanya Ro Sa sambil menyesap teh hangat.

"Sebaiknya aku ke dapur ya, membantu Ahn Gyosunim dan Chairman Ju mencuci piring dan beres-beres." Gyeo Ul berusaha bangkit dari duduknya. Ia merasa tak enak membiarkan keduanya beres-beres.

"Ei! Tak usah! Kau sudah repot membantuku masak banyak barusan. Kini biar para pria itu yang beres-beres. Mereka sudah makan banyak, sudah seharusnya mencuci piring."

"Tapi aku juga kan sudah makan banyak, Eomonim. Jadi aku juga harus membantu."

"Kau memang sudah seharusnya makan banyak. Aku suka sedih saat tahu kau bisa jaga malam tiga sampai empat hari berturut-turut. Kau tak pernah terlambat makan kan, Nak?" Tanya Ro Sa sambil mengelus pipi Gyeo Ul lembut.

"Jangan khawatir, Eomma. Jang Gyeo Ul dan makanan adalah dua hal yang tak terpisahkan." Ujar Jeong Won dari arah dapur, ia membawa nampan berisi potongan apel dan pir lalu duduk di samping Gyeo Ul, menyandarkan kepalanya di bahu Gyeo Ul.

"Ya Ahn Jeong Won! Sini dulu, tadi kau janji mau mengajarkan aku gimana cara mengoperasikan ini." Ujar Jong Su, meraih nintendo switch dari atas meja. "Minggu depan cucu-cucuku mau datang, dan mereka sedang senang-senangnya bermain dengan benda ini."

"Ahjussi, biarkan aku duduk di sini dulu ya? Lima menit saja." Rengek Jeong Won sambil mendekap tangan Gyeo Ul erat.

"Andwae! Sini cepat!"

Gyeo Ul tertawa melihat interaksi keduanya. Chairman Ju yang merajuk seperti anak kecil serta Jeong Won yang akhirnya bangkit dengan cemberut. Ia beradu pandang dengan Ro Sa, dan keduanya tertawa bersama.

Pandangan Jeong Won teralih sejenak dari nintendo di tangannya saat mendengar tawa hangat ibu dan kekasihnya. Ia mengangkat wajahnya dan melihat keduanya sedang asyik mengobrol dan tertawa. Ada desir hangat di hatinya saat melihat pemandangan ini. Setelah hampir dua puluh tahun hidupnya penuh dengan kebimbangan dan keragu-raguan, ia akhirnya menemukan kepastian.

Ini hidup yang ia mau. Yang ia pilih.

Dan ia sama sekali tak menyesal.

***

New Chapter In LifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang