BAB 15 PENCARIAN DIMULAI

81 28 0
                                    

HARI semakin gelap saat mereka mendatangi rumah berdinding sirap yang pertama. Mr. Grant melihat ke kanan dan ke kiri dengan cepat, memperhatikan keadaan di jalan. Tapi tidak nampak siapa-siapa di Maple Street yang sunyi dan lengang. Kemudian ia mencoba membuka pintu.

Tidak bisa!

"Terkunci," katanya. "Tapi karena rumah ini sebentar lagi digusur, kita tidak perlu mencari jalan masuk secara berhati-hati."

Diambilnya batang pengungkit pendek dari mobil. Diselipkannya ujung batang yang pipih ke celah sempit di antara daun pintu dengan ambangnya. Mr. Grant mendorong batang pengungkit. Terdengar bunyi kayu retak. Daun pintu terpentang lebar. Mr. Grant masuk, diikuti ketiga remaja yang selama itu berdiri di belakangnya. Di dalam gelap sekali. Mr. Grant menyorotkan sinar senternya ke dinding. Mereka berada di sebuah kamar yang berdebu. Di lantai nampak kertas-kertas terserak. Kelihatannya itu dulu ruang duduk keluarga.

"Kita mulai saja di sini," kata Mr. Grant, "walau menurut perkiraanku tempat penyembunyian uang itu di salah satu ruang belakang. Atau mungkin juga di gang. Kau membawa pisau, Jupiter?"

Jupiter mengeluarkan pisau lipat buatan Swiss yang merupakan kebanggaannya. Dipilihnya mata yang paling besar. Dengannya ia mengiris permukaan kertas pelapis dinding dengan hiasan kembang pada

dinding terdekat. Mr. Grant kini menyelipkan ujung pisau dempul yang dibawanya ke dalam irisan itu, lalu membalik jalur kertas pelapis itu. Hanya dinding tembok saja yang nampak di bawahnya.

"Bukan di sini," katanya. "Kita harus mencoba beberapa tempat lain di dinding ini. Setelah itu dinding-dinding lainnya. Kalau tidak ada juga, kita pindah ke kamar -kamar lain."

Bersama Jupiter diulanginya pemeriksaan beberapa meter lebih jauh. Juga tidak nampak apa-apa di balik kertas pelapis, kecuali tembok.

Keempat dinding kamar itu diperiksa. Tapi tetap tanpa hasil.

"Baiklah. Sekarang kita coba kamar makan," kata Mr. Grant. Diterangi sinar senter untuk menunjukkan jalan, mereka pindah ke kamar makan. Jupiter mengiris dengan pisau sakunya, lalu'Mr. Grant membalik ujung kertas yang terpotong. Tahu-tahu Pete terpekik pelan,

"Ada sesuatu yang hijau di bawahnya!"

"Dekatkan senter, Jupiter," kata Mr. Grant. "Barangkali kita menemukannya."

Jupiter mendekatkan senter yang menyala ke dinding yang sudah terkelupas pelapisnya, menerangi permukaan berwarna hijau. Tapi berkotak-kotak.

"Ah - ternyata cuma pelapis dinding lagi," kata Mr. Grant. "Kita lihat saja apa yang ada di bawahnya. "

Dinding tembok. Dinding kamar makan selesai diperiksa. Kini mereka memasuki kamar tidur yang pertama. Hasilnya sama saja. Kamar tidur kedua - tidak berbeda. Dinding kamar mandi dan dapur dilapisi cat yang langsung disapukan pada tembok. Jupiter memanjat tangga sempit yang menuju ke loteng. Dinding di situ telanjang, tanpa pelapis.

"Ternyata bukan di sini." Suara Mr. Grant terdengar tegang. Ia agak berkeringat. "Kita coba rumah berikut."

Mereka keluar, ke jalan yang gelap. Hanya lampu-lampu di sudut jalan saja yang masih menyala. Rumah-rumah semua gelap gulita.

Menyeramkan. Mr. Grant berjalan mendului ke blok sebelah, menuju rumah pertama yang berdinding sirap. Pintu depan rumah itu tidak

terkunci. Susunan ruangan di situ mirip dengan rumah yang pertama. Tapi pelapis dindingnya kelihatan lebih baru.

