"SEKARANG kita lihat, apakah di antara kumpulan anak kunci yang diberikan Paman Titus ada yang cocok untuk membukanya," kata Jupiter.
Ketiga remaja itu sudah berada di bengkel Jupiter yang terletak di bagian pekarangan. Letaknya terpisah dari bagian depan, ditutupi
tumpukan barang bekas. Mereka tadi dengan cepat mengangkut peti ke tempat itu, di mana mereka bisa bekerja tanpa dilihat orang lain.
Beberapa orang yang sedang mencari-cari barang bekas berkeliaran di bagian depan pekarangan tempat penimbunan barang usang itu. Mathilda melayani mereka seorang diri, karena suaminya sudah pergi lagi. Paman Titus tadi mengatakan pada Jupiter bahwa mereka bertiga dibebaskan dari tugas sampai saat ia nanti kembali dengan barang-barang bekas yang baru dibeli. Sambil mencoba-coba anak kunci, Jupiter masih saja kesal pada dirinya sendiri. Kenapa tidak sampai menduga bahwa peti yang disangka lenyap sebenarnya ada di pekarangan. Ia dipermainkan oleh Paman Titus. Itu memalukan, tapi di pihak lain ada juga manfaatnya. Ia seharusnya tidak boleh lekas-lekas asal menarik kesimpulan saja malam sebelumnya. Paling lambat pagi tadi ia mestinya sudah bisa menebak apa sebetulnya yang terjadi. Ia membiarkan dirinya terkecoh oleh kesan sepintas lalu.
"Aku kemarin malam salah, tidak menimbang-nimbang kenyataan secara cermat," katanya. "Kejadian ini lebih bermanfaat, daripada langsung melakukan hal yang tepat pada kesempatan pertama. Paman Titus memberi pelajaran baik padaku."
Bob dan Pete mengangguk sambil tersenyum. "Sekarang bagaimana dengan Mr. Maximilian?" tanya Bob. "Kita kan sudah berjanji akan memberi tahu dia kalau peti ini sudah ada lagi."
"Yang kita janjikan ialah memberi tahu dia sebelum kita menjualnya pada orang lain," kata Jupiter membetulkan. "Kita tidak berniat menjualnya - setidak-tidaknya, sekarang kita tidak berniat" .
"Aku lebih setuju jika kita jual saja," kata Pete. "Maximilian kan menawarkan laba besar bagi kita."
Tapi bayangan akan memiliki tengkorak yang bisa berbicara ternyata lebih besar artinya bagi Jupiter.
"Saat ini jangan kita pikirkan dulu hal itu," katanya. "Sebelumnya aku ingin tahu dulu apakah Socrates benar-benar bisa bicara."
"Justru itu yang kukhawatirkan," kata Pete sambil mengeluh.
Sementara itu Jupiter terus mencoba-coba anak kunci. Akhirnya satu
ternyata pas. Kunci peti terbuka. Dengan cepat kedua ban kulit panjang yang mengikat peti dilepaskan. Setelah itu Jupiter menjunjung tutupnya ke atas. Ketiga remaja itu menjulurkan kepala, memandang ke dalam peti. Isinya ditutup kain sutra berwarna merah. Di bawahnya terdapat semacam tatakan selebar bagian dalam peti. Pada tatakan itu terletak beberapa barang, yang sebagian di antaranya dibungkus kain sutra yang bermacam-macam warnanya. Ada kandang burung yang bisa dilipat-lipat, sebuah bola kristal kecil dengan tempatnya, sejumlah bola merah berukuran kecil, beberapa pak kartu untuk main truf, serta beberapa mangkuk logam. Mangkuk-mangkuk itu berukuran sedemikian rupa, sehingga mangkuk yang terkecil pas masuk di mangkuk berikut yang lebih besar. Mangkuk itu pas masuk dalam mangkuk berikut, dan begitu seterusnya sampai mangkuk yang paling besar. Tapi mereka tidak menemukan tengkorak. Atau bungkusan yang cukup besar, sehingga bisa diperkirakan isinya tengkorak.
"Ini pasti siasat sulap Gulliver pula," kata Jupiter menduga. "Jika ada barang penting di sini, letaknya pasti di bawah."
Bersama Pete diangkatnya tatakan yang menutupi peti dan meletakkannya ke samping. Isi peti sebelah bawah kelihatannya terutama pakaian. Tapi bukan pakaian biasa, karena ketika diangkat satu per satu, itu terdiri dari sejumlah jas sutra, sehelai jubah panjang berwarna keemasan, sebuah serban, serta pakaian lain bergaya timur.
Bob yang paling dulu melihat benda yang mereka cari.
"Itu dia!" katanya. "Itu, di samping - di bawah bungkusan ungu ada benda bundar, Pasti itu tengkorak- yang kita cari!"
"Kurasa kau benar, Bob," kata Jupiter sambil mengangkat bungkusan yang dimaksudkan temannya Itu. Bob cepat-cepat membuka bungkusan yang dipegang Jupiter. Remaja bertubuh gempal itu ternyata memegang sebuah tengkorak kepala manusia. Warnanya putih kemilau. Sepasang rongga tak berbiji mata lagi seakan-akan menatap ke arahnya.
Tengkorak itu sama sekali tidak menyeramkan kelihatannya. Malah bisa dibilang ramah. Melihatnya anak-anak lantas teringat pada kerangka di ruang biologi di sekolah, yang oleh anak-anak diberi nama Pak Tulang.
Jupiter serta kedua rekannya sudah biasa menghadapi Pak Tulang. Jadi mereka tidak gugup lagi, ketika tahu-tahu menatap tengkorak milik ahli sihir yang lenyap itu.
"Mestinya memang inilah Socrates," kata Bob.
"Dalam peti di bawahnya tadi ada sesuatu," kata Jupiter sambil menyerahkan Socrates pada Bob. Ia meraih ke dalam peti, mengambil semacam piring yang tebalnya lima senti dan bergaris tengah sekitar lima bel as senti. Piring itu kelihatannya terbuat dari gading gajah. Pada pinggirnya nampak ukiran berupa lambang-lambang aneh.
"Ini kelihatannya merupakan tempat meletakkan Socrates," kata Jupiter. "Cekungan di tengah ini pas untuk menaruhnya di situ." Piringan gading itu diletakkannya di atas meja yang ada di dekat situ,lalu Bob menaruh tengkorak pada bagian yang cekung. Anak-anak memperhatikan Socrates yang kelihatannya seperti meringis. "Nampaknya memang seakan-akan hendak bicara," kata Pete. "Tapi jika itu benar-benar terjadi, aku nanti ada urusan di tempat lain." "Barangkali cuma Gulliver saja yang bisa membuatnya berbicara," kata Jupiter. "Menurut dugaanku, di dalamnya ada semacam alat untuk itu." Diangkatnya tengkorak itu,lalu ditelitinya bagian sebelah dalamnya. "Tidak kelihatan apa-apa," gumam Jupiter. "Jika di dalam ada apa-apa, aku pasti bisa melihatnya. Mestinya ada salah satu petunjuk. Tapi ini sama sekali tidak ada! Benar-benar aneh."
Diletakkannya Socrates ke tempatnya.
"He, Socrates," katanya. "Katakanlah sesuatu, jika kau memang benar bisa bicara."
Tapi Socrates membisu.
"Rupanya sedang enggan," kata Jupiter setelah beberapa saat. "Coba kita periksa, ada apa lagi dalam peti."
Bersama kedua temannya, dikeluarkannya beberapa lembar kostum lagi yang bergaya timur. Setelah itu menyusul tongkat sulap, serta beberapa
bilah pedang pendek. Mereka sedang meneliti barang-barang itu sambil membelakangi Socrates, ketika tiba-tiba terdengar bunyi bersin pelan. Ketiga remaja itu berpaling dengan cepat Mereka kaget sekali. Tapi tidak ada siapa-siapa di situ. Yang ada hanya Socrates. Socrates yang bersin!
KAMU SEDANG MEMBACA
(11) TRIO DETEKTIF : MISTERI TENGKORAK BERSUARA
Science FictionTunggu jangan pergi, aku tertarik dengan barang lelang itu? kata jupiter apa yang menarik dengan peti itu, paling isinya pakaian akhir abad ucap pete. jupiter membelinya dan besoknya peti itu hilang? dicuri orang!!! by Syauqy_arr Foto : goodreads