"Mungkin ini tempatnya," kata Mr. Grant dengan nada berharap. "Ayo iris, Jupiter."

Jupiter mengiriskan mata pisaunya lagi. Mr. Grant membalikkan kertas pelapis yang langsung terkelupas, menampakkan - lagi-lagi dinding tembok belaka! Di rumah itu pun mereka memeriksa seluruh ruangan, tanpa hasil.

"Dengan begitu tinggal satu rumah lagi," kata Mr. Grant. Suaranya agak serak. "Pasti itu tempatnya!"

Ia mendahului lagi menyeberang jalan, mendatangi rumah yang ketiga. Sementara ia bersiap-siap hendak mendobrak pintu yang terkunci, Jupiter menyorotkan senter menerangi ambangnya. Nampak nomor- nomor dari logam yang disekrupkan pada ambang berwarna putih, memantulkan cahaya senter.

"Jangan!" sergah Mr. Grant. " Nanti dilihat orang!"

"Tapi aku rasanya seperti melihat sesuatu," kata Jupiter. "Kurasa inilah rumah yang dulu ditinggali Mrs. Miller."

"Bagaimana kau bisa tahu, Jupe?" tanya Bob dengan suara setengah berbisik. Kesunyian jalan yang gelap itu menyebabkan anak-anak merasa harus berbisik-bisik kalau berbicara.

"Ya, kenapa kau bisa mengatakan begitu?" tanya Mr. Grant pula. "Nomor rumah ini 671," kata Jupiter. "Tapi itu wajar, karena letak urutannya kan lain setelah dipindahkan. Dan aku tadi rasanya seperti melihat bekas tempat nomor yang lama terpasang."

"O, ya? Kalau begitu coba kita lihat lagi. Tapi cepat-cepat!" Jupiter menekan tombol senter yang dipegangnya sebentar. Berkas cahaya sekilas menerangi nomor rumah. Dan di atas nomor itu semua melihat bekas nomor yang lama pada cat. Samar, tapi masih cukup jelas untuk dikenali.

"Nomor 532!" seru Pete. "Kita sudah menemukannya!"

"Bagus, Jupiter," kata Mr. Grant. "Sekarang kita masuk untuk mengambil uang itu."

Pintu dibuka secara paksa, lalu mereka bergegas masuk ke ruang duduk. Napas Bob memburu karena perasaannya yang bergairah. Sekarang mereka pasti sudah benar. Di salah satu ruangan rumah ini ada uang lima puluh ribu dolar, tertempel di balik kertas pelapis dinding.

"Coba kauterangi ruangan ini sebentar, Jupiter," kata Mr. Grant. Jupiter menyorotkan senter yang dipegangnya, menerangi satu demi satu dari keempat dinding ruangan itu. Kertas pelapis yang dipakai di situ berpola timbul.

"Kalau di sini mungkin sekali," kata Mr. Grant. "Kertas pelapisnya kasar dan tebal! Bisa saja uang disembunyikan di bawahnya, tanpa menyolok m­ta. Kita mulai saja!"

Dengan cepat Jupiter menggerakkan pisaunya, mengiris permukaan kertas. Mr. Grant membaliknya. Yang nampak di bawah hanya dinding tembok.

"Kita mulai di sudut sini, lalu bergerak mengitari ruangan," kata Mr. Grant. "Lima puluh ribu dolar dalam lembaran uang besar tidak banyak makan tempat Kita harus buru-buru."

Dinding pertama sudah selesai diperiksa. Ketika Jupiter dan Mr. Grant baru saja mulai dengan dinding berikut, sementara Pete dan Bob berdiri dekat-dekat untuk ikut memperhatikan, tahu-tahu terdengar sesuatu yang menyebabkan mereka semua tertegun.

"Apa -" Mr. Grant tidak sempat menyelesaikan kalimatnya, karena saat itu juga pintu dipan terbanting dengan keras, disusul bunyi langkah berat yang dengan buru-buru memasuki ruangan. Sorotan senter yang sangat terang menyilaukan mata Mr. Grant serta. ketiga remaja yang ada bersamanya.

Terdengar suara kasar menghardik dari arah belakang sumber cahaya terang itu, "Semuanya angkat tangan!"

(11) TRIO DETEKTIF : MISTERI TENGKORAK BERSUARATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang